Di dalam ruang tamu, Dave duduk dengan menatap penuh amarah pada wanita cantik yang sedang duduk di hadapannya."Ada perlu apa kamu datang bertamu sepagi ini? Bukankah semalam sudah jelas semuanya?""Dave, jangan seperti itu. Aku hanya ingin datang berkunjung dan makan bersama dengan kalian. Apa salahnya dengan keinginanku ini? Bukankah keluarga kita sudah dekat dari dulu? Dan kita juga bisa dikatakan lebih dekat dari teman biasa. Aku rasa wajar-wajar saja jika kita makan bersama dengan keluargamu di rumahmu," tutur Sheila dengan bijak, tanpa marah sedikit pun pada pria yang sedang didekatinya.Dave semakin marah padanya. Tatapan matanya seolah ingin menghabisinya. Hanya saja dia masih bisa menahan amarahnya, sehingga dia bisa menguasai emosinya. Dalam waktu singkat itu, Dave berusaha berpikir untuk menyingkirkan Sheila tanpa harus menyakiti atau pun berbuat kasar padanya."Sheila, aku tahu apa maksudmu melakukan ini semua. Tapi, sayangnya aku tidak bisa menerimamu. Untuk alasannya, a
Dave menoleh ke arah balkon kamar adiknya, setelah mendengar pertanyaan dari wanita yang telah melahirkan putranya. Dia menatap wajah cantiknya, dan tersenyum padanya, hingga terdapat semburat merah pada wajah sang adik ipar."Dari awal aku memang tidak ada perasaan padanya. Hanya saja dia yang selalu menempel padaku. Parahnya, dengan alasan kerja sama perusahaan kami, papanya menjadikan itu sebagai ancaman untuk menjodohkan kami. Dan sekarang, aku sudah tidak ada ketakutan lagi. Proyek kerja sama kita sudah selesai. Jadi, aku bisa dengan tegas menolaknya."Celine tidak bisa berkata-kata. Penjelasan dari sang kakak ipar membuat perasaannya bercampur aduk. Hatinya merasa bahagia, seperti ada taman bunga yang sedang bermekaran di sana, dan dalam perutnya seolah digelitik oleh ribuan kupu-kupu yang berterbangan dengan riangnya.Tatapan mata Dave yang seolah menyatakan akan perasaannya, dapat dirasakan dengan mudahnya oleh sang adik ipar. Celine terkesiap, dia
Samar-samar terdengar suara perdebatan antara sang suami dengan kakaknya. Celine memasang indera pendengarnya, berusaha untuk mendengarkan percakapan antara kakak beradik tersebut.Semakin lama, hatinya merasa semakin sakit tatkala mendengar semua perkataan sang suami yang terasa menyesakkan hatinya.'Seandainya saja kamu mengatakan pada Dave akan tetap mempertahankan aku dan Hero meskipun dia bukan putramu, karena kamu menyayanginya dan menginginkan kami sebagai keluargamu, pasti aku tidak akan sesakit ini. Dan juga, wanita itu. Seandainya saja dia tidak selalu mengganggu kita, mungkin aku masih bisa memaafkan kesalahanmu saat aku pertama memergoki kalian, karena aku juga mempunyai kesalahan yang sama, meskipun tidak disengaja. Tapi, tidak jika itu sudah berulang kali. Akan berbeda cerita, karena kamu lebih banyak mencurangi aku,' batin Celine dengan mata yang berkaca-kaca.Hatinya merasa sakit. Dadanya merasakan sesuatu yang menyesakkan, hingga air mata menetes begitu saja tanpa per
Tatapan mata Celine mengarah pada sang suami yang sedang sibuk dengan laptopnya di sofa. Sean pun menoleh ke arah sang istri yang sedang menonton televisi di atas ranjang. Sedangkan buah hati mereka sedang tertidur nyenyak dalam box bayi yang terletak tidak jauh dari ranjang mereka."Tidak. Aku tidak tahu apa-apa, Sayang. Demi Tuhan aku tidak menyuruhnya datang ke sini, apalagi malam-malam seperti ini," tutur Sean dengan sungguh-sungguh.Celine melihat kejujuran dari mata suaminya. Hanya saja dia tidak bisa menerima kehadiran wanita selingkuhan sang suami yang selalu datang mengganggu kehidupan mereka. Dadanya kembali bergemuruh, mengingat semua perilaku mantan tunangan sang suami yang kini menjadi selingkuhannya.Melihat reaksi sang istri yang hanya diam saja tanpa menanggapi perkataannya, Sean beranjak dari duduknya, dan bergegas keluar kamar untuk menemui wanita yang saat ini dibencinya. Langkah kakinya memperlihatkan betapa marahnya dia saat ini. Bahkan melalui hentakan kakinya, d
