Home / Fantasi / Roh Dewa Perang / Kalung Rasi Bintang

Share

Kalung Rasi Bintang

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2023-04-27 16:33:57

Mata tajam Arsa begitu awas melihat kedatangan empat orang dewa yang sama kuat seperti dirinya. Pun dengan Hara yang memegang erat tangan suaminya. Sangat mudah diprediksi jika sebentar lagi akan pecah pertarungan besar. Empat lawan satu, sudah jelas siapa yang akan menang. Sebab lawan Arsa sama tangguhnya.

“Suamiku, sudah, relakan saja kalau memang aku harus dicambuk. Sepertinya hukuman ini tidak akan pernah bisa aku elakkan, walau bukan aku pelakunya.” Tubuh Hara gemetar ketika melihat empat dewa besar itu mengeluarkan masing-masing pedangnya.

“Bagaimana kalau kita mati bersama saja, Istriku.” Arsa tersenyum.

Lalu dari tangan kanannya muncul sebuah pusaran energi berwarna biru dan lama-lama membentuk sebuah pedang dengan ukuran yang lebih besar. Pedang itu yang ia gunakan untuk menutup portal iblis.

“Tidak. Kau dewa perang, kau sangat penting bagi umat manusia. Tidak denganku yang hanya dewi kecil.” Tiba-tiba saja tubuh lembut Hara terbang dan mendarat di satu tempat.

Sang dewa perang mendorong istrinya menjauh, tak lupa sebuah perisai yang melindungi Dewi Hara. Puluhan prajurit langit yang ingin menangkap dewi kebaikan terpental begitu saja. Dewi Ambaramurnni menatap Hara dengan penuh rasa tidak suka serta cemburu. Seharusnya dia yang mendapatkan cinta Arsa sepenuh hati.

Hara menatap Arsa yang sedang menatap empat dewa besar lainnya. Sedangkan di kursi yang agung Raja dan Ratu langit menikmati sajian secangkir teh dari daun plum sambil tersenyum. Mereka menikmati pertunjukkan di depan mata.

Dewa penjaga gerbang langit maju dan mengeluarkan cambuk yang terbuat dari kilat murni. Arsa menangkisnya. Dua dewa itu saling serang dan dorong. Kemudian Dewa api mengeluarkan kekuatannya, masih bisa ditangkis Arsa dengan tangan kirinya.

“Sepertinya persahabatan kita berakhir sampai di sini,” ucap Arsa. Peluh menetes membasahi dahinya.

“Pertimbangakan lagi, Dewa Arsa. Kita sudah bersahabat ribuan tahun. Sedangkan kau dan Hara baru hidup bersama ratusan tahun. Relakan dia, masih ada dewi lain yang lebih layak mendampingimu.”

Kemudian tubuh dewa api masuk dalam pusaran angin kencang, berputar-putar, terpental dan terpelanting menghantam tiang langit hingga dadanya sakit dan memuntahkan darah. Kontan saja dewa api tidak sadarkan diri setelahnya.

“Barbar sekali,” ucap ratu langit sambil membersihkan bibirnya dari sisa teh.

“Tidak ada satu dewa atau orang pun yang boleh mengatur kehidupanku.” Dewa Arsa mundur sejenak. Barusan ia menggunakan kekuatan cukup besar untuk memukul mundur dewa api. Sedangkan ia sendiri baru saja pulang dari menutup portal iblis.

“Ringkus keduanya. Besok malam kita ada perayaan di aula depan. Aku tidak mau ada sisa-sisa keributan di sini.” Ratu Langit beranjak dari singgasananya ditemani empat orang dayang.

Sang raja masih memperhatikan. Sebenarnya raja langit begitu amat menyayangi Arsa, bahkan sudah dianggap anak sendiri. Sayangnya peraturan tetaplah peraturan.

Tiga dewa besar melawan Arsa, mereka sama-sama mengatur strategi dari dalam kepala. Dewa gunung melompat terlebih dahulu. Lalu setelah melompat ia berubah ke wujud aslinya, yaitu seekor macan kumbang. Arsa melompat dan berada tepat di depan Dewi Hara. Pedang petirnya ia gunakan untuk menahan tangan seekor macan kumbang yang ingin menghancurkan perisai tersebut.

Disusul dua dewa lainnya yang juga berubah ke dalam wujud asli, seekor serigala dan burung elang. Melihat ketiganya kembali dalam wujud agung, Arsa melakukan hal yang sama, ia kembali dalam bentuk harimau putih besar lengkap dengan zirah perangnya. Cakar dan taring Arsa siaga untuk membekuk tiga dewa yang menjadi lawannya.

