Home / Pendekar / Rimba Memburu Senala / 8- Pria Berjanggut Memburu Dendam

Share

8- Pria Berjanggut Memburu Dendam

Author: Erbidee
last update Huling Na-update: 2025-03-23 12:11:39

Debu beterbangan, bercampur dengan aroma anyir darah yang menyengat. Tidak ada yang menyangka pria berjanggut itu masih bernyawa setelah tebasan Codet. Seperti tidak ada kejadian apa-apa, pria itu bangun dan duduk dengan kedua kakinya terulur. Kedua tangannya membersihkan baju ungunya yang kotor oleh tanah. Beberapa orang mengucek-ucek matanya bukan karena gatal, melainkan seperti tidak percaya. Ada orang yang masih bisa hidup sesudah tubuhnya tertebas.

Matanya yang tajam menyapu kerumunan orang yang menatapnya dengan raut wajah takpercaya. Beberapa orang mengucek matanya lagi, mencoba meyakinkan diri bahwa apa yang mereka lihat bukanlah mimpi.

"Bagaimana mungkin ...?" bisik seorang pelayan. Mulutnya menganga lebar. Semasih si pelayan mulutnya menganga, pria berjanggut bangun dari menjelepok. Beberapa orang di depan pondok inap yang sekaligus menyediakan beragam makanan pun seakan-akan berdiri terhipnotis. Pria berjanggut lantas membungkuk, mengambil golok bergagang rajawali miliknya
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Rimba Memburu Senala   18- Lembah Rahasia

    Rimba duduk anteng di pangkal dahan besar sebuah pohon yang tinggi menjulang. Kesendiriannya diliputi suasana khas Hutan Belubuk. Sunyi. Meski kesunyian yang begitu dia nikmati kadang terganggu oleh gemeresak dedaun atau rerumput yang terinjak oleh tubuh maupun kaki penghuni Hutan Belubuk yang gesit bergerak, semua itu tidak membuat Rimba batal anteng duduk di pangkal dahan besar sebuah pohon yang tinggi menjulang.Rimba baru saja selesai berlatih gerakan bela diri. Tanpa dia sadari, gurunya telah berhasil mendidiknya dengan menanamkan suatu pemahaman: alah bisa karena biasa. Bugar dia dapatkan lantaran rutin berlatih jurus-jurus Calistung. Setiap hari. Setiap waktu. Tidak peduli di mana tempat, Rimba tekun berlatih bela diri dengan mengulang gerakan jurus-jurus yang sudah diajarkan gurunya, Calistung.Meskipun sendirian, duduk anteng untuk mengusir lelah dan membuat keringatnya menguap, mata dan pendengaran Rimba tetap awas, waspada. Sebuah pengajaran Calistung kepadanya. Sebuah ilmu

  • Rimba Memburu Senala   17- Lima Bangkotan Itu Berlatih

    Matahari sepenggalah. Hutan Belubuk menghangat. Begitu juga dengan Padepokan Mamak Jambul. Sebuah area di dalam jantung Hutan Belubuk yang tersembunyi itu diliputi oleh pagar bambu yang rapat, berdiri terpancang setinggi tiga meter.Di angkasa biru, Jingan melayang dengan sayap terkembang. Matanya yang awas mengawasi beberapa tubuh yang tengah bergerak kompak di area Padepokan Mamak Jambul. Tanah lapang itu menjadi saksi bagaimana lima orang yang sudah bisa disebut: bangkotan, masih sudi menimba ilmu, berguru kepada Mamak Jambul.Codet begitu bersemangat. Walau gerakan-gerakan kaki dan tangannya belum sekompak dengan murid sebangkotan lainnya, dia bersikeras. Terkadang dia meringis menahan nyeri akibat lukanya yang belum sembuh total. Untuk menghalaunya, Codet beberapa kali berteriak. Teriakan itu sebagai cara dia melampiaskan rasa nyeri bila datang tiba-tiba.Codet masih bertahan meski napasnya sudah mulai berat. Gerakan kakinya sedikit terseret, tapi pandangannya tetap tajam. Dia me

