Beranda / Urban / Rayuan Maut Para Tetanggaku / Bab 122. Godaan tetangga

Share

Bab 122. Godaan tetangga

Penulis: Galaxybimasakti
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-02 22:44:30

Aku melepaskan gendonganku dari Mbak Susi. Aku kira ada hewan buas, seperti tokek atau bahkan buaya mungkin.

“Ada cicak, Mas,” katanya, masih dengan napas terengah-engah.

“Aku kira apaan, Mbak Susi takut sama cicak?” tanyaku, sedikit geli.

“Iya, Mas. Takut banget. Makanya aku di unit punya alat pengusir cicak,” katanya sambil merapikan pakaiannya yang terbuka.

“Kan cicak nggak akan menggigit, Mbak. Tapi di unit ada suami Mbak, kan? Kenapa nggak minta tolong suami?” tanyaku.

“Ada, tapi suamiku pulang malam, Mas. Ya sudah, aku pamit, Mas. Tapi cicaknya sudah pergi, kan?”

Aku memeriksa ambang pintu. “Sudah, tenang saja. Justru cicak yang takut sama manusia.”

“Aku pernah waktu tidur, cicak jatuh tepat ke mukaku sampai hampir ke makan, makanya aku trauma,” katanya, membuatku tak bisa menahan tawa.

“Berarti Mbak tidurnya mangap, ya?” godaku.

“Ihhh, nggak! Ya sudah, Mas, aku ke unitku dulu,” katanya.

Mbak Susi pun keluar dari unitku, tetapi berjalan sambil mengendap-endap, takut ada cicak la
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Rayuan Maut Para Tetanggaku   Bab 156. Gairah penuh amarah

    Dia beberapa kali tersedak dan muntah tapi tetap aku tahan. Tangannya mencoba mendorong tubuhku, hingga saat benda pusakaku hampir semuanya masuk, aku keluarkan.Nafasnya tersengal-sengal, ia menarik nafasnya dalam-dalam. Air matanya berlinang, hingga dia terbatuk-batuk."Ayo lagi sayang! Masukin lagi yang dalam, enak banget mulutmu." kataku, menyodorkan benda pusakaku."Bentar Mas aku nafas dulu, kamu terlalu keras menekannya." suaranya bergetar dan ngos-ngosan."Saking enaknya sayang, ayo lagi!" aku terus merayu, menepuk-nepuk benda pusakaku pada wajahnya.Hingga akhirnya dia kembali membuka mulutnya. Begitu benda pusakaku masuk, langsung aku dorong hingga membuatnya tersentak dan melepaskan benda pusakaku."Udah Mas, ampun!" katanya mulai menyerah."Kok nyerah gitu saja, ayo dong lagi! Katanya mau di bikin lemes, emut lagi sayang. Kalau kamu memang suka sama aku, kamu harus mau melayaniku. Masa mau kalah sama yang lain," rayuku, sambil mengocok benda pusakaku.Hingga dia kembali me

  • Rayuan Maut Para Tetanggaku   Bab 155. Nafsu liar

    Keesokan harinya, aku memulai Live Streaming di Tok-Tok saat jam istirahat gym. Aku sengaja hanya memakai singlet putih yang sangat ketat dan basah oleh keringat setelah sesi latihan bahu. Kamera kuarahkan dari sudut bawah agar otot-ototku terlihat lebih menonjol."Terima kasih untuk Lion-nya, Kak Siska! Terima kasih untuk Rose-nya!" kataku sambil tersenyum menggoda ke arah kamera. Jumlah penonton melonjak drastis tembus 10.000.Tiba-tiba, pintu gym terbuka lebar. Segerombolan wanita muda dengan pakaian sporty yang sangat modis masuk dengan berisik. Ternyata mereka adalah "Bima Angels", sebutan untuk penggila kontenku di Tok-Tok."Kak Bima! Akhirnya ketemu!" teriak salah satu dari mereka, seorang selebgram lokal bernama Keisha.Ia langsung menghampiriku tanpa ragu, memeluk lenganku yang masih basah keringat dan menempelkan tubuhnya untuk berfoto. "Aduh, aslinya lebih keras ya ototnya," katanya sambil terkikik nakal, tangannya sengaja meraba dadaku di depan kamera live yang masih menya

