Share

Penjara Petir

Bagian 2

Penjara Petir

“Turun! Kita selesaikan baik-baik! Tak sadarkah kalian bisa membuat raja dan ratu marah?” tanya Dewi Bunga Ambaramurni. Arsa dan Jayamurcita turun dan menapaki kaki di kerajaan langit.

“Ikut aku Dewa Arsa, kalau begini terus aku khawatir hukuman mati atas istrimu bisa jauh lebih cepat.” Jayamurcita mengingatkan.

“Atas dasar apa kalian menangkap istriku. Dia itu dewi kebaikan, tidak mungkin berbuat yang tidak baik.”

“Kanda Arsa, lebih baik ikuti saja dulu Jayamurcita. Aku yakin semua bisa dijelaskan.” Ambaramurni ingin membersihkan luka di pelipis Arsa, tapi dewa perang itu menolak.

“Baik, aku akan ikut, tapi kalau sampai sesatu terjadi pada istriku, kerajaan langit ini akan aku obrak-abrik sampai hancur berantakan.” Dewa Perang Arsa menyimpan pedangnya. Ia ikut dengan Jayamurcita, tapi tak mau tangannya diikat.

Dewa perang itu pergi dengan penuh wibawa diikuti oleh dewa dan dewi dibawah naungannya. Ambaramurni hanya bisa memandang saja, dewi bunga itu pun tak habis pikir mengapa seorang dewi kebaikan bisa berperilaku sangat keji. Yang seharusnya Hara menjadi contoh bagi yang lain.

Aula biru menjadi sangat sepi. Bunga lili dan peony yang ditanam Hara layu begitu saja karena tidak ada kehidupan lagi di dalamnya. Pohon yang dipupuk oleh Arsa dan Hara juga mengering daunnya. Mereka merasakan apa yang sudah terjadi dan ikut berduka. Entah sampai kapan, tidak ada yang tahu.

***

Aula Putih Kerajaan Langit

Dewa penjaga gerbang langit datang membawa Dewa perang, keduanya menunduk dan memberi hormat pada raja dan ratu langit yang sudah menunggu dari tadi. Sepasang suami istri yang telah memerintah selama puluhan ribu tahun di istana langit.

Seharusnya sudah ada pergantian kekuasaan, tetapi mereka sangat betah di sana. Ya, bagaimana tidak. Memimpin kerajaan langit membuat dipuja-puji oleh semua penduduk bumi. Keduanya menggunakan sutera terbaik berwarna putih dengan makhota dan perhiasan yang amat mewah. Dua orang dayang terbaik juga di sisi kiri dan kanan mereka.

“Dewa Perang Arsa, kau sudah tahu kesalahan istrimu?” tanya Ratu Senandika sebagai istri dari raja langit.

“Tidak tahu, Yang Mulia Ratu, aku pergi selama sepuluh tahun dan terkurung di portal iblis,” jawab Arsa tanpa rasa takut sama sekali. 

“Karena itulah, selama kau pergi kami yang mendisiplinkannya. Dewi Hara telah mencuri pil surgawi yang bisa meningkatkan kemampuan. Pil yang aku ekstrak sendiri dari energi murni serta tumbuhan di kerajaan langit. Kau pikir itu perbuatan terpuji?” Masih sang ratu yang berbicara.

“Yang Mulia, aku rasa sebagai dewi kebaikan, istriku tidak mungkin berbuat seperti itu.” Arsa mengelak membenarkan perbuatan istrinya yang tidak ia saksikan dengan mata kepalanya sendiri.

“jadi kau menganggapku sebagai pembohong?” Tangan kanan sang ratu menggenggam erat siggasananya.

“Bukan begitu, Yang Mulia Ratu.”

“Arsa, ribuan tahun sudah kau tinggal di sini, dan ratusan tahun sudah kau menikahi Hara. Kalau sekadar mencuri pil surgawi masih bisa kami maafkan. Tapi istrimu, dia kedapatan meyembah dan bersekongkol dengan iblis yang menjebakmu di dalam portal. Kau pikir kesalahan sebesar itu bisa diampuni?” Raja langit kini berbicara, Maha Dewa Wanudara membuka kedua tangannya lebar-lebar.

“Maaf, Yang Mulia Raja, tapi aku tetap tidak percaya,” ujar Arsa.

“Kami tahu, matamu yang sakti itu sudah tertutup cinta buta. Dia bukanlah dewi kebaikan tapi dewi kejahatan. Seharusnya tahu terima kasih karena diberikan tempat tinggal di lingkungan yang paling dekat dengan istanaku.” Ratu langit memperhatikan dan menyentuh cincin emas putihnya yang indah.

“Jayamurcita, bawa Hara ke mari!”  perintah raja langit.

