Home / Pendekar / Rimba Memburu Senala / 30c- Zulaika Bertemu Salman

Share

30c- Zulaika Bertemu Salman

Author: Erbidee
last update Last Updated: 2025-06-13 14:14:19

Jingan melayang di atas danau, tubuhnya tegap dan megah. Sayapnya terbentang luas, menghadirkan bayangan besar yang membelah kabut. Sorot matanya tajam, penuh kesadaran dan otoritas. Angin seolah-olah tunduk padanya, berputar mengitari tubuhnya, membentuk pusaran halus yang bergerak lambat.

Zulaika menahan napas. Sosok itu begitu nyata, begitu dekat. Rimba dan Calistung saling melirik—tidak ada jejak tawa tersisa di wajah mereka.

Nenek Suyatim mengayunkan tongkatnya sekali ke tanah, bunyi ketukannya menggema ringan. "Dia bukan sekadar datang," ujarnya. Suaranya rendah lamun penuh makna.

Jingan tidak bergerak, hanya memandang mereka. Angin berhembus lebih pelan, seolah-olah menyesuaikan dengan ritme keberadaannya.

Rimba akhirnya berbisik, "Nek, kenapa dia datang?"

Nenek Suyatim tidak segera menjawab. Dia menarik napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Bukit Berkabut sedang bergetar. Siluman itu menggeliat."

Mata Zulaika membesar. "Siluman itu ..., sudah bangun?"

Nenek Suyatim meng
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Rimba Memburu Senala   30g- Zulaika Bertemu Salman

    Senala melangkah masuk ke kamar, berhenti tepat di depan Mamak Jambul yang masih berdiri dengan tangan bersilang. Udara di ruangan itu terasa lebih berat dibandingkan di luar. Senala menelan ludah, bersiap menghadapi omelan yang mungkin segera meluncur seperti panah dari busur.Si Manis sudah mendahuluinya, melompat ke meja kecil di sudut ruangan dan mulai mengobrak-abrik beberapa benda di atasnya, mencari sesuatu yang lebih menarik daripada percakapan serius yang hendak terjadi.“Kau terus mengeluh tentang si Culun, tapi kau tahu kau harus menghadapinya, bukan?” ujar Mamak Jambul. Suaranya terdengar lebih tenang daripada yang Senala perkirakan.Senala mengerutkan kening. “Aku tidak mengeluh. Aku hanya ..., mengungkapkan fakta bahwa aku tidak ingin bertemu dengannya lagi.”Mamak Jambul mengangkat alisnya.

  • Rimba Memburu Senala   30f- Zulaika Bertemu Salman

    Senala memainkan alat makan sebagai tanda bahwa kebosanan tengah melilitnya. Meski hujan sudah reda, kebosanan yang melilitnya kian erat sehingga tubuhnya enggan bergerak. Dia masih duduk bermalas-malasan sembari bertopang dagu.Sekali mata hijau gadis itu melirik kepada seorang tua berjubah gelap yang melangkah dengan tenang, membelah suasana area makan yang riuh, ke luar menuju tempat menambatkan kuda. Namun Senala tidak menghiraukannya. Satu tangannya memutar-mutar sendok kayu. Berulang-ulang sendok kayu itu berputar hingga lunglai lalu jatuh ke meja. Masih saja tangan Senala membuat sendok itu pusing bukan kepalang sembari bertopang dagu.Sementara si Manis, dia masih asyik mengubek-ubek piring kedua kacang rebus yang masih ada kacang rebus utuh bercampur dengan kulit-kulit kacang. Sembari mengunyah, wajahnya memandang sekeliling seperti berjaga-jaga jangan sampai kacang-kacang rebus di at

