Share

9. Afternoon Tea with Kai

Hola, happy reading and enjoy!

Chapter 9

Afternoon Tea with Kai

Hanya berselang tiga hari setelah pertemuannya dengan Nenek Gu di pemakaman, Shashi pergi ke kedai teh karena wanita tua itu ingin ditemani minum teh lagi. Untungnya semua pekerjan menata studio hari ini sudah selesai meskipun masih ada beberapa yang perlu dibenahi. Tetapi, itu bisa dikerjakan besok.

Beruntung Nenek Gu mengajaknya bertemu di kedai teh yang lokasinya tidak sulit untuk ditemukan, tempatnya berada tidak jauh dari stasiun kereta listrik.

Shashi memilih menggunakan kereta listrik meskipun sebenarnya dapat mengemudikan mobil sendiri untuk menuju kedai itu, atau meminta sopir mengantarkannya. Tetapi, ia justru memilih menggunakan transportasi agar lebih mengenal kota yang akan menjadi tempat tinggalnya hingga entah sampai kapan nanti.

Shashi tiba di kedai kopi lima belas menit sebelum waktunya, seharusnya ia tidak terlambat. Tetapi, fakta Nenek Gu telah berada di sana membuatnya terkejut.

Ia buru-buru melangkah menuju meja Nenek Gu. "Nenek, maafkan aku membuatmu menunggu," ucap Shashi seraya membungkuk hormat.

Nenek Gu menggelengkan kepalanya dan melambaikan tangannya, wanita itu tersenyum lebar dan matanya berbinar-binar. "Xiao Bao, kau tidak terlambat. Kau tepat waktu. Duduklah."

Shashi duduk di kursi di samping nenek Gu. "Bagaimana kabar Anda hari ini, Nek?" tanya Shashi.

"Aku sangat bersemangat hari ini," ujar Nenek Gu kemudian wanita tua itu terkekeh. "Aku menantikan hari ini."

"Oh, ya? Apa hari ini ada yang spesial?"

Nenek Gu menaikkan kedua alisnya. "Aku membawakan sesuatu untukmu, Xiao Bao."

Shashi mengerjap-ngerjapkan matanya menatap benda yang disodorkan kepadanya. "Nek... kau tidak seharusnya repot-repot membelikan aku hadiah."

"Aku ingat kau mengatakan jika kau berasal dari Henan dan bekerja di sini. Kau sendirian, kau jauh dari keluarga. Ingat, meskipun kau harus bekerja dan sangat sibuk kau harus memperhatikan kesehatanmu. Kau tampak agak kurus...."

Shashi melongo dibilang kurus. Menurut Shashi, tubuhnya tidaklah kurus, hanya menjaga berat badannya agar tetap dapat mengenakan pakaian yang disukainya.

"Minum ramuan herbal dan tonik sarang burung walet ini sangat baik untuk menjaga kesehatanmu," ujar Nenek Gu lagi.

Sudah terlalu lama ia tidak merasakan kasih sayang seperti itu, Shashi ingin sekali menangis dan memeluk Nenek Gu.

"Nenek Gu, terima kasih," ucapnya seraya sekuat tenaga menahan rasa haru yang nyaris tidak terbendung.

Nenek Gu tersenyum puas. "Jangan sungkan padaku. Jika kau kesulitan di kota ini, beritahu aku."

Shashi mengangguk. Meskipun Nenek Gu adalah orang asing yang baru dijumpai dua kali, ia merasakan kesejukan dari kata-kata wanita itu dan ketulusan pada sorot mata wanita itu?

"Tahun baru juga akan segera tiba, apa kau sudah membeli pakaian baru untuk menyambutnya?"

Pertanyaan Nenek Gu bagaikan palu godam yang memukul perasaan Shashi. Sudah terlalu banyak malam yang dilalui tanpa keluarga di Milan, dan selama itu tidak ada perayaan tahun baru. Sepertinya tahun ini juga begitu. Jadi, seperti tahun-tahun sebelumnya Shashi tidak akan membeli apa-apa untuk merayakan tahun baru.