Pertarungan besar tidak dapat lagi dielakkan. Seekor elang melompat dan mencakar kepala harimau putih itu. Lalu serigala pula datang mencabik dan mengoyak zirah perang dengan taringnya. Langit kembali bergemuruh karena pertempuran para dewa.

Dampaknya petir saling meyambar dan hujan turun dengan lebat membasahi bumi. Belum ada tanda-tanda siapa yang akan menang. Meski Arsa sendirian, ia tidak mudah untuk dikalahkan.

“Dewi Hara, lihatlah, hanya karena ulahmu saja langit jadi porak-poranda. Dewi kecil sepertimu sungguh tidak tahu diri.” Dewi Ambar mendekat. Telapak tangannya menyentuh perisai yang melindungi dewi kebaikan, dan terasa sengatan yang menyakitkan.

“Aku tidak bersalah, Dewi Ambar. Suamiku hanya berusaha melindungiku saja,” jawab Dewi Hara.

Dewi kebaikan itu menutup mulutnya ketika harimau putih yang merupakan jelmaan suaminya terpelenting dan kembali dalam wujud manusia. Namun, Arsa masih kuat bertahan.

“Tidak bersalah? Jadi kau ingin mengatakan kalau Raja dan Ratu Langit yang salah mendugamu? Sudah jelas-jelas kau bersekongkol dengan Raja Iblis, yang di dalam portal itu suamimu, kau begitu tega, Dewi Hara.” Dewi Ambar ingin menolong lelaki yang ia cintai, tapi … masuk dalam pertempuran itu sama saja cari mati.

“Sampai mati pun aku tidak akan mengakui perbuatan itu. Tidak mungkin aku mencelakai suamiku sendiri sampai Arsa terkurug di dalam portal selama sepuluh tahun. Aku mencintai Arsa, lebih besar daripada cintamu padanya, Ambar.” Sang dewi kebaikan tahu apa isi hati dewi bunga. Sayangnya hubungan antara Hara dan Arsa dari dulu tidak berhasil pihak ketiga untuk datang.

“Kau, aku akan sangat bahagia melihatmu disambar petir seribu kali.” Dewi Ambar melayang dan menghindar ketika kilatan petir mengenai perisai yang melindungi Dewi Hara. Perisai tersebut hancur dan wajah Dewi Hara berdarah di bagian pipi.

Ketika pertarungan terus berlangsung dan belum juga ada yang kalah, salah satu dewa yang paling tua bahkan lebih tua daripada raja langit memperhatikan dari belakang pilar. Ia menggeleng melihat sang dewa perang dikeroyok teman-temannya sendiri.

“Mungkin ini saatnya.” Dewa tersebut memegang kalungnya yang berisikan simbol dari tujuh rasi bintang. Simbol itu ia genggam dan dari tangannya keluar sebuah titik-titik energi aneka warna. Titik energi itu menghantam Arsa lalu masuk ke dalam tubuh Dewi Hara.

“Hah, apa ini? Kenapa napasku tiba-tiba sesak.” Dewi kebaikan itu jatuh dan terduduk.

Hara nyaris tak bisa bernapas. Seolah-olah ada yang masuk dan memotong-motong arwahnya hingga pecah jadi tujuh. Lalu dewa paling tua itu menghilang. Ia menuju satu tempat di mana untuk menanti ke mana Arsa akan dilempar.

Melihat istrinya tak berdaya, konsentrasi Dewa Arsa langsung buyar. Pedangnya terpental begitu saja ketika disambar oleh kilat milik dewa penjaga gerbang langit . Tak lagi ia hiraukan pertarungan itu. Arsa mendekati Hara yang tergeletak tanpa sebab.

“Hara, bangun, sadarlah, kau tidak boleh mati.” Arsa menepuk pipi halus istrinya. Hara sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Tiga orang dewa yang ingin meringkus Arsa jadi menurunkan senjatanya.

Napas Dewi Hara tinggal satu demi satu. Arsa mencoba menarik benda asing yang masuk ke dalam tubuh istrinya. Namun, benda itu begitu kuno dan sakti, hingga ditarik oleh kekuatan apa pun tidak akan keluar.

“Apa yang kalian tunggu. Cepat jalankan hukuman!” Titah dari raja langit telah turun.

Dua dewa yang lain menangkap, mengikat dan menjatuhkan tubuh Arsa. Bahkan dewa gunung menginjak punggung dewa perang dengan kaki kirinya.