  • Rimba Memburu Senala   30e- Zulaika Bertemu Salman

    Mamak Jambul celingukan begitu mengetahui Baramundi tidak semeja dengannya lagi.“Ke mana dia?”Senala menunjuk lantai atas.Bola mata Mamak Jambul mendongak. Tubuhnya pun kemudian bangkit. Dengan langkah gemulai dia menapak anak tangga hingga lantai atas. Namun sayang, kegemulaian langkahnya itu tidak menggoda pengunjung area makan. Para lelaki itu tidak ada satu pun yang berani memperhatikan gemulainya tubuh Mamak Jambul ketika melangkah. Lebih baik mereka menyeruput minuman dan mengunyah makanannya masing-masing ketimbang cari masalah dengan Mamak Jambul.Sesudah mengetuk pintu kamar Baramundi, Mamak Jambul pun masuk. Bokongnya memilih untuk duduk di tepi jendela yang terbuka. Hujan mulai reda. Sisa rintik hujan membekas rapi berjajar di tanah merah yang basah.Beberapa saat lamany

  • Rimba Memburu Senala   30d- Zulaika Bertemu Salman

    Sementara itu, di pondok inap, suasana hujan deras tidak membuat hiruk pikuk area makan-minum di pondok itu mereda. Meja-meja tetap saja penuh. Hilir mudik pelayan disela gelegar petir tidak menghalangi aktivitas mengantarkan pesanan makan dan minuman.“Wah, seingat saya, belum genap beberapa waktu lalu Anda nyaris mati, dan diberi keberkahan hidup lagi. Eh, ...,” ujar satu pelayan tertahan oleh senyumnya.Baramundi menimpali, “’Eh’ kenapa?” Sesungging senyum di atas jenggotnya tampak. Dia menenggak isi satu sloki sekali tenggak ke mulutnya. “Ah!” serunya.“Sekarang malah diberi berkah seorang anak yang cantik, istri yang cantik, dan peliharaan yang menggemaskan.”Mamak Jambul menahan-nahan hendak tertawa.Senyum Baramundi berubah jadi

  • Rimba Memburu Senala   30c- Zulaika Bertemu Salman

    Jingan melayang di atas danau, tubuhnya tegap dan megah. Sayapnya terbentang luas, menghadirkan bayangan besar yang membelah kabut. Sorot matanya tajam, penuh kesadaran dan otoritas. Angin seolah-olah tunduk padanya, berputar mengitari tubuhnya, membentuk pusaran halus yang bergerak lambat.Zulaika menahan napas. Sosok itu begitu nyata, begitu dekat. Rimba dan Calistung saling melirik—tidak ada jejak tawa tersisa di wajah mereka.Nenek Suyatim mengayunkan tongkatnya sekali ke tanah, bunyi ketukannya menggema ringan. "Dia bukan sekadar datang," ujarnya. Suaranya rendah lamun penuh makna.Jingan tidak bergerak, hanya memandang mereka. Angin berhembus lebih pelan, seolah-olah menyesuaikan dengan ritme keberadaannya.Rimba akhirnya berbisik, "Nek, kenapa dia datang?"Nenek Suyatim tidak segera menjawab. Dia menarik napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Bukit Berkabut sedang bergetar. Siluman itu menggeliat."Mata Zulaika membesar. "Siluman itu ..., sudah bangun?"Nenek Suyatim meng

  • Rimba Memburu Senala   30b- Zulaika Bertemu Salman

    Ekspresi Zulaika ketika menghentikan langkah dan mengatakan “itu” membuat Calistung dan Rimba tersenyum sesudah bertukar pandang.“Itu Nenek Suyatim,” kata Rimba. “’Hantu’ Bukit Berkabut’”“Hush!” Calistung refleks menepuk ubun-ubun muridnya.Rimba meringis sebentar kemudian cengengesan.Ketika mengetahui bahwa dirinya menjadi bahan olok-olok, Zulaika manyun meski terhalang oleh cadarnya yang berwarna ungu. Namun raut wajahnya yang jelas, tampak merengut dengan sorot mata tajam bagai hendak menusuk Calistung dan Rimba yang tertawa-tawa. Akhirnya, topi kuncung di kepalanya menjadi sasaran pelampiasan kemarahannya. Dia menggeser topi kuncung itu dengan kasar demi mendapatkan rasa nyaman di kepala.Danau di Bukit Berkabut menjadi tempat Nenek Suyatim melakukan banyak hal seperti mencuci, mencari ikan, atau sekadar sarana melepas lelah. Dengan memandangi danau berlatar pemandangan hijau yang sebagian besarnya tertutupi oleh kabut, membuat mata, telinga, pikiran dan hati menjadi nyaman dan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status