Home / Fantasi / Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin / Bab 77. Saat Segel Tak Lagi Membendung

Share

Bab 77. Saat Segel Tak Lagi Membendung

Author: Quennnzy
last update Last Updated: 2025-08-02 18:41:08

Langit tak memiliki warna. Hanya abu-abu yang membentang seperti kenangan yang tak selesai. Di depan mereka, sebuah ruang terbuka tanpa dinding, tanpa batas. Tidak ada gerbang. Tidak ada pintu. Hanya lantai retak yang tampak seperti nadi dunia, berdetak lambat.

Alura menggenggam tangan Rafael. Jemarinya dingin, seperti selalu. Tapi untuk pertama kalinya, genggaman itu terasa goyah.

"Aku tak tahu apa yang kita hadapi lagi," bisik Alura. "Apakah ini... masih bagian dari labirin itu?"

Rafael menunduk. "Bukan labirin. Ini tubuh kita sendiri. Inilah tempat semua segel itu tertanam."

Tiba-tiba suara retakan terdengar. Bukan dari tanah, melainkan dari dalam tubuh Alura. Sesuatu dalam dirinya memecah seperti kaca pecah dalam diam. Ia memegangi dadanya, lalu terjatuh berlutut.

"Ada yang..." Alura mencengkeram tanah. "Arga... Dia belum sepenuhnya hilang."

Rafael menoleh cepat. Matanya menajam, tapi bukan karena terkejut. Melainkan karena ia sudah tahu.

"Jiwanya... tercecer. Bukan di tubu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 78. Di Ujung Nama yang Terhapus

    Langit di dalam Gerbang Kedua Belas perlahan berubah warna. Bukan merah atau hitam seperti gerbang-gerbang sebelumnya, tapi biru tua keunguan seperti malam yang menahan napasnya. Warna langit yang tidak pernah ada di dunia luar. Seolah gerbang ini tidak dibangun dari batu atau sihir, tapi dari ingatan yang tidak ingin dikenang. Alura terduduk di tanah, tangannya masih bergetar. Retakan di kulitnya belum lenyap. Di dalamnya, garis-garis tipis seperti urat menyala, membentuk simbol-simbol yang bergerak, saling mengikat, lalu menghilang sebelum bisa dibaca. "Ini bukan hanya nama," gumamnya. "Ini... sejarah. Tapi bukan sejarahku saja." Suara anak itu telah menghilang. Tapi lingkaran hitam yang ia tinggalkan masih membara di tanah. Setiap helai cahaya dari retakan tubuh Alura tertarik ke lingkaran itu, seperti darah yang tertumpah menuju akar yang haus. Lalu suara lain terdengar. Lembut. Seperti bisikan dari dalam dadanya sendiri. "Kau bukan satu. Tapi kau dipaksa untuk menjadi satu.

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 77. Saat Segel Tak Lagi Membendung

    Langit tak memiliki warna. Hanya abu-abu yang membentang seperti kenangan yang tak selesai. Di depan mereka, sebuah ruang terbuka tanpa dinding, tanpa batas. Tidak ada gerbang. Tidak ada pintu. Hanya lantai retak yang tampak seperti nadi dunia, berdetak lambat. Alura menggenggam tangan Rafael. Jemarinya dingin, seperti selalu. Tapi untuk pertama kalinya, genggaman itu terasa goyah. "Aku tak tahu apa yang kita hadapi lagi," bisik Alura. "Apakah ini... masih bagian dari labirin itu?" Rafael menunduk. "Bukan labirin. Ini tubuh kita sendiri. Inilah tempat semua segel itu tertanam." Tiba-tiba suara retakan terdengar. Bukan dari tanah, melainkan dari dalam tubuh Alura. Sesuatu dalam dirinya memecah seperti kaca pecah dalam diam. Ia memegangi dadanya, lalu terjatuh berlutut. "Ada yang..." Alura mencengkeram tanah. "Arga... Dia belum sepenuhnya hilang." Rafael menoleh cepat. Matanya menajam, tapi bukan karena terkejut. Melainkan karena ia sudah tahu. "Jiwanya... tercecer. Bukan di tubu

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 76. Langkah di Tanah Tanpa Bayangan