“Maafkan, kami hanya menjalankan perintah!” Dewa air dan dewa gunung mengabaikan persahabatan mereka selama ribuan tahun.

“Hara, bangun, cepat pergi dari sini!” Arsa sudah kehabisan energi. Walau sudah berkali-kali ia panggil, Hara tetap tidak membuka matanya.

“Hukuman tetaplah hukuman, Dewa Arsa. Setelah ini kami akan berbuat seribu kebajikan untuk menebus kesalahan kami.” Dewa penjaga gerbang langit menaikkan pedangnya tinggi-tinggi.

Langit yang mendung dengan awan pekat. Kilat yang bersahut-sahutan serta hujan lebat tadinya turun mendadak diam mendengar seruan sang dewa penjaga gerbang langit. Semuanya berputar menjadi satu dalam sebuah pusaran angin.

Mata indah Dewi Hara melihat kumpulan petir keluar dari pusaran angin tersebut. Ia sadar usianya tak akan lama lagi. Kumpulan petir itu telah genap sampai seribu. Dewa penjaga gerbang langit menggerakkan pedangnya. Badai tersebut mengeluaran kilatan yang membentuk akar pohon dan menyambar tubuh Dewi Hara yang tergeletak tak berdaya.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Roh Dewa Perang   110. Rahasia di Dalam Rahasia

    Kuwara mengubah wujudnya menjadi seekor serigala besar dan berdiri di dua kakinya. Dewa perang itu juga mengubah wujudnya menjadi seekor harimau kuning besar dengan otot yang kokoh serta taring dan kuku yang tajam. Dua binatang buas yang saling berteriak dan memamerkan kekuatan mereka. Suara auman yang terdengar membahana sampai menembus portal keamanan milik Dewa Rama. Bahkan Hara terkejut dan hampir pegangannya pada Dewi Anjas terlepas. Di bumi, suara dua dewa yang sedang bertikai itu terdengar seperti naga yang sedang bangkit dari tidurnya. Macam-macam legenda yang berkembang. Terutama ketika tubuh binatang buas itu menutupi bulan yang bersinar terang. Penduduk bumi akan mulai memukul kentungan agar mereka yang bertikai memuntahkan bulan yang ditelan. Harimau dan serigala itu saling bergelut. Mencakar, menggigit, menendang, mematahkan tulang belulang. Kuku mereka masuk ke menembus kulit, tulang serta daging. Darah bercucuran sampai menetes ke bumi hingga membuat tumbuhan yang

  • Roh Dewa Perang   109. Pertarungan

    Hara memegang pedang api neraka di tangan kanannya. Ia bersiap menghadapi pasukan iblis yang jumlahnya begitu banyak. Sang dewi melompat dan menaikkan lalu menebas pedangnya hingga timbul gelombang energi angin yang cukup besar. Gelombang itu tajam sesuai dengan pedangnya dan membuat beberapa bagian tubuh iblis terputus. Kemudian ibu dari Dewa Kembar itu berlarian dari satu atap ke atap lainnya sembari mengayunkan senjata mengikuti gerakan para iblis yang begitu gesit. Peluh Hara bercucuran. Ia melompat lebih tinggi dan mencoba meretakkan portal iblis yang dibuat oleh Kuwara. Portal hancur sedikit demi sedikit. Cahaya hijau terang dari tubuh Dewi Anjas keluar menembus langit. “Besar juga kekuatanmu sejak kembali dari bumi.” Kuwara memperhatikan pertarungan sengit dari atas singgasananya. Di sisi kirinya Dewi Anjasmara terkulai lemah tanpa bisa melawan.Sementara itu Reksi berdiri di antara barisan para prajurit neraka yang menghadapi Arsa. Pelayan Raja Iblis itu memiliki dendam yan

  • Roh Dewa Perang   108. Teman Lama

    Seekor rubah ekor tujuh berlarian di atas gunung es. Ekornya bergerak ke sana kemari dengan lincah hingga membuat pola yang cahayanya berpendar begitu indah. Rubah ekor tujuh itu melompat ketika seekor harimau mengejarnya. Sang dewi api sedang menguji kekuatan barunya. Benar ia telah menyatu dengan makhluk kuno yang habitatnya dulu hancur diburu para iblis. Seekor harimau besar melompat cukup tinggi, mata rubah ekor tujuh itu bersinar terang. Dengan kekuatannya ia bersusaha menghindar dari terkaman. Namun, setelah rubah melompat tetap saja harimau yang merupakan perwujudan dari dewa perang mampu menangkapnya. “Ah, sudah, sudah hentikan! Aku tak tahan geli!” Dewi Hara mengubah wujud menjadi seperti biasa ketika kuku-kuku harimau yang tajam menelisik bulu-bulu rubah yang halus. Hara tak berhenti tertawa sampai menangis ketika Arsa terus menggodanya. “Ternyata seorang Dewi Api bisa geli juga. Kupikir seluruh tubuhnya akan dilindungi perisai sampai tak bisa tersentuh.” Arsa menyudahi

