Satu bulan setelah penculikan Jose, Clara dan Adrian lebih memperhatikan Jose, pengawasan ketat dilakukan, Clara tidak mau lengah lagi, ia masih tak menyangka, kalau Dinda yang melakukan penculikan. Clara dan Adrian selalu mencurahkan kasih sayangnya pada Jose. Clara juga mengizinkan Bram, ayah kandung Jose untuk sesekali bertemu dengan Jose.Setiap malam Clara menyempatkan menemani dan membacakan buku cerita pada Jose, sampai Jose tertidur pulas, seperti malam ini, dengan manjanya Jose menarik tangan Clara sambil berucap manja.“Mommy, ayo bacakan cerita kancil ke cebur sumur, dan di tolong sama gajah,” rengek Jose sambil bergelayut manja.“Okey, sayang, Jose sikat gigi dulu, lalu naik ke tempat tidur, nanti Mommy bacakan cerita,” balas Clara sambil menggandeng tangan mungil Jose.Jose pun menuruti apa yang di perintahkan Clara, dengan berlari kecil ia masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya, dan setelah itu berajak naik ke tempat tidur dan di sana Clara sudah duduk bersanda
Kaki Clara terasa lemas, Jose akan di tangani lima dokter sekaligus, pertanyaan sakit apa Jose, membayangi pikiran Clara. Langkahnya pelan, keluar dari ruangan Dokter Ridwan. Nilam yang menunggu Jose, juga terlihat cemas, ketika melihat Clara, seperti orang linglung.“Clara, Jose, baik-baik saja ‘kan?” tanya Nilam, menatap putrinya dengan tatapan dalam.“Tidak Bu, Jose tidak baik-baik saja, cobaan apalagi ini Bu, kenapa masalah suka sekali menghampiriku,” balas Clara, terlihat putus asa, ia menghempaskan pantatnya di kursi tunggu, lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, dan berlahan terdengar isakan tangis. Suara tangisan Clara, begitu memilukan, membuat Nilam bersedih, dan cemas akan keadaan Jose. Nilam duduk di sebelah Clara, di usapnya punggung Clara dengan lembut, seraya menunggu pernyataan dari dari putrinya, tentang sakit yang di derita Jose.“Adrian dan Baskoro suruh pulang, jika memang ini serius,” ujar Nilam pelan.Clara mendesah pelan, dan menghentikan tangis
Bram, sampai di depan ruangan Fandi, tanpa mengetuk pintu, ia langsung masuk, Fandi terkejut dengan kehadiran Bram yang tampak begitu cemas.“Kak Bram, duduklah,” pinta Fandi, ia tahu persis maksud Bram menemuinya.Bram pun duduk, menghela nafas berat dan kemudian berucap.“Apakah benar, Jose harus tranplantasi jantung?” tanya Bram dengan bibir gemetar.“Benar Kak Bram, Jose mengalami lubang di pembuluh darah aorta yang membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh. Dari hasil pemeriksaan, sakit jantung Jose sudah sangat parah, pengobatan dan operasi sudah tidak memungkinkan, dan jalan satu-satunya adalah tranplantasi jantung,” jelas Fandi.“Berapa lama Jose bertahan?” tanya Bram.“Kita punya waktu satu bulan sampai kita mendapat donor jantung yang sesuai, kami sudah menghubungi Rumah Sakit Jantung Singapura, untuk mendapatkan donor jantung,” balas Fandi dengan serius.“Jika dalam satu bulan, Jose tidak mendapatkan donor jantung, apa yang terjadi?” tanya Bram lagi, kali ini jantungnya
“Clara, malam ini kamu mau bertemu dengan orang tua Bram?” tanya Bi Atik, wanita berusia 40 an, bibi yang merawat Clara sedari kecil.“Iya, Bi Atik. Tapi ada satu hal yang belum aku ceritakan pada Mas Bram, yaitu mengenai Ayah,” kata Clara tak bisa menyembunyikan kecemasannya.“Dengarkan Bibimu ini, Clara. Kamu tidak boleh mengatakan tentang Ayahmu, Bram sudah bersusah payah menyakinkan keluarganya untuk menerima kamu sebagai menantu Thomas Himawan dan merestui pernikahan kalian. Sangat sulit bagi orang kaya yang mau menerima besan orang miskin seperti kita, kalau mereka tahu ayahmu seorang narapidana, Bibi yakin keluarga Bram tak akan bisa menerimanya,” ucap Bi Atik menatap serius Clara.“Tapi, Bi. Apa yang harus aku katakan, jika mereka bertanya tentang Ayah?”“Katakan ayahmu menjadi TKI, atau apalah, asalkan jangan di penjara, lakukan demi Bibimu ini. Bibi telah merawatmu semenjak ibumu meninggal dan ayahmu di penjara, Bibi capek hidup susah, Clara ini masa depanmu jangan pikirka
