“Cepat jalan!”. Seorang penjaga dengan pisau di tanganya mendorong kami untuk berjalan berjejer ke depan.
Hari ini adalah jadwal penjualan, kami sebagai budak akan berjejer rapi di tengah pasar. Menjajalkan diri kami mulai dari peringkat tertinggi hingga terendah. Seperti biasa siren menempati peringkat pertama dalam urutan di The Strary. Bukan berarti mereka menempati peringkat pertama di dunia ini, hanya saja tempat penjual belian ini belum cukup hebat untuk menculik peringkat satu dunia yaitu Roh. Aku pernah mendengar mereka pernah hampir menghancurkan satu desa, ketika mencoba mencuri seorang anak roh. Padahal yang mereka coba curi adalah roh hutan, roh terendah diantara roh lainya.
Aku melirik ke sebelah kiriku, six berada jauh dariku. Ada dua orang yang menjadi penghalang di antara kami.
“Tadi kau bilang ingin keluar dari sini? Kau yakin kau bisa melakukanya?. Atau jangan bilang kau ingin keluar dalam keadaan tak bernyawa?”. Aku berusaha memancing emosinya, aku harus memastikan apakah kita bisa menjadi tim yang bagus. Dari 5 anak disini, tidak ada satupun yang memiliki semangat untuk kabur. Mereka terlalu takut dengan para penjaga dan bully an anak anak dengan peringkat lebih tinggi. Dan aku tentu saja tidak ingin membuang waktuku untuk hal yang tidak berguna.
“Tentu saja dalam keadaan hidup! Aku tidak akan mati semudah itu”
“Oke”. Aku menepukkan kedua tanganku. Mungkin anak ini bisa membantuku keluar dari sini.
“Aku akan membantumu bertahan hidup”. Senyum manis terulas di wajahku.
Seorang pelanggan berjalan mendekatiku, wajahnya melihatku jijik. Dia menutup hidungnya rapat rapat.
“Hei.. kenapa kau jual barang tak layak seperti ini?”. Werewolf itu menunjuk ke arahku. Aku menunduk. Bajuku dipenuhi dengan kotoran, bahkan aku juga menempelkan beberapa kotoran itu ke rambutku. Dan wajahku sengaja kupukul dengan nampan makan yang terbuat dari besi, sehingga wajahku kini tertutupi dengan lebam di sana sini.
Seorang penjaga tergopoh gopoh mendekat, memastikan apa yang terjadi. Matanya terbelalak.
“Kau tahu aku punya indra penciuman yang kuat, kau sengaja ingin membunuhku?”. Hardiknya
“Maafkan kami atas pemandangan yang buruk ini, saya akan segera menariknya mundur”. Penjaga itu berkali kali menundukkan wajahnya, meminta maaf.
Dengan kasar ia menarik tali yang mengikat tanganku dan membawaku kembali ke kereta. Tamparan keras mengarah ke wajahku yang lebam.
“Ini sudah kesekian kalinya, kau membuat ulah. Berhenti merepotkanku!”. Dia menarik rambutku dan menghempaskanku ke dalam. Aku mengaduh pelan.
“Maafkan aku tuan, aku tidak akan mengulanginya lagi”. Aku meringkuk didepanya, memohon ampun.
Beast besar itu menarik rambutku lagi. “Three, jika kau berulah lagi. aku akan benar benar membunuhmu”
Aku mengangguk patuh. Debuman keras terdengar ketika penjaga itu menutup pintu kereta.
“Ah… akhirnya selesai juga”. Aku meregangkan tanganku kedepan. Cara ini selalu berhasil berapa kalipun aku melakukanya. Hal terpenting yang tidak boleh terluka adalah wajah, itu adalah peraturan tertulis yang harus dipatuhi siapapun. Bahkan penjaga sel sekalipun. Bayangkan saja siapa pelanggan diluar sana yang rela mengeluarkan uangnya hanya untuk budak jelek dengan luka lebam sepertiku? Hanya orang gila saja yang akan melakukanya.
Aku menyenderkan badanku ke dinding kereta. Walaupun aku sudah sering melakukanya tetap saja terasa sakit. Bagaimanapun juga aku makhluk hidup. Aku menyentuh ujung bibirku yang berdarah, penjaga itu memukulku sepenuh hati. Tentu saja ia tidak ingin melewatkan kesempatan untuk memukul wajah gadis yang selama ini membuat masalah.
BRAK.. tidak lama kemudian pintu kereta kembali terbuka. Beast besar dengan badan singa itu menyeret six.
“Sampah seperti kalian lebih baik diam disini!, dan kau three!”
Aku menunduk, berusaha menghindari pandanganya.
“Apa yang kau ajarkan pada anak baru ini? seingatku kemarin aku menemukan anak ras manusia yang tampan bukan si buruk rupa sepertinya”.
“Maafkan aku tuan”. Kataku lirih, memangnya apalagi yang bisa ku katakan?.
“Ini, kau urus anak ini”. Penjaga itu melemparkan six ke arahku.
BRAK..Pintu kereta kembali tertutup dengan kencang.
