Home / Fantasi / Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin / Bab 157. Takhta yang Menunggu

Share

Bab 157. Takhta yang Menunggu

Author: Quennnzy
last update Last Updated: 2025-09-11 18:42:27

Udara di dalam ruangan itu masih dipenuhi sisa-sisa cahaya dari cermin yang pecah. Partikel-partikel kecil melayang, berkilau bagai bintang jatuh yang terjebak di dalam gua. Tapi di antara keindahan itu, ada keheningan yang berat, hening yang datang setelah sesuatu berakhir, sekaligus pertanda bahwa sesuatu yang lebih besar sedang dimulai.

Alura berdiri di tengahnya. Tubuhnya bergetar, tapi bukan karena lemah. Justru sebaliknya, ada kekuatan baru yang berdenyut di dalam darahnya. Aura yang melingkupinya bukan lagi api merah yang liar atau kegelapan hitam yang menakutkan. Kini keduanya menyatu, melahirkan cahaya merah-hitam yang berkilau dengan semburat emas di tengahnya.

Rafael memandangnya lama. Tatapan mata dinginnya tidak berubah, namun ada sesuatu di dalamnya, pengakuan. Ia akhirnya melihat Alura bukan sekadar seseorang yang harus ia jaga atau lawan, tapi benar-benar sosok yang berdiri sejajar dengannya.

“Ratu,” katanya pelan, seolah sedang menguji kata itu di lidahnya.

Arga m
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 158. Jalan Menuju Takhta

    Langkah pertama terasa ringan, hampir seperti berjalan di udara. Jalan bercahaya itu tidak terbuat dari batu atau tanah, melainkan dari cahaya dan bayangan yang saling berpilin, membentuk pijakan kokoh di tengah kehampaan. Setiap langkah Alura membuat jalan itu bergetar lembut, seolah dunia mengakui kehadirannya. Rafael berjalan di sisi kanan, dingin dan waspada, matanya tak lepas dari ujung jalan. Arga di sisi kiri, tenang tapi penuh keraguan yang ia sembunyikan di balik sorot matanya. Ketiganya melangkah tanpa banyak bicara, hanya suara gaung langkah mereka yang mengisi udara. Di sekeliling mereka, dunia tampak terbelah. Sebelah kiri, langit hitam penuh bintang yang bergerak pelan, seperti mata-mata yang mengintip dari kegelapan. Sebelah kanan, cahaya emas memancar, tapi terlalu terang hingga terasa menyakitkan, seolah ada sesuatu yang salah dengan kilau itu. “Ini bukan jalan biasa,” gumam Arga pelan. “Ini semacam pengadilan. Dunia sedang menguji apakah kau pantas duduk di takhta

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 157. Takhta yang Menunggu

    Udara di dalam ruangan itu masih dipenuhi sisa-sisa cahaya dari cermin yang pecah. Partikel-partikel kecil melayang, berkilau bagai bintang jatuh yang terjebak di dalam gua. Tapi di antara keindahan itu, ada keheningan yang berat, hening yang datang setelah sesuatu berakhir, sekaligus pertanda bahwa sesuatu yang lebih besar sedang dimulai. Alura berdiri di tengahnya. Tubuhnya bergetar, tapi bukan karena lemah. Justru sebaliknya, ada kekuatan baru yang berdenyut di dalam darahnya. Aura yang melingkupinya bukan lagi api merah yang liar atau kegelapan hitam yang menakutkan. Kini keduanya menyatu, melahirkan cahaya merah-hitam yang berkilau dengan semburat emas di tengahnya. Rafael memandangnya lama. Tatapan mata dinginnya tidak berubah, namun ada sesuatu di dalamnya, pengakuan. Ia akhirnya melihat Alura bukan sekadar seseorang yang harus ia jaga atau lawan, tapi benar-benar sosok yang berdiri sejajar dengannya. “Ratu,” katanya pelan, seolah sedang menguji kata itu di lidahnya. Arga m

