Share

- 6 -

Sebuah mobil sedan keluaran tahun 2020 dengan kelir cokelat berbelok ke pelataran sebuah rumah besar. Bangunan itu mengaplikasikan arsitektur melayu yang begitu kental. Sebagian besar bangunan tersusun dari kayu yang tertata rapi dan penuh nuansa etnik. Beberapa pohon besar juga sengaja ditanam di sekitar rumah untuk menambahkan kesan asri.

Airel telah memarkirkan mobilnya tepat di bawah naungan salah satu pohon yang besar. Ia keluar dari kereta besinya itu diikuti oleh Airen dan Mira. Seperti biasa, mata Airel pasti menyisir daerah sekitarnya. Entah apa yang ia cari. Setiap berada di tempat yang pertama kali ia kunjungi, sikapnya begitu mengerikan. Ia berjalan perlahan dengan pandangan yang tajam, muka tanpa ekspresi dan kedua tangan yang saling menggenggam.

Airen yang sudah terbiasa dengan sikap kakaknya memilih untuk mencari kesibukan sendiri. Ia mengeluarkan kamera dari tasnya dan mencari objek yang bisa difoto. Ia sangat gemar hunting foto di pagi hari. Apalagi pagi itu cuacanya begitu cerah.

"Kenapa kita tidak langsung masuk saja?" tanya Mira ke Airen.

"Kita harus menunggunya," jawab Airen sambil menjelingkan matanya ke Airel yang masih mengamati sekeliling rumah.

"Apa ia selalu begitu?"

Airen mencebikkan bibirnya, "Ya, begitulah."

Mira pun menghampiri Airel. "Apa tidak sebaiknya kita langsung masuk saja?" tanya Mira setengah ragu.

Airel menoleh ke arah Mira. Konsentrasinya teralih karena pertanyaan tersebut.

"Bukankah kita masih punya banyak waktu?"

"Aku hanya merasa kita tak perlu bertele-tele," bela Mira.

"Bukan berarti harus segegabah dirimu, kan?" sanggah Airel.

"Lalu kenapa kita harus berlama-lama di sini?"

Airel terlihat tak sepaham dengan Mira. Ia berjalan mendekati dan mencondongkan tubuhnya ke Mira. Tatapan tajamnya membuat Mira sedikit terintimidasi. Lalu Airel bergerak perlahan mengitari tubuh Mira yang mendadak seperti kaku.

"Kau berbeda denganku. Kau melihat segala sesuatu secara umum. Sedangkan aku melihat segala sesuatu dari sisi detilnya. Kau tahu kenapa?" tanya Airel dengan nada lirih ke kuping Mira.

Mira tak bisa menjawab. Bibirnya mendadak kering. Ia juga tidak tau kenapa keberaniannya tiba-tiba hilang dan didominasi oleh Airel.

"Itu karena hal-hal detil akan selalu memberikan hasil dan penjelasan yang maksimal," Airel menjawab pertanyaannya sendiri.

Airel langsung berdiri tegak. Ia sadar sikapnya membuat Mira sedikit takut. Kini ia merubah air mukanya menjadi berseri-seri. Mira heran melihat perubahan sikap Airel yang mendadak dari seram menjadi ceria.

"Ayo kita masuk!" ajak Airel sambil menggerakkan tangannya untuk mengisyaratkan bergerak mendekati rumah.

Airen bergerak mendekati Airel dan menyejajarkan langkahnya. Sedangkan Mira berjalan menunduk di belakang mereka.

"Oh, ya. Bagaimana kau bisa mendapatkan kunci rumah Anggi, Mir?" tanya Airen sambil memotret rumah besar itu.

"Oh itu, aku... Aku mendapatkannya dari Kak Maher." Mira terlihat menjadi kikuk, "Kak Edi memberikan kunci cadangan rumahnya kepada Kak Maher. Seperti yang kubilang, mereka memang sangat dekat apalagi selalu mendapatkan kerjaan bareng."

"Saat ini kita seperti masuk rumah sendiri dengan cara sembunyi-sembunyi," Airel tertawa pelan.

"Kau tak mencurinya, kan?" ledek Airen ke Mira.

"Tentu saja tidak. Aku meminjamnya," jawab Mira gugup.

"Apa kau yakin mereka tidak akan pulang sebelum kita selesai mencari petunjuk di rumah ini?" tanya Airen untuk memastikan.

"Kak Edi ada pertemuan dengan klien nanti siang. Kak Maher sudah memastikan kalau Kak Edi akan terus bersama dengannya hari ini. Sedangkan Anggi, ia ada kelas hari ini sampai sore. Aku juga telah meminta salah satu teman sekelasnya untuk memantaunya."

"Lumayan juga rencanamu," ledek Airen lagi.

Mereka pun memasuki rumah besar itu. Pandangan Airel dan Airen menyisir seisi ruangan. Berbeda dengan Mira yang hanya terlihat biasa saja. Setidaknya ia bukan pertama kali masuk ke rumah itu.

Rumah besar yang berantakan. Itu kesan pertama yang ada di kepala Si Kembar. Di ruang tengah masih banyak makanan dan snack yang masih berserakan, beberapa botol minuman keras berbagai merek juga masih terisi meskipun sudah terbuka. Sebuah seloki tergeletak begitu saja di atas karpet dan televisi juga masih menyala.

