Bagian 3Pecahan Jiwa Dewi Bunga Ambaramurni pergi karena tak sanggup melihat hukuman yang amat keji. Satu demi satu petir menyambar tubuh Dewi Hara hingga nantinya genap sampai seribu. Padahal tidak pernah ada sejarahnya yang berdaya menghadapi hukuman itu. Jelas sekali hanya sampai pada cambukan ke tiga puluh tubuh Dewi Hara telah berubah menjadi tembus pandang.Hara melihat tangannya sendiri, perlahan-lahan tubuhnya masih padat lalu lama-lama terasa ringan bahkan ia bisa melihat sehelai daun yang jatuh di atas perutnya. Hara melihat ke arah Arsa yang punggungnya ditusuk pedang. “Suamiku, jaga diri baik-baik. Aku pergi dulu, berbahagialah dalam hidupmu.” Dewi Hara melihat kilatan petir ke 31 yang datang meyambar perutnya. Kemudian tubuhnya menghilang dan berbaur menjadi bintang-bintang kecil di langit. Ada tujuh bintang dengan aneka warna yang ikut berpendar. Bintang itu tidak berkumpul di angkasa, melainkan turun ke bumi tanpa ada yang tahu. Jiwa Dewi Hara pecah menjadi tujuh be
Dewa Parasurama—dewa yang paling tua di kerajaan langit. Rambutnya sudah memutih semua, sekilas terlihat seperti orang tua lemah. Namun, nyatanya dia masihlah yang paling sakti bahkan mengalahkan raja langit. Dewa Rama, begitu dia kerap dipanggil oleh para dewa yang lain. Ia memang paling jarang menampakkan diri. Dewa Rama lebih suka bersemedi. Terakhir ia bertapa demi menyempurnakan kalung dengan tujuh rasi bintang yang paling kuat. Saat bangun ia dikejutkan oleh pertempuran antara dewa perang serta dewa yang lain. “Sebuah trik adu domba yang sangat dahysat,” ucap Dewa Rama di dalam kediamannya. Kalung tujuh rasi bintang itu ia pandang di atas mejanya. Yang ia lakukan tadi adalah menyelamatkan Dewi Hara. Agar hidup sang dewi tak hanya berakhir menjadi butiran bintang di langit. “Dewa Rama.” Seorang dewa pelayan datang dan membawakan lelaki itu beberapa kitab lama dari pustaka langit. Kitab yang sangat kuno dan usianya sudah ratusan ribu tahun. Memuat berbagai transkrip kejadian
“Lalu kau pikir setelah sampai di langit mereka akan membiarkan kalian hidup bahagia begitu saja? Dan tubuh istrimu itu terbagi menjadi tujuh. Bagaimana kiranya kau akan membawa ketujuhnya ke langit?” Ucapan Dewa Rama membuat Arsa terdiam dan menenangkan diri sejenak. Sang dewa perang merendahkan diri pada dewa kebijaksanaan. Ia memberi hormat tanda membutuhkan bantuan untuk membawa istrinya kembali ke langit. “Duduklah dulu agar kau tenang. Sekalipun ini neraka, tapi aku sudah meredamnya dengan esku.” Dewa Rama duduk begitu juga dengan Dewa Arsa. “Aku sangat mencintainya, Dewa Rama. Sejak dulu aku melihatnya dan menahan diri. Saat itu Hara masih sangat kecil dan belum cukup umur untuk menikah. Setelah besar aku membantunya naik menjadi dewi kebaikan karena dia memang baik dan layak, lalu kami menikah sampai jadi begini.” Arsa melihat tangannya yang akan digenggam Hara ketika tidur di malam hari, atau ketika membutuhkan pertolongan. “Aku tahu, karena itu aku ingin menolongmu. Kala
“Gadis ini tahu bernegosiasi. Dengarkan saja dia dulu, Dewa Arsa. Kalau ketahuan kau tidak akan bisa turun ke langit dengan mudah.” Dewa Rama menenangkan pihak yang hampir berseteru. Lelaki berambut putih itu tahu Dewi Ambar mencintai Dewa Arsa, dan perasaannya tidak terbalas. Jadi kesempatan yang baik selagi Dewi Bunga memegang rahasia sang dewa perang. “Kalian duduk dulu, jangan saling memandang. Kau berikan mereka minum. Nampaknya kedu dewa ini sama-sama keras.” Dewa Rama meminta pelayanya—Rogu, untuk memberikan teh dari bunga lili. “Tidak perlu, aku sudah minum teh tadi. Kita langsung sanja. Kanda Rama, pikirkan lagi aku ada di sini, untuk apa kau mencari Dewi Hara yang sudah musnah, bukankah itu tindakan sia-sia saja.” Dewi Ambar memegang tangan Dewa Arsa, tapi langsung ditepisnya. Dari dulu Arsa tak pernah punya perasaan apa-apa. Kalau memang ada tentu sudah ia pinang Dewi Ambar yang sudah lebih dulu ada di langit. Tapi biasa saja, cantik dan indah memang semua ada pada Dew