Tidak ada pernak-pernik hiasan Imlek, tidak ada acara kunjungan keluarga, tidak ada yang memberinya amplop hadiah, dan tidak ada acara berdoa untuk leluhur.

Ia akan menghabiskan malam tahun baru seperti malam-malam biasa, berpura-pura tidak ada apa-apa. Ia pernah melalui malam tahun baru dengan menggambar, memasang payet, dan pernah juga menggunting kain.

Kemudian paginya alih-alih menikmati pangsit yang dihidangkan bersama ikan nan lezat dan makanan tradisional lain seperti layaknya perayaan tahun baru, ia justru pergi ke restoran cepat saji tanpa An karena asistennya harus mendapatkan haknya untuk merayakan tahun baru bersama keluarganya di Tiongkok.

Namun, haruskah orang asing mengetahui kepahitan hidupnya selama ini? Shashi pikir tidak perlu. "Saya sudah membelinya, Nek," ujar Shashi.

"Bagus sekali," ucap Nenek Gu. "Andai saja aku memiliki cucu perempuan, pasti akan sangat menyenangkan jika dapat mengenakan Qipao yang sama."

Jadi, ini sebab Nenek Gu menggerutu karena memiliki cucu laki-laki? Shashi tersenyum. "Nenek, kau akan mendapatkan cucu menantu kelak. Jangan khawatir."

Nenek Gu terkekeh. "Cucu laki-lakiku benar-benar tidak bisa diandalkan, dia belum menikah di usianya yang menginjak tiga puluh dua tahun dan dia bahkan tidak bisa menjadi penerus usaha keluarga kami."

"Siapa yang kau maksud, Nek?"

Suara baritone itu mengejutkan Shashi, seorang pria dengan paras rupawan berdiri dengan kedua telapak tangan berada di dalam saku celananya. Rambutnya disisir ke belakang dan penampilannya luar biasa rapi.

"Jadi, ini alasanmu mengundangku minum teh sore ini? Untuk menyaksikan kau menggosipkan cucumu sendiri kepada seorang wanita cantik?"

Wen Kai. Nenek Gu adalah neneknya Dokter Wen? Shashi mengerjap-ngerjapkan matanya menatap Kai, sedangkan Nenek Gu terkekeh pelan.

"Akhirnya cucuku memiliki waktu untuk menemaniku minum teh," ucap Nenek Gu dan dari kilatan matanya, wanita tua itu terlihat sangat senang.

"Nenekku selalu menyesal karena ibuku melahirkan anak laki-laki. Katanya sih, anak laki-laki tidak asyik kalau diajak bermain Mahyong," ujar Kai seraya mendekati Nenek Gu dan mengecup pipi neneknya.

"Dan dia juga tidak mau meneruskan usaha keluarga, dia memilih menjadi Dokter. Itu berseberangan dengan ilmu obat-obatan herbal," ujar Nenek Gu. Sepertinya sangat kesal.

Kai meringis mendengar ucapan neneknya kemudian duduk di seberang meja. "Aku yakin tidak ada yang kebetulan di dunia ini," ia menatap Shashi dan tersenyum tipis. "Bagaimana kalian bisa saling kenal?"

Shashi mengerjap-ngerjapkan matanya dan bibirnya melongo. "Anda masih mengingat saya?" tanyanya kepada Kai.

"Jadi, kau sudah mengenal Xiao Bao?" tanya nenek Gu.

"Bagaimana aku bisa lupa pada pasienku yang cantik dan sekarang sukses menjadi seorang desainer di Eropa?" ujar Kai seraya tersenyum dan menaikkan sebelah alisnya kepada Shashi yang terlihat tegang.