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 156. Bayangan di Cermin

    Lorong itu berakhir pada sebuah pintu raksasa dari obsidian, hitam berkilau seperti kaca yang menyimpan malam. Ukiran di permukaannya berupa garis-garis melingkar, berpadu membentuk pola seperti jantung yang terus berdenyut. Setiap detak membuat ruangan bergetar. Alura berdiri di hadapannya, napasnya memburu. Tubuhnya masih lemah setelah ujian ketiga, tapi matanya tak gentar. Rafael di sampingnya, pedang siap di tangan, sementara Arga berdiri sedikit lebih dekat ke Alura, seolah ingin memastikan ia tidak roboh. “Ini dia,” bisik Alura. “Gerbang terakhir.” Suara pintu obsidian itu menjawab dengan retakan halus. Tanpa disentuh, ia membuka perlahan, mengeluarkan suara gesekan panjang yang membuat bulu kuduk berdiri. Dari celahnya, terpancar cahaya putih keperakan yang dingin, bukan terang yang menenangkan, tapi cahaya yang menguak segalanya. Mereka bertiga masuk. Ruangan di balik pintu tidak seperti yang lain. Tidak ada api, tidak ada simbol kuno, tidak ada jebakan yang terlihat. Han

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 155. Pilihan yang Tidak Pernah Mudah

    Lorong itu seakan tidak berujung. Langkah Alura bergema pelan, ditemani napas berat Rafael dan Arga yang setia berada di sisinya. Udara semakin dingin, berbeda dari panas api dan kegelapan yang mereka lalui sebelumnya. Dingin ini menusuk tulang, seolah menghisap kehangatan dari darah. Alura bisa merasakan setiap serabut ototnya menolak untuk bergerak lebih jauh, namun dorongan tak terlihat terus menyeretnya. “Tempat ini… tidak wajar,” bisik Rafael. Matanya menyapu dinding lorong yang mulai dipenuhi ukiran simbol berbentuk mata. Ribuan, berjajar, semuanya seakan mengawasi mereka. Arga menggenggam pedangnya erat. “Aku tidak suka tempat ini. Terlalu… sunyi. Seperti jebakan.” Alura tidak menjawab. Ia tahu, rasa waswas itu benar. Setiap simbol mata itu bukan sekadar ukiran mati, ia bisa merasakan tatapan mereka masuk menembus kulit, membaca isi kepalanya, isi hatinya. Akhirnya lorong terbuka pada sebuah ruangan bundar. Tak ada api, tak ada cahaya dari luar. Hanya satu sumber peneranga

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 154. Darah yang Tertinggal

    Lorong reruntuhan itu semakin dalam, dinding-dindingnya menutup rapat seakan menelan siapa pun yang berani masuk. Alura berjalan paling depan, cahaya api merah-hitam di tubuhnya menjadi satu-satunya penerang. Rafael dan Arga mengikuti di belakang, langkah mereka berhati-hati, mata tak henti menyapu kegelapan. Suasana terasa menekan. Udara begitu berat, bercampur dengan bau besi tua, darah kering, dan debu yang entah sudah berusia berapa ribu tahun. “Tempat ini seperti… penjara,” gumam Arga. Rafael menjawab dengan suara rendah. “Bukan penjara. Lebih tepatnya makam. Tapi bukan makam yang tenang, ini makam yang masih lapar.” Alura menoleh sekilas, jantungnya berdegup. Kata-kata Rafael terasa tepat. Setiap langkah membawa mereka semakin dekat pada sesuatu yang menunggu dengan sabar. Semakin dalam, lorong itu mulai melebar. Dari kegelapan, terbuka sebuah ruangan luas, atapnya tinggi menjulang, penuh dengan ukiran-ukiran aneh yang sudah pudar. Di tengah ruangan, ada sebuah lingkaran be

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 153. Ujian dari Bayangan

    Langkah mereka bergema di antara pepohonan terakhir sebelum hutan kelabu berakhir. Di depan mata, reruntuhan kota itu terbentang bagaikan luka yang terbuka di permukaan bumi. Pilar-pilar setengah runtuh menjulang, dinding-dinding batu yang retak seakan berusaha berdiri meski waktu sudah lama meninggalkan mereka. Alura menghentikan langkahnya. Ada sesuatu yang menggema di dalam kepalanya. Bukan suara manusia, melainkan bisikan yang menyerupai desir angin bercampur jeritan halus. “Tempat ini… masih hidup,” gumamnya. Rafael mengangguk singkat. “Tentu saja. Kota ini tidak pernah benar-benar mati. Ia menunggu pewaris yang layak.” Arga menatap reruntuhan itu dengan wajah tegang. “Pewaris?” Rafael melirik Alura. “Kau tahu maksudku. Setiap batu di tempat ini dibangun dengan darah iblis. Mereka tidak akan menerima siapa pun kecuali ratu mereka. Atau… menghancurkan siapa pun yang berani mengaku layak.” Alura mengepalkan tangannya. Ia bisa merasakan desakan dari dalam dirinya, api merah-hi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status