  • Rimba Memburu Senala   16- Berempat, Mereka Menuju Padepokan

    Sungguhpun lelah dan terengah-engah, Calistung segera menggunakan jurus pernapasan untuk mengatasinya. Pepohonan yang porak-poranda dan semak yang menghitam menjadi saksi bisu pertarungan sengit tadi. Udara malam membawa bau hangus dan jejak energi yang tak lagi dapat dijelaskan. Calistung, seorang pendekar berumur yang selalu tampak tenang, perlahan berdiri. Napasnya yang awalnya terengah-engah mulai teratur, berkat jurus pernapasan yang dia pelajari bertahun-tahun. Tongkat kayu tua yang kini menjadi tumpuannya terasa sedikit lebih berat, tapi dia tetap melangkah dengan langkah penuh kepercayaan diri.Sementara itu, lambat laun tubuh Siluman Ular Belubuk berubah menjadi asap dan lesap, menyatu bersama udara malam Hutan Belubuk. Kegelapan yang pekat di hutan itu terasa berbeda, bagai menyimpan rahasia yang tak mampu diungkap oleh manusia biasa. Yang tersisa hanya pepohonan yang acakadut, roboh, semak-semak menghitam dalam gelapnya malam di Hutan Belubuk.Pendekar Calistung menyeka dah

  • Rimba Memburu Senala   15- Senala, Joran, dan Rimba

    Aliran sungai jernih satu-satunya di lembah itu dikelilingi pohon-pohon besar. Tidak jauh dari sungai itu, satu dataran cukup lapang dijadikan tempat berlatih Senala barusan. Gadis remaja Hutan Belubuk itu, dengan gesit dan lincah, meliuk-liuk menghindari serangan tongkat kayu Rimba. Rimba, dengan wajah serius, berusaha keras melancarkan serangan. Namun gerakannya masih kaku dan kurang terarah.Sebenarnya, Rimba menutupi kemampuan bela diri yang sudah dimilikinya. Senala tidak mengetahui bahwa Calistung adalah pendekar digdaya yang sebenarnya. Nama Calistung tidak setenar Mamak Jambul. Justru ketidaktenarannya itu membuatnya merasa lebih aman dan nyaman. Calistung tidak membutuhkan ketenaran dan nama besar.Mereka berdua benar-benar lelah. Di pinggir aliran sungai, Rimba mengusap wajahnya dengan air sungai yang jernih. Kesegaran menyentuh pori-pori wajahnya yang hangat berkeringat. Rambut ikalnya, juntaiannya ikut pula basah.Senala ikut pula berjongkok di sisi Rimba. Dengan adat yang

  • Rimba Memburu Senala   14- Calistung versus Ular Siluman Belubuk

    Calistung berdiri tegak, tangannya terangkat, memancarkan cahaya biru yang kuat. Perisai energi yang melindunginya bergetar hebat saat Siluman Ular Belubuk menyerang dengan taring dan ekornya yang besar. Desisan ular itu memekakkan telinga, dan setiap serangannya mengguncang tanah di sekitar mereka."Kau tidak akan bisa mengalahkanku, manusia!" desis Siluman Ular Belubuk. Suaranya seperti gemuruh batu yang bergesekan. "Hutan ini adalah wilayahku, dan kau tidak punya hak untuk melewatinya!""Aku tidak mencari masalah," jawab Calistung tegas. Suaranya tenang. "Tapi kami harus melewati hutan ini untuk menyelamatkan teman kami.""Tidak ada yang boleh melewati hutan ini!" raung Siluman Ular Belubuk. Amarahnya memuncak. Ia meluncurkan serangan dahsyat, menerjang perisai energi Calistung dengan seluruh kekuatannya. Perisai itu bergetar hebat, dan retakan-retakan mulai muncul di permukaannya.Calistung mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mempertahankan perisai itu. Keringat membasahi dahiny

  • Rimba Memburu Senala   13- Siluman Ular Belubuk

    Di dalam rumah di pinggir Hutan Belubuk, Codet meringkuk di atas tikar pandan, keringat dingin membasahi dahinya. Luka menganga di perutnya, bekas sabetan Golok Rajawali Baramundi, sudah berhenti mengeluarkan darah. Jempol dan Bau sudah tidak begitu cemas lagi."Bagaimana keadaannya, Jempol?" tanya Bau. Suaranya bergetar.Jempol berhenti mondar-mandir, menatap Codet yang pucat pasi. "Luka ini terlalu dalam. Kita butuh tabib, Bau.""Tapi tabib terdekat ada di desa seberang hutan. Perjalanan ke sana bisa memakan waktu berjam-jam," sahut Bau, kembali khawatir.Codet mengerang pelan, matanya terbuka sedikit. "Jangan ..., jangan pergi ..., tinggalkan aku ....""Kami tidak akan meninggalkanmu, Codet," kata Jempol, menggenggam tangan Codet erat. "Kami akan mencari cara untuk membantumu."Tiba-tiba, pintu rumah terbuka. Ceking dan Matu masuk diikuti Mamak Jambul, Calistung, dan Baramundi. Mata mereka langsung tertuju pada Codet yang terbaring lemah."Ya ampun, parah sekali lukanya," seru Mama

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status