  • Roh Dewa Perang   107. Rubah yang Angkuh

    Di puncak Gunung Api dan Es, Dewi Hara berdiri tegak, matanya menatap tajam ke arah cakrawala yang dipenuhi oleh kabut tebal. Angin dingin yang menusuk tulang bercampur dengan panas yang membara dari lava yang mengalir di bawahnya, menciptakan suasana yang penuh dengan ketegangan dan kekuatan alam yang luar biasa.Dewi Hara mengangkat pedang saktinya, pedang api neraka, yang berkilauan dengan sinar merah yang memancar dari dalamnya. Pedang itu ia dapatkan ketika menjadi sosok Nira. Sebuah senjata berbahaya yang mampu mengeringkan sungai dalam sekejap mata. Dengan setiap ayunan, Dewi Hara merasakan kekuatan yang mengalir melalui tubuhnya, mempersiapkannya untuk pertempuran yang akan datang. Perang melawan bagian dari dirinya sendiri. Di hadapan wanita berambut keriting itu, bayangan besar mulai terbentuk. Rubah Ekor Tujuh, makhluk yang merupakan gabungan dari tujuh dewi zodiak kuno, muncul dengan anggun. Setiap ekor rubah memancarkan cahaya yang berbeda, mencerminkan kekuatan dan el

  • Roh Dewa Perang   106. Sepasang Kekasih?

    Sahasika membawa bayi Arsa dan Hara ke dalam kediamannya bersama raja langit. Tak lama kemudian Wanudara pun masuk. Sahasika memerintahkan para pelayan keluar. “Apa lagi yang kau lakukan?” tanya Wanudara pada ratu langit. “Menurutmu?” tanya kembaran Senandika itu dengan ekor mata melirik lelaki yang bukan suaminya. “Kenapa harus mencari masalah lagi?” Raja langit duduk dengan dua kaki terbuka lebar. “Aku tidak mencari masalah, Kanda, aku mencari kasih sayang. Anak sekecil ini pasti tahu menyayangi siapa yang merawatnya. Hal yang tidak pernah aku dapatkan dari dulu.” “Sahasika …” panggil sang raja. “Berhenti memanggilku dengan nama itu. Aku bahkan tak menyukainya sama sekali.” “Sahasika, kejahatanmu sudah terlalu jauh, cepat atau lambat aku harus mengembalikan Senandika pada tempatnya.” Jujur saja Wanudara merindukan istrinya yang asli. Wanita yang penuh kelembutan tapi ketegasan, hanya saja mudah kasihan pada saudara kembarnya. “Aku tidak akan mengembalikan tempat ini pada Sen

  • Roh Dewa Perang   105. Gunung Api & Es

    Arsa dan Hara pergi berdua ke gunung api dan es untuk menekan gejolak panas pada tubuh sang dewi. Keduanya melintasi langit di malam hari yang bertabur bintang amat indah. Tak mau terburu-buru, begitulah mereka kalau sedang berdua. “Itu, bintang saat aku masih di kehidupan yang dulu,” ujar Hara saat ia difitnah pada kehidupan lampau.“Dan bersinar sangat terang. Dari sana saja sudah ketahuan kalau kau tidak bersalah.” “Kalau misalnya aku bersalah, Kanda, aku jadi apa?” “Meteor atau benda-benda langit lainnya yang jatuh menghantam bumi dan membuat kerusakan hingga menyengsarakan umat manusia serta menyulitkan para dewa.” “Oh, aku baru mendengar hal-hal seperti ini. Tapi bintang di sebelah itu siapa, ya? Kenapa aku curiga kalau dia salah satu temanku,” tunjuk Hara pada bintang dewi pelangi hijau dengan sinar yang tak kalah terangnya. “Nanti akan aku cari tahu. Kita lanjutkan perjalanan, semakin cepat sampai semakin cepat kita bertemu dengan si kembar.” Arsa semakin menggenggam erat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status