Bulan Madu di Bali, impian semua orang termasuk Clara. Betapa bahagianya Clara. Bram sangat memanjakannya, menginap di hotel bintang 7, makan di restoran dengan berbagai menu yang sebelumnya belum pernah ia coba, kesempatan juga untuk berwisata kuliner yang kebetulan hobi Clara memasak. Sungguh Clara tak menyangka, kehidupan yang penuh kemewahan Clara raih seperti yang ia impikan.“Clara, sudah satu minggu kita menikmati keindahan Pulau Dewata, bagaimana, kamu puas?” Bram mendekati Clara, tangannya pun melingkar di bahunya.“Makasih ya Bram, kamu bukan hanya memberikan cinta, tapi juga kemewahan.”Mereka berdua menikmati keindahan pantai di senja hari, suasana yang sangat romantis, deburan–deburan ombak mengiringi gejolak cinta di dalam jiwa mereka. Tapi jauh dalam hati Clara, ia mencemaskan keadaan Ayahnya, entah di mana dia, Clara belum mendapatkan kabar dari Bi Atik. Sebelum kepulangan mereka, Bram dan Clara berbelanja untuk oleh-oleh.“Clara, kamu beli oleh–oleh buat Bibimu, a
Akhirnya setelah dua bulan mencari keberadaan ayahnya, tak sengaja Clara menemukan ayahnya, dengan susah payah ia membujuk ayahnya supaya ikut dengannya ke rumah Bi Atik.“Kak Hanggoro.” Atik terkejut melihat kedatangan Hanggoro dan Clara. “Syukurlah, Ya Tuhan, akhirnya kamu bisa menemukan Ayahmu, Clara,” ucap Atik lagi, binar bahagia terlihat jelas di wajahnya.“Iya Bi, tak sengaja aku menemukan ayah,” balas Clara, sambil menuntun ayahnya duduk di sofa ruang tamu.“Ayah malu, bertemu kalian, apalagi Clara sudah menjadi menantu konglomerat, aku tak ingin, keluarga suami Clara tahu, kalau besannya seorang mantan napi,” ujar Hanggoro sesekali mengusap titik embun di matanya.“Mereka memang belum tahu, dan tak boleh tahu, kita akan tetap merahasiakan,” tukas Bi Atik dengan tegas.Tok..TokMereka bertiga di kejutkan suara pintu, terlihat sudah berdiri Bram di depan pintu. Clara terkejut wajahnya mendadak pucat, demikian juga Atik dan Hanggoro.“Bram, masuklah kebetulan kamu kemari, ini
Semuanya terkejut dengan ucapan Ambar. Seketika Ambar mendekati Hanggoro, sebuah dorongan kuat mengguncang tubuh rentanya hingga terdorong ke belakang. Dengan secepat kilat, Bram menahan tangan Ambar, ketika akan memukul Hanggoro.“Sabar Tante Ambar, ini mungkin kesalahpahaman, ini Pak Hanggoro, ayah mertua Bram, ayah kandung Clara.” Bram berusaha menjelaskan pada Ambar.“Mana mungkin Aku lupa dengan wajah penjahat ini, belasan tahun aku memendam rasa ini, hukuman kurungan seumur hidup tak pantas, kenapa kamu tak di hukum mati hah! Sebagai ganti nyawa suamiku yang kau lenyapkan.” Mata Ambar nyalang menatap Hanggoro, umpatan demi umpatan ia lontarkan tak perduli dengan sekelilingnya.Hanggoro hanya menunduk dan terdiam. Ia tak menyangka masa lalu yang kelam terbongkar di hadapan keluarga Bram.Clara dengan gemetar mendekati Ayahnya, belum sampai langkahnya, tiba-tiba Ambar melayangkan vas bunga ke arah Hanggoro, tak hayal lagi vas bunga mengenai pelipis Hanggoro hingga berdarah. Bram m
Tak butuh waktu lama Thomas dan Elin orang tua Bram, memproses perceraian Bram dan Clara, dengan bantuan pengacara, kurang dari satu bulan surat ceraipun di dapat. Elin tersenyum puas, kini ia telah terbebas dari menantu miskin dan besan mantan narapidana. Sementara Bram di dalam kamar mewahnya hanya menatap sendu, langit–langit kamar, sudah satu bulan ia tak pernah bertemu Clara, kerinduan membuncah pada wanita yang teramat di cintai, kini sudah berakhir rindu yang tak pernah bisa di curahkan. Perlahan ia bangkit dari tidurnya, langkahnya terhenti di depan meja, matanya nenatap kosong berkas-berkas proyek yang diberikan ayahnya malam kemarin, perintah untuk mengerjakan proyek di Singapura harus ia kerjakan.“Mungkin ini yang terbaik, pergi jauh dan fokus pada pekerjaan akan lebih mudah melupakan Clara,” gumam Bram dalam hati.Sementara Clara di dalam kamar yang sempit dan beralaskan kasur busa tipis, netranya terus memandangi surat cerai, bibir mungilnya tersenyum manis tapi di sudut