Celine hanya diam, tanpa menjawab pertanyaan dari suaminya. Wanita cantik yang sedang melampiaskan sakit hatinya itu, menginginkan agar sang suami membaca isi dalam amplop tersebut secara keseluruhan, dan segera menandatanganinya. Akan tetapi, Sean hanya melihat dan membacanya saja. Sepertinya dia tidak berniat untuk membubuhkan tanda tangan pada kertas yang sedang dipegangnya."Apa kamu yakin dengan ini semua?" tanya Sean dengan mata yang berkaca-kaca.Anggukan kepala sang istri membuat bibir Sean bergetar, sehingga tidak mampu mengeluarkan kata-kata. Sedih dan kecewa yang sedang dirasakannya saat ini. Hatinya begitu hancur menerima surat perceraian dari sang istri yang bahkan sudah ditandatanganinya.Sean memejamkan matanya, dan menetralkan perasaannya. Setelah itu, dia kembali membuka matanya, dan menatap serius pada sang istri."Aku tahu jika kesalahanku sangat besar. Tapi, bukankah kamu bisa memaafkannya? Aku sudah berubah, Sayang. Aku sudah tidak bersama dia lagi. Bahkan aku sud
"Tidak. Aku tidak akan menunda atau membatalkannya. Aku tidak mau kamu kecewa lagi padaku. Bukankah aku semalam sudah berjanji padamu untuk mengikuti semua permintaanmu?" Tatapan mata Sean terlihat tulus di mata sang istri. Kali ini putra kedua dari keluarga Mayer tersebut memang benar-benar ingin memperbaiki kesalahannya. Tentu saja ada alasan dibalik semua itu. Akan tetapi, setiap dia akan kembali bersikap sesuai jalur lurusnya, maka saat itu juga akan ada batu sandungan yang siap untuk menjegalnya.Memang tidak mudah menjadi orang baik. Dia pun meyakini hal itu. Sayangnya, kesabaran hati seorang Sean Mayer tidak seluas samudera. "Baiklah. Lakukan semuanya sesuai petunjuk mereka. Semoga hasilnya seperti yang kamu inginkan," tutur Celine dengan dihiasi senyuman manisnya.Seketika dahi Sean mengernyit. Dia menatap serius pada sang istri, dan berkata,"Kamu? Bukannya kita? Jadi, keinginanku dan keinginanmu berbeda? Apa kamu tidak menginginkan jika Hero adalah anak kandungku?" Sonta
Keluarga Mayer merupakan salah satu keluarga terhebat di negara ini. Tak ayal di rumah sakit pun mereka mendapatkan perlakuan khusus sebagai pasien VVIP. Ketika Sean dan keluarga kecilnya sedang melakukan tes kesehatan, pihak dari rumah sakit pun secara langsung memberikan fasilitas satu kamar VVIP untuk ruang istirahat mereka, meskipun Sean dan keluarga tidak memintanya. Bukan hanya itu saja, bahkan direktur rumah sakit tersebut merupakan dokter ahli bedah, secara langsung menemui Sean dan keluarga kecilnya di kamar yang telah mereka sediakan. Sambutan dan prioritas seperti inilah yang sangat diinginkan oleh Raisa. Sebelum dia memutuskan tali pertunangannya dengan Sean, dia telah mengetahui hal-hal semacam ini secara keseluruhan. Tentu saja dia sangat bangga menjadi calon istri seorang Sean Mayer, karena keluarganya tidak pernah mendapatkan prioritas seperti itu, meskipun tidak dalam keadaan bangkrut. Saat ini, dokter wanita yang telah menangani segala macam tes kesehatan Sean, te
Dokter pria paruh baya yang berada di sebelah sang dokter wanta tersebut menatapnya dengan penasaran, seraya berkata, "Kenapa, dok? Apa ada yang salah?" Dokter wanita itu tersenyum kaku, sehingga terlihat sekali jika dia sedang memaksakan senyumnya, sembari melihat ke arah sang direktur, Sean dan Celine secara bergantian. Dalam hatinya berkata, "Bagaimana ini? Apa yang harus aku katakan pada mereka? Bagaimanapun aku harus mengatakan yang sebenarnya. Tapi, bagaimana jika nantinya malah terjadi masalah dalam keluarga mereka, dan aku yang disalahkan? Keluarga mereka bukan keluarga biasa. Apa aku harus menutupinya?' "Dok! Dokter Mona!" panggil dokter pria paruh baya tersebut dengan suara yang tertahan, seraya menatap ke arah sang dokter dan beralih ke Sean dan istrinya. Seketika dokter wanita tersebut terkesiap. Wajah ramahnya ditutupi dengan lembaran kertas yang dipegangnya. Dia menggigit bibir bawahnya, dan memejamkan mata, untuk menetapkan keputusannya. Setelah beberapa detik