Dewa penjaga gerbang langit itu mengangguk. Ia pun menghilang dan muncul di depan Hara. Sepuluh tahun sudah dewi kebaikan itu di penjara, tidak ada jeruji besi atau kayu. Namun, petir yang dahsyat telah cukup menjadi penghalang kebebasannya. Sedikit saja Hara sentuh, maka hangus terbakar sudah sekujur tubuhnya.

“Dewi Hara,” panggil Jayamurcita.

Segel petir yang ia buat itu kemudian dibuka. Hara yang duduk bersila membuka matanya. Sanggul rambut acak-acakan, wajah tanpa polesan dan tak ada sutera indah melekat di tubuhnya lagi. Bahkan penampilannya lebih buruk daripada sekadar tukang kebun di kerajaan langit.

“Aku bukan pencuri dan penyembah iblis,” jawab dewi kebaikan itu tanpa diminta.

“Keluarlah, suamimu sudah pulang. Raja dan ratu langit sendiri yang akan menyelesaikan masalahmu.”

Mendengar nama suaminya disebut Hara langsung berdiri. Dewi kebaikan itu berlari, tetapi Jayamurcita melemparkan rantai besi hingga leher sang dewi terikat. Hara jatuh, ia sesak napas karena tercekik.

“Kau harus sadar kau masih tawanan.” Jayamurcita—lelaki dengan kumis tebal itu mengikat tangan sang dewi kebaikan yang berparas ayu tanpa perasaan. Keduanya berjalan menuju aula putih. Jayamurcita memegang rantai yang mengikat leher Hara.

Arsa menyaksikan kedatangan istrinya. Namun, seketika senyum sang dewa perang itu luntur. Bagaimana ia bisa baik-baik saja ketika Hara diperlakukan bak seekor anjing.

“Kau, beraninya!” Arsa melompat.

Dewa perang itu mencabut pedangnya dan menebas rantai yang melilit leher, tangan, serta kaki Hara. Arsa memeluk erat istrinya. Hara menangis karena selama sepuluh tahun ia merindu ditambah menanggung malu akibat fitnah atas perbuatan yang tak pernah ia lakukan.

“Sudahi mesra-mesraannya, pisahkan mereka!” Perintah Dewi Senandika.

Empat orang dewa langsung bergerak menahan Arsa karena jika sudah marah, ia bisa menghancurkan apa saja yang ada di hadapannya. Termasuk pula Hara yang biasanya lemah lembut. Dewi kebaikan itu benar-benar diperlakukan sangat kasar.

“Berlutut!” perintah sang ratu langit. Arsa dan Hara dipaksa dan terpaksa melakukannya.

“Dewa Keadilan, bacakan hukuman yang akan dijatuhkan atas kejahatan yang dilakukan oleh Dewi Hara.” Raja langit duduk dengan angkuh di singgasananya, sang ratu hanya menyeringai.

Dari jauh Dewi Bunga Ambaramurni datang sambil memegang selendangnya. Ia juga ingin dengar apa kelanjutan dari kasus yang menimpa Dewi Hara. Dewi yang telah merenggut cinta sejatinya.

“Atas kejahatan yang dilakukan oleh Dewi Hara selaku istri dari Dewa Perang, mencuri pil surgawi untuk diberikan kepada raja iblis, juga untuk diri sendiri, serta perbuatannya menjebak Dewa Arsa hingga terkunci di dalam portal iblis selama sepuluh tahun. Atas dasar pertimbangan kebaikan yang sudah dilakukan Dewi Hara selama ini, tapi juga raja dan ratu langit dituntut harus adil, maka selaku Dewa Keadilan, aku menjatuhkan hukuman cambuk seribu petir ke tubuh Dewi Hara. Hukuman yang sudah disetujui oleh raja langit.”

Pembacaaan hukuman oleh dewa keadilan membuat Dewi Hara terjatuh lemas. Arsa kemudian memegang tangan istrinya. Ia mengajak Hara berdiri, apa pun kesalahan yang dituduhkan pada dewi yang wajah ayunya mengalahkan bunga itu, ia tak percaya sama sekali.

“Yang Mulia raja dan ratu, jangankan cambuk seribu petir, satu kali pun aku tidak akan rela jika ada yang melukai istriku.” Arsa memberanikan diri, dia adalah dewa perang. Tidak satu pun pertarungan yang ia takuti.

“Aku tahu, dengan ini artinya kau membangkang. Tangkap Dewa Arsa dan setelah itu jatuhkan hukuman cambuk untuk istrinya di depan matanya sendiri.” Raja langit memejamkan mata. Lalu ribuan pasukan langit yang dipimpin oleh dewa-dewa lain datang menghandang kepergian Arsa dan Hara.

Bersambung …

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status