Share

Teleportasi

Tahun 1520

“Baru kali ini, aku melihat pemandangan yang begitu indah. Ya ampun burung-burung itu!” pekik Dila dengan gembira. Ia sedang asik melihat pemandangan dengan mata lentiknya yang indah dan menawan.

“Hey mau ke mana? Jangan pergi jauh-jauh.”

 Dila berteriak ke arah kumpulan burung merpati yang indah itu. Namun, sepertinya ada yang aneh dengan burung itu. Selama mata memandang ke arah burung, rasanya seperti ada yang mengendalikan diri kita sendiri.

Dila terus memacu kudanya tanpa henti. Hingga akhirnya ia menghentikan kudanya di gerbang sebuah kerajaan.

Tahun 2020

Dila langsung masuk ke dalam apartemennya.

“Eits, kalian mau ke mana? Nggak usah ikut! Sudah pulang aja sana! Aku mau langsung istirahat,” ujar Dila yang tadinya berjalan masuk tiba tiba berhenti secara mendadak.

Sementara asisten dan managernya dibuat kaget olehnya.

“Kami hanya ingin pastikan saja jika engkau aman sampai tujuan,” ujar Manager Kay.

“Hahahaha,” tawa Dila yang tampak meledek omongan dari managernya itu.

 “Nggak usah, aku ini mandiri,” ujar Dila.

Ia langsung pergi dari situ, dan menuju ke dalam kamarnya.

“Astaga lihat yang ia katakan sekarang, MANDIRI! Padahal potong kuku aja masih belum betul,” bisik asisten yang berada di sebelah manager Kay, dengan suara yang sangat pelan ke rekan sebelah.

“Ya udah, kamu masuk saja. Tapi nanti kita hanya pastikan saja kalau kamu sudah masuk lift dengan selamat.”

“Oke”

Ia segera memasuki lift. Untungnya memakai masker, jadi ia agak selamat dari perhatian para netizen yang berada di sekitar situ. Keberadaannya di dalam hotel juga sangat di rahasiakan.

Mata manager dan dua asistennya itu tak berhenti memandang bintang model kesayangan mereka.

Sampai pada akhirnya, Dila naik ke lift. Rasa khawatir makin menjadi-jadi saat lift yang dinaikai Dila banyak orang di dalam, namun apa boleh buat Ia terpaksa naik. Dengan mencoba rilex dan santai ia tetap masuk, ditambah lagi dengan gaya elegannya ia berjalan.

“Bagaimana jika ia dikenali di dalam lift. Bisa-bisa ia dikerubuti,” ujar Manager Kay yang sangat panik.

“Sudah ... biarkan saja. Dila pasti bisa mengatasinya,” tutur asistennya.

Di dalam lift, Dilla menahan napasnya karena sesak dengan orang-orang.

‘Sempit banget, mana panas lagi. Bau badan! Ih pengen muntah,’ ujar Dila di dalam hati.

Di dalam lift, ada enam orang termasuk dirinya. Satu orang wanita dan empat orang lelaki. Ketika Dila sedang asik memperhatikan pria yang berada di sebelahnya. Tiba tiba ada pesan singkat dari managernya.

“Jangan lupa, kamarmu berada di lantai 10 nomor 123.”

“Sial, apa maksudnya kamar 123, aneh-aneh aja.”

Hal ini sengaja karena Dila sering bangat ketika di hotel salah masuk kamar. Makanya untuk mempermudah, dia diberi kamar dengan nomor 123.

     Ketika baru sampai di lantai 6, satu orang wanita telah keluar. Kini tinggal dirinya yang masih berada di dalam lift dengan keempat pria.

Rasa takutnya makin menjadi-jadi, usai ia membaca komentar para netizen yang membicarakan tentang dirinya.

“Di mana kau berada disitu ada aku,” diikuti dengan emoticon pisau.

Komentar itu membuat Dila langsung sangat ketakutan.

    Ditambah lagi ketiga pria yang berada di depannya menatap dengan tatapan yang menggoda dan penuh nafsu.Sesekali pria itu mencoba melirik Dila. Dila yang tahu akhirnya hanya pasrah saja. Ia hanya bisa mencoba melirik ke tempat lain. Dalam hatia ia menyesal tidak membiarkan asisten dan managernya mengantarkan sampai ke kamar apartemennya.

    Disaat satu pria mencoba mendekatinya. Tiba tiba pria yang berada di sebelahnya langsung menarik tangan Dila untuk menghindari pria yang akan mendekatinya itu.

