Share

Roh Dewa Perang
Roh Dewa Perang
Penulis: Rosa Rasyidin

Dewa Arsa

Bagian 1

Dewa Arsa

Kerajaan langit sedang berbahagia, lantaran seorang dewa perang yang sudah berusia ribuan tahun baru saja kembali membawa kemenangan setelah menutup portal iblis. Portal di mana musuh abadi senantiasa mengintai dan bisa melepaskan ancaman kapan saja.

“Hara ...! Hara ...!” Lelaki yang masih menggunakan zirah perang itu memanggil nama seseorang sembari tersenyum lebar.

Dewa perang bernama Putra Bawika Arsa masuk ke dalam kediamannya—aula biru di kerajaan langit.

Para dewa dan dewi yang menjaga memberikan hormat kepadanya. Namun, sudah berkali-kali Arsa memanggil istrinya, Hara tak jua datang. Para dewa-dewi hanya saling melirik satu sama lain sehingga menyebabkan Arsa menjadi heran.

“Katakan! Di mana gerangan istriku berada sekarang?” tanya Arsa yang tak sabaran.

Hampir sepuluh tahun ia meninggalkan aula biru demi menutup portal iblis. Tentu saja Arsa sangat merindui sang istri, Hara—Dewi kebaikan yang senantiasa memberikan pengaruh positif padanya.

“Kalian tidak punya mulut untuk bicara, hah?!" sergahnya dengan sorot mata menyala-nyala. "Atau harus aku cambuk terlebih dahulu!” ancam sang dewa perang.

Mendengar ancaman itu, para dewa dan dewi penjaga langsung saja berlutut.

“Ampun, Dewa Arsa. Dewi Hara, dia, dia …” Ragu-ragu salah seorang dewi berkata.

“Dia kenapa dan ada di mana? Kenapa tidak menyambutku seperti biasanya?” Dewa Perang Arsa mengenggam pangkal pedangnya menatap dengan penuh tanda tanya. Tidak pernah Hara seperti ini. Aroma wangi khas sang istri pun tidak lagi terhidu di penciumannya di aula tersebut.

“Dewi Hara ... se–semenjak Dewa Arsa pergi, beliau ... ditawan di penjara khusus. Tidak boleh ada salah satu di antara kami yang menjenguk atau membawakan makanan. Ka–mi sudah tak pernah bertemu sejak Dewi Hara ditahan,” ujar seorang dewi di kediaman Arsa dengan terbata.

“Kurang ajar! Siapa yang telah melakukan ini? Berani sekali dia lakukan ini ketika aku tidak ada!” Arsa menarik pedangnya keluar dengan geram.

Tak lama lama kemudian dewa penjaga gerbang langit—Dewa Jayamurcita datang beserta pasukannya. Dewa yang berumur sama dengan Arsa itu membawa rantai besi. Di tangan kirinya juga sudah ada pedang yang mampu mengeluarkan petir.

Arsa kini tahu, dia sedang tidak baik-baik saja saat ini.

“Dewa Perang Arsa! Selamat atas usahamu yang tidak sia-sia. Kau berhasil menutup portal iblis, hingga langit kembali tenteram dan penduduk bumi tidak akan terkena bencana alam lebih besar, tapi …” Jayamurcita menggantung omongannya seraya berisyarat dengan gerakan tangannya yang tiba-tiba.

Kemudian pasukan yang kini ada di bawah perintahnya menyebar. Secara tak sopan pasukan itu mendorong dewa dan dewi kecil penjaga aula biru. Kediaman sang dewa perang dan istrinya selama ribuan tahun di langit berubah jadi kacau.

“Bukankah kalian seharusnya menyambut kedatanganku dengan penuh suka cita?!” Arsa mencoba melindungi dewa dan dewi di bawah kuasanya. Ia tak akan biarkan seseorang mengobrak-abrik aula biru. Aula yang ia jadikan hadiah pernikahan saat mempersunting Dewi Hara.

“Seharusnya, tapi istrimu membuat ulah! Raja dan ratu langit sudah cukup bersabar selama ini," ucap Jayamurcita tegas. "Kalian semua tunggu apa lagi? Tangkap dewa dan dewi yang bersekongkol dan menyembunyikan kejahatan Dewi Hara! Jika mereka melawan, penggal kepalanya saat itu juga!” perintah dari Jayamurcita telah keluar.

Dewa dan dewi yang tidak tahu apa kesalahan mereka itu hanya bisa diam saja ketika tubuhnya dirantai. Daripada mati terkena sambar pedang petir, mereka memilih untuk pasrah.

Dewa Perang Arsa baru saja pulang dari pertarungan besar. Tubuhnya masih amat sangat lelah, jubah perangnya bahkan belum dibuka. Pelipisnya pun masih mengalirkan darah merah akibat tergores pedang milik raja iblis. Mengapa malah sambutan semacam ini yang harus ia dapatkan?

Tak bisa tinggal diam, Arsa pun mencabut pedang petirnya. Ia lepaskan rantai besi yang mengikat bawahan yang selama ini begitu setia mendampingi tanpa pernah berkhianat.

“Kau langkahi dulu mayatku, baru kau bisa membawa mereka pergi!” Arsa menatang Jayamurcita.

“Kau pikir aku takut, segera setelah istrimu dihukum mati, kau pun juga sama Arsa, sebagai suami kau tak becus mendidik istrimu menjadi dewi yang baik.” Jayamurcita juga mengeluarkan pedang petirnya.

Dua dewa sama hebatnya itu beradu kesaktian di langit, mereka saling menghunuskan senjata hingga langit jadi bergemuruh dan petir bersahut-sahutan. Keadaan yang akan mempengaruhi kehidupan di bumi.

Tak hanya itu saja angin kencang berembus dan hujan pun turun di bawah naungan kerajaan langit, yang jika dibiarkan maka penduduk bumi akan mengalami banjir besar. Tidak ada yang mau mengalah sama sekali. Arsa merasa dirinya benar sedangkan Jayamurcita juga sama. Pertarungan itu membuat beberapa dewa keluar dari kediamaannya. Salah satunya berani menegur keduanya.

“Kalian berdua, hentikan!” Tiba-tiba saja seorang Dewi yang dikenal bernama Ambaramurni terbang dan melerai keduanya hingga saling berjauhan.

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status