    Tanah itu tidak mengenal jejak. Alura melangkah pelan, tapi tak satu pun suara mengikuti. Tidak suara kaki menapak, tidak desir angin, bahkan tidak bayangan dirinya sendiri. Seolah tempat itu menolak mengakui keberadaan siapa pun. "Rafael..." bisiknya. Ia menoleh. Pria itu berjalan di sampingnya, sama heningnya, sama tak terlihatnya di permukaan yang putih kelabu, seperti pasir yang kehilangan warna. Mereka baru saja keluar dari pantulan jiwa gerbang ketiga belas, yang tak pernah disebutkan dalam legenda mana pun. Gerbang itu tak terukir dalam batu, tidak tertulis dalam kitab, tidak terpatri di langit malam. Karena gerbang itu bukan pintu, melainkan kesadaran. Alura tak tahu apakah dirinya telah selamat atau justru hilang seluruhnya. Ia bisa merasakan tubuhnya, tapi di dalam dirinya ada sesuatu yang hampa. Bukan kekosongan seperti saat kehilangan. Tapi kekosongan seperti ruang yang menunggu untuk diisi ulang. "Aku merasa... aku bisa bernapas," katanya lirih. "Tapi entah kenapa,

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 75. Ingatan yang Tak Pernah di Undang

    Langkah pertama Alura ke dalam lorong itu seperti menginjak pusaran waktu. Aroma tanah basah bercampur abu memenuhi hidungnya. Cahaya kehijauan yang berpendar di dinding-dinding terowongan seolah bukan berasal dari sumber cahaya biasa, tapi dari ingatan yang membusuk dan membisik dalam diam. Rafael menahan pundaknya. “Kau yakin ini bukan jebakan?” “Aku yakin… aku harus tahu,” jawab Alura pelan. “Jika ini semua dimulai dari aku, maka hanya aku yang bisa mengakhirinya.” Di belakang mereka, bayangan kabut itu mulai memudar, seperti tugasnya sudah selesai. Tapi kata-katanya masih menggantung: "Gerbang ketigabelas tidak dibuka dengan kekuatan, melainkan dengan pengakuan." Mereka menuruni lorong itu bersama. Tapi setiap langkah membawa perubahan: suhu tubuh Alura menurun, dan warna kulitnya perlahan kehilangan rona hangatnya. Tangannya gemetar, tapi bukan karena takut melainkan karena tubuhnya mengenali tempat ini. Tulangnya. Darahnya. "Ada sesuatu di bawah sini," gumam Rafael, meraba

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 74. Nafas yang Terjebak di Dalam Batu

    Langkah mereka merambat dalam gelap. Bukan gelap biasa, tapi gelap yang seolah punya kedalaman sendiri gelap yang terasa hidup, yang mengamati setiap gerakan mereka. Tak ada dinding. Tak ada lantai. Tapi setiap pijakan seolah menyentuh sesuatu. Sesuatu yang bernapas. Alura memperlambat langkah. Telinganya menangkap suara aneh, seperti desahan panjang, berat, dan ritmis. Nafas? “Rafael,” bisiknya. “Kau dengar itu?” “Iya.” Rafael menarik belatinya perlahan, ujungnya gemetar oleh energi yang menyusup dari celah-celah udara. “Ada yang hidup di sini.” “Bukan hanya hidup,” Alura memejamkan mata sejenak. “Ada yang terbangun.” Suara desahan itu semakin jelas. Di tengah kegelapan, mulai muncul bentuk: dinding batu melengkung, akar-akar menggantung seperti rambut tua, dan di pusatnya sebuah batu besar menyerupai dada manusia, naik-turun perlahan, seolah sedang menarik nafasnya sendiri. Itu bukan batu. Itu tubuh. Sesuatu yang sangat besar, terperangkap, mungkin sejak ribuan tahun lalu. A

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 73. Jejak Diri yang Terbelah

    Langkah Alura menyentuh tanah berlumur kabut. Suara detak jantungnya tak lagi hanya miliknya sendiri seperti gema dari jiwa-jiwa yang tertinggal di balik gerbang. Cahaya samar dari kristal di pergelangan tangannya berkedip pelan, seolah merespons energi yang berubah di sekitarnya. Rafael berdiri tak jauh dari situ, tubuhnya diam, tapi sorot matanya menyapu ruang. Di sinilah tempat yang disebut dalam naskah kuno sebagai Pantulan Jiwa dimensi di antara, tempat jiwa menghadapi bayangan diri yang pernah mereka tolak, sembunyikan, atau bahkan kubur dalam-dalam. "Apakah ini … pantulan dari siapa kita yang sebenarnya?" suara Alura nyaris seperti bisikan. Rafael menatap lurus ke depan, ke sebuah sosok yang perlahan muncul dari kabut. "Tidak. Ini adalah pantulan dari siapa kita takut menjadi." Kabut itu menipis perlahan, memperlihatkan seorang perempuan dengan rambut sehitam malam, mengenakan gaun beludru merah darah. Tatapannya tajam, senyumnya miring seperti mencemooh dunia. Alura terpak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status