Share

Re : 4

Darah mengalir dari balik bajuku. Bercak merah membekas di beberapa sisi. Punggungku terasa panas. Sebuah cambuk besar, berkali kali dipukulkan ke arahku. Entah berapa lama aku berada di posisi ini, begitu kereta berhenti seorang penjaga langsung menggeretku keluar. Dan disinilah aku sekarang. Kami biasa menyebutnya dengan ruang kedisiplinan. Tempat dimana kau akan mendapatkan hukuman atas perbuatanmu, tidak hanya itu saja. Kadang kami juga menjadi pelampiasan kemarahan para penjaga.

Tubuhku di penuhi luka. Aku berusaha mengantupkan mulutku kuat kuat. Jemariku aku kaitkan satu sama lain, untuk menguatkanku menahan sakit.

“Jawab aku Three!”. Sebuah bentakan menyadarkanku. Aku terdiam,apa yang tadi dibicarakanya?. Aku terlalu fokus dengan rasa sakit dipunggungku. Mataku mengerjap, berpikir secepat mungkin, kata apa yang harus aku katakan.

“Maafkan aku tuan, aku tidak akan mengulanginya lagi”

Aw.. aku mendesis. Sebuah cambukan kasar, dipukulkan kearahku.

“Kau berani mengacuhkan pertanyaanku? Kau pikir siapa dirimu?”

Aku mengumpat dalam hati, sepertinya jawabanku salah. Apakah ini berhubungan dengan six?.

“Maaf tuan, Anak baru itu mengikutiku tanpa sepengetahuanku”.

Kebohongan keluar dari mulutku, tidak ada pilihan lain. Jika ia tahu aku sengaja mengajaknya hukuman ini akan semakin berat. Lagipula kami baru bertemu beberapa hari, tidak mungkin aku menutupi kesalahannya dengan mudahkan?.

 Aku memang berencana menjadikanya teman se tim untuk keluar dari sini, tapi aku juga membutuhkan kambing hitam jika ada yang perlu disalahkan.

Sebuah cambukan besar kembali mengarah ke punggungku. Aku berusaha menegakkan kakiku yang sejak tadi mau tumbang.

“Aku tidak bertanya tentang hal itu. Dengarkan perkataanku, aku tidak akan mengulangnya lagi!. Mengapa kau selalu membuat masalah di jadwal penjualan Three? Apa yang kau rencanakan?”

Aku menelan ludahku. Aku sudah berlatih berkali kali untuk menjawab pertanyaan ini, hanya saja aku tidak pernah mengatakanya langsung. Membuat mulutku sedikit gugup.

“Aku tidak merencanakan apapun. Semua ini terjadi secara kebetulan saja, dan aku merasa senang tinggal di The Strary. Aku tidak akan mengecewakanmu lagi”

Hampir saja aku muntah, saking jijiknya dengan kata kataku. Senang? Tempat ini sudah seperti neraka bagaimana bisa aku senang? Bernafas saja sudah sesak.

Aku kembali mengatakan kebohongan diatas kebohongan. Karena aku sudah sering berada ditempat ini, aku mempelajari bahwa para penjaga sangat mudah dirayu. Katakan saja kata kata yang akan ingin didengarnya. Seperti permintaan maaf, memujinya atau mengatakan dirimu akan patuh dengan mereka.

Mayoritas penjaga disini adalah Beast.  Dengan badan besar dan kekuatan mereka, mereka menjadi sosok yang cocok sebagai penjaga. Walaupun mereka berada di peringkat ke 5 di dunia, mereka memiliki ambisi yang kuat untuk menjadi yang teratas. Ras beast juga suka berkelahi dan membuat kerusuhan.

Penjaga itu mendorongku dari belakang, membuatku terjatuh berdebam tepat di wajah.

“Kembalilah ke basecamp mu. Aku tidak ingin melihatmu lagi”

Aku mengangguk pelan. Kutegakkan kakiku dan berjalan keluar dari tempat itu, mataku sedikit berkunang. Dengan tertatih aku melewati lorong dan menuju ke kamarku.

“Three!”. Six memanggilku dari dalam selnya. “Kau tak apa? Apa dia menghukummu karenaku?”

Aku menegakkan tubuhku, berusaha menutupi rasa sakit yang menghujam. Sebuah senyuman terukir di wajahku.

“Aku baik baik saja. Penjaga itu hanya ingin bicara sedikit”.

 Aku sedikit kaget dengan apa yang ku katakan, sebenarnya aku tahu hukuman kali ini lebih berat karena aku harus menanggung hukuman untuk Six juga. Padahal tadi aku dengan sengaja berusaha menyalahkannya juga ketika di ruang disiplin, tapi sekarang mengapa aku malah menyembunyikanya?. Sepertinya benar apa yang Six katakan, aku adalah rubah bermuka dua.

Six menatapku curiga, dia membuka selnya dan berjalan ke arahku. Aku tidak menyangka hari ini penjaga sudah membuka kunci sel untuk Six. Seingatku, aku saja membutuhkan waktu 5 hari untuk mereka percaya dan membuka kunci selku.

Aku sudah terlebih dulu menutup selku dan menahanya dengan tangan.

“Kenapa kau kemari? Aku baik baik saja, sungguh. Aku ingin istirahat sebentar”.

Aku tersenyum lagi.

“Buka! Biarkan aku melihat lukamu!”. Anak laki laki itu menarik pintu besiku dengan paksa.

“Luka apa? Khawatirkan dulu wajahmu yang terluka itu. Kenapa kau malah mengkhatirkanku? Aneh. Sudah ah.. aku mau tidur”

Six tetap bersikukuh dengan pendirianya. Aku berusaha menahan dengan sekuat tenaga, membuat luka di punggungku semakin sakit. Aku meringis, menahan sakit.

Melihat hal itu, six berhenti menarik pintuku. Dia berjongkok di depan selku.

“Sakit kan? Biarku bantu membersihkan lukanya”

Aku berusaha tertawa. “Apa sih, sakit segini saja bisa ku tahan”.

“Three..”. Dia memanggilku lirih.

“Berhentilah tersenyum, kau bisa menangis jika itu sakit”. Six menatapku iba.

Aku melebarkan mataku, kaget. Tanpa sadar pegangan tangaku ke pintu melemah, dan dengan mudah Six membuka pintu selku. Sebuah pelukan hangat memeluk tubuhku, air mata dengan deras mengalir dari mataku. Aku sudah menahanya sejauh ini, dan dengan mudahnya ia menghancurkan pertahananku. Aku selalu menganggap menangis akan membuatku menjadi lemah, entah kapan terakhir kali aku menangis.

Aku menangis tersedu sedu, sakit. Luka di hatiku benar benar sakit, kehangatan ini seperti membakar jiwaku. Anak laki laki di depanku memberikan apa yang selama ini kubutuhkan, sebuah sandaran. Bertahan 3 tahun di tempat ini benar benar sulit. Aku takut aku akan berakhir sama dengan ras manusia lain. menjadi gila dan kehilangan emosi mereka.

“Jangan tinggalkan aku”. Kataku pelan.

“Aku tidak akan pergi”. Katanya sambil memeluk tubuh kecilku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status