Beberapa saat kemudian Airel mematung di dekat dinding yang terdapat pajangan foto keluarga. Ia begitu heran dengan orang-orang yang ada dalam gambar tersebut. Ada tiga orang laki-laki dan dua orang perempuan. Airel mengenal dua di antaranya.

“Itu pasti Anggi dan Edi," Airen mendekati Airel dan menunjuk orang yang ia maksudkan.

"Mungkin," jawab Airel ketus.

"Apa ini keluarga mereka? Lalu siapa anak kecil itu?” tanya Airen.

“Iya. Itu keluarga mereka," jawab Mira, "Anak yang paling kecil bernama Chandra. Itu adik mereka.”

"Di mana Chandra sekarang?” tanya Airel.

"Sudah meninggal," jawab Mira singkat.

"Ada yang kau ketahui tentang Chandra?" selidik Airel.

Mira menatap ke arah Si Kembar hingga pandangan mereka beradu. “Chandra mengalami kelainan mental, ia sulit berkomunikasi dan mengekspresikan kemauannya. Saat ia menginginkan sesuatu, maka harus dituruti. Bila tak terpenuhi, ia selalu menyiksa dirinya sendiri. Ia akan berguling-guling, menggigit jarinya, bahkan memukul-mukul kepalanya sendiri," urai Mira.

"Apakah keluarga ini menerima kehadiran Chandra dengan baik?" tanya Airel lagi.

"Setauku Anggi sangat menyayanginya. Ia sangat terpukul saat kehilangan Chandra untuk selamanya. Berbeda dengan Kak Edi, ia merasa Chandra adalah penyebab awal rusaknya keluarga ini. Pertengkaran kedua orang tua mereka sering terjadi karena saling menyalahkan tentang kelainan yang dialami Chandra. Namun setelah Chandra meninggal karena kecelakaan, pertengkaran pun bukannya reda malah semakin menjadi-jadi. Dan akhirnya kedua orang tua mereka memilih bercerai.”

Airen berjalan pelan sambil memegang dagunya. Ia menuju ke arah Mira lalu berbalik lagi. "Kasihan juga Anggi. Namun ada yang menggelitik bagiku. Jika Edi membenci Chandra, kenapa masih ada foto ini di rumahnya?"

"Aku tidak tau," jawab Mira.

"Penjelasan yang masuk akal adalah Anggi yang mempertahankan foto ini. Lagi pula jika kita melihat letaknya, foto ini tidak akan mudah terlihat dari ruangan depan atau tengah. Edi memang seorang Arsitek, tapi ia tak mementingkan detil letak foto ini. Itu artinya cerita Mira mungkin saja benar," jelas Airel.

"Kenapa aku harus mengatakan hal yang salah?" protes Mira.

"Kau tak perlu tersinggung," sela Airel.

Mira terdiam.

Mira dan Si Kembar pun memutuskan untuk menyusuri kamar Edi. Mereka melihat kunci masih tergantung di pintu kamar. Mereka pun masuk dan mendapati kamar bak kapal pecah. Bau apak menguar memenuhi kamar. Banyak barang tidak terletak pada tempatnya. Mereka juga menemui beberapa majalah dewasa di atas tempat tidur dan beberapa kaset porno produksi Prancis di atas nakas.

"Ternyata masih ada orang yang menggunakan barang seperti ini di era digital," cibir Airen.

“Aku tidak peduli mengenai itu. Dia memang lelaki mesum, jadi bukan hal yang aneh," sanggah Mira. Ia menutup mulutnya dengan sapu tangan, "Aku hanya heran bagaimana bisa ada seorang Arsitek sejorok ini? Padahal penampilannya sangat necis."

Airel tersenyum tipis. “Dia terbiasa dengan kehidupan enaknya dulu."

"Sebentar!" Mira seperti mengingat-ingat. "Seingatku mereka memiliki asisten rumah tangga tidak tetap. Semacam jasa tukang bersih online. Ia hanya akan kemari jika Kak Edi menyuruhnya datang."

"Menarik!" seru Airel.

Mereka pun memutuskan untuk memeriksa kamar Anggi di lantai dua. Berharap kamar tersebut juga tidak dikunci. Sesampainya di atas, tak terlihat ada kunci tergantung di pintu kamar. Mira berinisiatif untuk mengeceknya. Barangkali hanya tertutup rapat. Prediksinya tak keliru. Kamar itu tidak terkunci.

"Tunggu!" perintah Airel saat Mira sudah membuka sedikit pintu kamar itu.

"Kenapa?" tanya Mira heran.

"Kunci pintu itu rusak. Pintu ini pernah dibuka paksa. Lihatlah lubang kuncinya!"

Mira mendengus pelan, "Itu tidak penting, Rel. Isi dalamnya jauh lebih penting." Mira langsung membuka pintu kamar itu lebar-lebar.

Saat pintu kamar terbuka, Mira tampak syok. Roman ngeri kentara di wajahnya. Ia perlahan berjalan mundur sambil menutup mulut dengan kedua tangannya. Si Kembar mengerti mengapa sikap Mira demikian.

Airel dan Airen saling bertatapan sambil mengeluarkan sarung tangan dari tasnya.

"Kita tak boleh merusaknya," ujar Airel tersenyum sambil mengenakan sarung tangannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status