Dua orang dewa dari langit turun di bumi. Awalnya mereka pikir jatuh di salah satu tanah atau benda yang keras. Tetapi keduanya langsung tenggelam begitu saja. “Kenapa kita jatuh ke dalam laut?” Dewa Arsa tidak tenggelam, tapi beda dengan Rogu yang ilmunya belum seberapa. Kemudian dewa perang itu menyelamatkan pelayan dewa kebijaksaan. Ia berenang dan menangkap Rogu lalu membawa pemuda itu berenang dengan cepat ke salah satu pulau terpencil yang terdekat. Rogu terbatuk, dan ia muntahkan air asin yang tak sengaja diminum. “Asinnya, bajuku jadi berat.” Rogu melihat jubahnya yang berantakan. “Katakan padaku kenapa kita turun ke tengah laut, bukan bumi?” Dewa Arsa memandang dengan mata dewanya yang sakti. Sepanjang laut itu tidak ada daratan tempat bersandar. Hanya dua buah kapal yang saling berperang saja. “Gunakan kalung tujuh rasi bintang, Dewa Arsa. Cari tahu zodiak apa yang menaungi arwah pertama istrimu, lalu kau harus memahami karakternya seperti apa,” ucap Rogu sambil duduk b
Genggaman tangan Arsa sayangnya terlepas. Adara melemparkan tali dari pinggangnya. Ia berniat untuk menyangkutkan tautan pada salah satu tiang kapal. Tali itu melilit. Sayangnya, kapal perang kembali oleng karena empasan angin dan gelombang dari lautan. Alhasil Adara jatuh lagi. Arsa yang melihat istrinya jatuh terus ke dalam laut sebenarnya bisa saja langsung menghilang, tetapi ia ingat pesan Dewa Rama. “Semuanya harus berjalan alami dan apa adanya, biarkan pecahan arwah istrimu jatuh cinta padamu hingga membuat mereka lebih mudah menyatu. Saat semua berhasil kau taklukkan, percayalah ketika kembali ke langit, tak akan ada yang mampu memisahkan kalian.” Begitu pesan Dewa Rama saat Arsa dan Rogu turun di antara hujan dan kilatan petir. “Baikah, saatnya menyamar menjadi manusia bumi yang lemah dan apa adanya.” Arsa turut menceburkan diri ketika Adara telah jatuh ke laut. Ia sampai ke dalam laut dan terus mencari pecahan arwah istrinya yang berzodiak taurus. Dapat, Arsa dengan muda
Adara masuk dalam bak mandi yang berbusa dan sudah diberi lilin aroma terapi. Kebanyakan perhiasan, wewangian, dan apa pun yang ia dapatkan hasil menjarah dari kapal bajak laut. Jika Adara menyukainya maka akan ia ambil. Sebab tak mungkin mengembalikannya lagi ke pemukiman warga. Gadis bermata hijau rumput laut itu melepas kain tipis yang membalut tubuhnya. Dalam bak mandi itu ia berendam. Pelayannya ingin membantu tapi ia minta keluar. “Aku sedang ingin sendirian. Kau boleh beristirahat,” ucap sang pembasmi bajak laut. “Baik, Nona, makan malam sudah aku siapkan, juga anggur terbaik. Kalau begitu aku permisi dulu.” Riwa menutup pintu kamar mandi sang nona. Adara memejamkan mata setelah ia menenggelamkan kepalanya. Ia terbayang lagi bagaimana lelaki bernama Arsa yang seperti kata Riwa telah menolongnya. “Di antara ketua bajak laut yang telah aku bunuh dan tankap, kau yang paling mudah ditaklukkan. Apa kau punya rencana tertentu padaku?” Adara memainkan busa sabun di tangannya. Ia
“Apa yang kau lakukan di kamarku?” Adara terbangun ketika ia merasa sudah cukup tidur. Ketika mata hijau rumput lautnya terbuka, ia terkejut karena Arsa masih di kamarnya. “Mengawasimu,” jawab dewa perang itu. “Aku tidak butuh diawasi. Aku seorang pembasmi bajak laut.” Adara masih sangat angkuh. Kemudian ia sadar bajunya tersingkap sangat jauh ketika tidur. Tentu Arsa memandangnya semalam suntuk. “Kau manusia biasa. Sibuk mengawasi orang lain, tapi lupa mengawasi diri sendiri.” Mata kuning Arsa tak lepas mengikuti pergerakan pecahan arwah Hara yang lekas merapikan rambut. “Memangnya kau apa? Dewa? Kalau sampai iya, aku akan sujud di kakimu,” cemooh gadis itu. “Pegang kata-katamu, ya, anggap saja aku memang dewa, maka aku akan meminta kau sujud di kakiku.” “Tidak pernah ada dewa yang turun ke bumi. Jangan ngelantur kau jadi orang. Riwa! Riwa!” Gadis berkulit gelap itu memanggil pelayannya. Butuh waktu lama bagi Riwa untuk sampai. Pelayan Adara terkejut ketika melihat ada lelaki