Mata Dila menatap pria yang menariknya itu dengan sangat keheranan ia tak menyangka bahwasannya pria tersebut dapat melakukan hal itu kepadanya. Pria yang mencoba mendekati Dila, dia langsung mendorong pria yang menarik tangan Dila.

“Jika ingin selamat, jangan ikut campur urusan orang lain,” sahut pria itu.

“Jika ingin selamat, jangan coba mengganggu wanita ini,” ujar pria yang menarik tangan Dila.

Di saat pertikaian masih berlanjut, tiba tiba lampu yang berada di dalam lift mati secara mendadak. Dalam hitungan 5 detik, Dila dan pria itu menghilang. Seketika lampu kembali menyalah.

“Hah, ke mana perginya perempuan dan laki laki tadi? Bagaimana bisa mereka pergi dari sini disaat lampu lift mati dan pintu masih terkunci. Apa lagi lift ini masih berjalan dengan normal,” ujar pria yang sempat bertikai dengan Dilla.

Tepat di lantai 10 Dila berbaring dalam keadaan pingsan.Sementara pria yang bersamanya masih setia menunggu sampai ia siuman untuk memastikan aman sementara. Tak berselang beberapa menit ketika mata Dila terbuka dan tangan ia mereba ke bagian kepala.

“Aduh ... kok kepalaku pusing sekali, yah.”

   Namun, saat melihat kehadiran pria itu, Diilla pun tersentak kaget. Ia berusaha untuk bangkit tetapi kepalanya masih terasa sakit.

Pria itu hanya terdiam sambil mengamati yang Dila lakukan sambil melipat tangan di dadanya.

“Ka—ka—Kamu, kok saya bisa ada di sini? Bukanya tadi ada di-”

“Bangunlah dan pergi dari sini jika ingin selamat,” ujar pria itu. Ia pun langsung meninggalkan Dila sendirian.

     Karena tak ingin sendiri, dan ia masih sangat penasaran dengan kejadian apa yang barusan menimpanya maka ia berjalan mengikuti pria itu dari belakang.

    Langkah kaki yang pelan, berharap agar pria itu tak mengetahuinya ternyata gagal.

“Mau kamu apa?” tanya pria itu yang tiba-tiba menghentikan langkahnya. Ia pun menolehkan kepalanya ke arah samping. Dila hanya salah tingkah saat pria itu menatapnya dengan tajam.

“Apa! Ee … Apa salahnya jika aku hanya menanyakan kejadian yang barusan.”

Dila berusaha untuk berterus terang tentang rasa penasarannya. Namun, lelaki itu hanya berdiam dan terus melanjutkan langkah kaki menuju ke apartemennya.

“Hey … Hey…! Jangan pergi! Ah, sialan,” gerutu Dila sambil mengentakkan kakinya ke lantai.

    Dilla hanya bisa menatap punggung pria itu dengan rasa penasarannya. Entah mengapa ia tidak berani menentang tatapan mata pria itu. Hanya satu yang masih menjadi tanda tanya besar di benaknya. Bagaimana bisa ia berada di kursi tadi padahal tadinya ia sedang berada di lift.

“Manusia aneh, apa ia adalah superman. Makanya ia bisa secepat itu, ah pikiran ini membuatku gila.”

    Ia terus memperhatikan pria itu, sampai pada akhirnya ia berhenti di depan kamar apartemen miliknya. Dila pun segera masuk ke dalam dan berusaha untuk melupakan keanehan yang telah terjadi tadi. Ia baru menyadari jika pria tadi berhenti tepat di sebelah kamar apartemen miliknya.

“Serius! Dia tetanggaku. Oh Tuhan, aku tak ingin mati muda karena memikirkan hal ini.”

Sementara di sebelah, pria itu - Albaret ... ia tengah terbarig di kursi sofa sembari membaca buku.

“Jangan lagi-lagi aku bertemu dengan wanita seperti dia, menyebalkan,” ujarnya mulai bermonolog.

Disaat ia sedang melanjutkan membaca buku, tiba tiba ia mendengar suara dari aparteman kamar sebelah.

“Aaaa!” disusul dengan suara tangisan.

Tangisan itu begitu kuat sampai-sampai mengganggu pikiran Albaret.

Lantaran risih, ia segera ke apartemen sebelah.

TOK!TOK!TOK!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status