***

Tian menatap layar MacBook-nya yang menampakkan grafik penjualan perusahaannya, ia hanya melirik sekilas ke arah ponselnya yang berdering untuk ke tiga kalinya. Pria itu sepertinya tidak ingin menjawab panggilan teleponnya dan membiarkan panggilan berakhir. Tetapi, ketika telepon di meja kerjanya berdering, ia segara menjawabnya.

"Tuan Muda, Nona Su ingin berbicara dengan Anda," ujar sekretarisnya memberitahu.

"Katakan aku sedang sibuk dan tidak bisa diganggu." Tian tidak tertarik dengan apa pun alasan Yenny menghubunginya.

"Tapi Nona Su mengatakan ada hal mendesak yang harus dibicarakan sekarang, Tuan," ucap sekretarisnya dengan cepat.

Memangnya apa yang harus dibicarakan lagi? Masalah gaun pesta? Bukankah Yenny telah bersikeras ingin menggunakan gaun rancangan Bao Shashi? Apa mungkin wanita itu berubah pikiran lagi? Atau mungkin justru Shashi yang tidak menerima pesanan gaun karena studionya belum siap secara menyeluruh.

Tian mendengus malas. "Sambungkan panggilannya," ucapnya dengan nada dingin dan dalam hitungan detik ia dapat mendengar suara Yenny.

"Tian, apa kau sibuk hari ini?" tanya Yenny.

Jika berbicara tentang kesibukan mungkin Tian adalah salah satu orang yang berharap perputaran bumi bisa sedikit lebih lambat agar waktu dalam sehari tidak hanya dua puluh empat jam. Pekerjaannya setiap hari nyaris tidak pernah selesai, semakin banyak saja.

"Ada apa?"

Yenny berdehem. "Nenekmu menginginkan pernikahan kita dilaksanakan sebelum festival perahu naga dan pertunangan resmi dilakukan setelah tahun baru China."

Tian mengerutkan keningnya, tidak masalah kapan pun bertunangan, atau menikah. Yang jadi masalah bukannya Yenny yang masih belum menemukan desainer untuk gaun pestanya?

"Aku berencana mengundangmu makan malam di rumahku." Yenny berdehem pelan. "Begini... maksudku-agar kita lebih nyaman membicarakannya."

"Ya. Akan kulihat jadwalku dulu malam ini." Tian menekan pelipis kiri menggunakan ibu jarinya. "Apa kau telah menemukan desainer gaunnya?"

"Ya. Asistenku telah menghubungi asisten Bao Shashi. Aku harap secepatnya bisa bertemu Bao Shashi untuk mendiskusikan desain gaunnya," jawab Yenny dan suaranya berubah lebih bersemangat.

Sepertinya kemungkinan terbesar Shashi yang akan merancang gaun yang akan dikenakan tunangannya nanti semakin membuat Tian tidak senang. Tetapi, mustahil jika ia melarang Yenny untuk memilih desainer gaunnya sendiri.

"Baguslah kalau begitu," ucap Tian. "Berarti kita dapat bertunangan setelah gaunnya siap."

"Ya. Bagaimana dengan makan malam? Apa kau akan datang?"

Kasar sekali jika menolak undangan makan malam di kediaman keluarga Bao. Tian hendak menjawab, tetapi nada pesan di ponselnya mengalihkan perhatian pria tampan itu.

Kai adalah sahabatnya sejak kanak-kanak, mereka bahkan bersama hingga sekolah menengah atas dan baru berpisah karena Kai memilih melanjutkan studi kedokteran di London. Sahabatnya itu tidak mungkin menghubunginya hanya untuk sekedar berbasa-basi.

Tian menggeser layarnya dan membaca isi pesan berisi foto Kai bersama Shashi dan nenek Gu, mereka berada di kedai teh. Rasa nyeri tiba-tiba menikam jantungnya.

"Tian, apa kau masih di sana?"

Suara Yenny membuat Tian kembali tersadar. "Ya."

"Apa malam ini kau bisa datang ke rumahku?"

Bersambung....

Jangan lupa untuk tinggalkan komentar dan Rate!

Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis.

😋🍒

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status