  • Rayuan Maut Para Tetanggaku   Bab 154. Cumbuan siasat

    Aku mencoba tetap sopan dan profesional, meskipun rasanya risih juga. "Maaf ya Kak, satu-satu saja fotonya. Jangan ganggu member lain yang lagi latihan ya."Bang Hadi hanya tertawa dari kejauhan. Tapi di tengah keramaian itu, aku melihat ada seorang pria berdiri di sudut gym. Dia memakai topi, kacamata hitam, dan masker. Dia hanya berdiri diam sambil menatapku tajam. Perasaanku tidak enak. Apa itu orang yang memberikan iPhone dan memasang penyadap di rumahku?Saat aku akan menghampirinya, pria itu langsung buru-buru keluar. Aku ingin mengejarnya tapi ditahan sama fans cewek yang ingin foto.Malamnya saat mau pulang ke apartemen, aku makin merasa hidupku ini penuh bahaya dan godaan. Saat keluar dari lift, pintu unit Mbak Susi terbuka sedikit. Mbak Susi berdiri di sana hanya memakai handuk saja, seperti habis mandi."Mas Bima... baru pulang ya? Duh, keran air di dapur Mbak bocor lagi nih, airnya ke mana-mana. Mas Bima kan kuat, tolongin Mbak sebentar dong di dalam," goda Mbak Susi sambi

  • Rayuan Maut Para Tetanggaku   Bab 153. Strategi rayuan

    Suara gedoran pintu dari Vina di luar unitku terdengar sangat keras, memecah kesunyian lorong apartemen yang biasanya hanya diisi suara bising AC. Di tanganku, alat penyadap kecil itu masih berkedip-kedip, seolah-olah mata merah itu sedang menertawakanku. Aku harus tenang. Aku tidak boleh panik. Aku sudah memutuskan untuk menghadapi ini dengan kepala dingin."Mas Bima! Buka pintunya! Aku tahu kamu di dalam! Jangan pura-pura budek ya!" teriak Vina lagi. Suaranya melengking tinggi, kedengarannya dia sedang emosi berat.Aku menarik napas panjang, mencoba menenangkan jantungku yang berdegup kencang. Rencanaku harus dimulai sekarang. Seperti yang kupikirkan semalam, menghadapi orang gila seperti Vina tidak bisa menggunakan otot. Harus menggunakan rayuan. Aku memasukkan alat penyadap itu ke saku celana dan menyimpan iPhone terbaru pemberian si penguntit misterius ke dalam laci meja, lalu menguncinya.Aku melangkah perlahan dan membuka pintu. Begitu pintu terbuka sedikit, Vina langsung mendo

  • Rayuan Maut Para Tetanggaku   Bab 152. Masalah kembali datang

    Setelah membersihkan diri dan beristirahat sejenak, aku melangkah keluar dari unit apartemen dengan kewaspadaan tingkat tinggi. Jaket hoodie menutupi kepalaku, dan langkahku kupercepat menuju area parkir. Beruntung, hingga aku memacu motor keluar dari gerbang apartemen, sosok Vina tidak terlihat. Namun, perasaan diawasi itu tetap ada, menempel di tengkukku seperti hawa dingin yang tak kunjung hilang.Sesampainya di tempat gym, aroma keringat dan dentuman musik upbeat menyambutku. Bau ini biasanya memberiku energi, tapi hari ini terasa sedikit menyesakkan karena beban pikiran yang menumpuk."Woi, anak Bandung sudah balik!" teriak Bang Hadi dari meja kasir. Wajahnya berseri-seri, ia tampak baru saja menghabiskan sisa kopinya. "Gimana kabar Ibu? Oleh-oleh buat gue mana?"Aku terkekeh, menyalami pria yang sudah kuanggap kakak sendiri itu. "Aman, Bang. Salam dari Ibu sudah disampaikan. Tenang, peuyeum sama rengginang ada di tas, nanti kita makan bareng pas istirahat.""Mantap! Ya sudah, ga

  • Rayuan Maut Para Tetanggaku   Bab 151. Kembali ke Jakarta

    Malam di Desa Sukamaju semakin larut, namun keheningan yang menyelimuti perkampungan ini tidak mampu meredam kegaduhan yang berkecamuk di dalam dadaku. Udara dingin yang merayap menembus dinding-dinding kayu rumah seolah membekukan setiap sel sarafku, tapi pikiranku justru mendidih. Aku bangkit dari ranjang tua yang berderit, melangkah sepelan mungkin agar tidak membangunkan Ibu atau Alisa, lalu keluar menuju teras depan.Aku duduk di kursi kayu yang sudah mulai lapuk, menatap kegelapan pematang sawah di kejauhan. Di bawah sinar bulan yang temaram, aku merenungi ancaman Vina. Video dan foto itu adalah bom waktu. Jika aku menghadapinya dengan amarah, dia akan meledak dan menghancurkan segalanya—karirku, studiku, dan yang paling menakutkan, kehormatan keluargaku di mata Ibu.Aku tidak boleh memakai otot kali ini, batinku sambil mengepalkan tangan. Vina adalah tipe wanita yang haus akan pengakuan dan kasih sayang yang obsesif. Jika aku ingin menghapus bukti itu, aku harus masuk ke dalam

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status