“Hei, menyingkirlah dariku. Kau berat”. Ucapku berbisik sambil mendorong six menjauh
“Apa apaan itu?”. Dia memandangku dengan tatapan aneh. “Kau seperti rubah”
Aku tertawa pelan. “Terimakasih atas pujianya”
“Tapi sungguh, wajahku benar benar sakit. Dia menamparku begitu melihat ke arahku”. Six memegang wajahnya. Darah mengalir dari wajahnya yang terluka.
“Itu salahmu, kau membuatnya murka. Lagian aku sudah menyuruhmu untuk memukul dengan nampan bukan mengoresnya dengan serpihan batu. Kau tahu luka dari goresan bisa membekas dari pada memar”
“Tunggu aku masih belum paham dengan semua ini. Kenapa kita harus sulit sulit keluar dari sana?, bukankah jika seseorang membeli kita, kita akan keluar dari sini dan menjadi budak?”
Aku menatapnya kagum, sepertinya dia di besarkan dilingkungan dengan tingkat positif yang tinggi.
“Kau tidak pernah berburuk sangka dengan orang lain ya?, bahkan kau mau mengikuti perintahku”
“Lalu apa maumu? Hanya kau satu satunya yang bisa diajak bicara di sana”. Six mendengus sebal.
Aku menyisir rambutku dengan tangan, membersihkan sisa sisa kotoran yang tadinya tertempel. “Well…Kita akan dimakan”.
Refleks Six yang tadinya sibuk dengan wajahnya menoleh ke arahku. “Apa maksudmu?”
Aku tertawa mengejek. “Kau pikir mengapa The Strary mau mencuri ras manusia jika hanya laku dijual sebagai budak hah?? Tentu saja kita di jual ke mereka yang membutuhkan daging segar”
“Kenapa? Kau mau menyerah?”. Tanyaku ke arahnya.
Six terlalu shock untuk menjawab pertanyaanku.
“Kau tahu di dunia ini tidak ada peraturan yang melarang kanibalisme. Lalu,apa yang kau harapkan?”
Hening, kami tenggelam dalam pikiran kami masing masing. Entah apa yang dipikirkannya, aku tidak ingin memikirkan kemungkinan terburuk.
Aku mengerjapkan mataku, ah… bosannya hanya berdiam diri seperti ini. Jika ku hitung dari pergantian cahaya malam dan siang dari celah kecil di ruangan ini, sepertinya ini sudah 3 hari sejak kepergianku dari pusat penjualan. Kabar baiknya aku masih hidup dan sangat sehat, bagaimana tidak, Ai memenuhi semua kebutuhan ku. Bahkan lebih dari bagaimana The Strary memperlakukan ku dulu. Lama kelamaan aku merasa seperti hewan ternak dalam program penggemukan. Selama ini juga aku berusaha menggali informasi tentang tempat ini dan juga tentang tuan yang membeliku. Dan untuk kabar buruknya, aku masih terperangkap disini. Ai hanya melepaskan rantai leherku saat aku hendak pergi ke kamar mandi, selain itu gadis kecil dengan manik kuning itu tak melepaskannya. Dan lagi, ia selalu memonitoriku 24/7 setiap saatnya.“Ai…” panggilku kepada gadis itu.Ai hanya menoleh sebentar lalu kembali dengan kesibukannya membuat sebuah boneka dari jerami.“Ai&
‘Apa aku sudah mati?’ ucapku dalam hati, perlahan aku mencoba menggerakkan tangan dan kakiku. Aman, tubuhku masih tersambung dengan baik. Rupanya para penjaga The Strary memberikanku obat tidur, padahal selama proses pembelian aku diam dan tak melakukan sesuatu yang mencurigakan. Sepertinya mereka masih merasa khawatir jika aku memiliki rencana lain.“Pstt… hei kau yang disana.” Sebuah suara berbisik ke arahku. Aku terdiam kaku, menimbang nimbang apakah lebih baik aku membuka mataku atau berpura pura tidur saja terus.Klotak.. sebuah kepingan krikil mendarat tepat di wajahku. Aku mengaduh pelan, dengan terpaksa ku buka mataku. Cahaya yang tiba tiba masuk itu membuat mataku menyipit silau.‘Dimana ini?’ batinku, aku memedarkan pandanganku ke sekeliling. Ruangan berukuran 3 x 4 itu dipenuhi dengan jerami, sisanya kosong. Tak ada barang – barang yang mencurigakan, sejauh ini aman. Atapnya yang memiliki sedikit celah
Aku berdiri menghadap nampan makanku sekali lagi, memastikan apakah aku siap untuk menghadapi medan perang dihadapanku. Hari ini adalah jadwal penjualan tak terasa 6 bulan sudah berlalu dan kini kami dihadapkan dengan hari yang paling mendebarkan dalam setahun. Dan untuk rencana pertemananku dengan Lexa, jangan ditanya lagi, semua tak berjalan mulus. Ketika aku sudah hendak membuka sedikit hatiku untuknya, ia malah mati matian menyimpan Six untuk dirinya sendiri. Sedangkan lelaki itu selalu memaklumi perilaku manja dari sang gadis.“Apa kau siap?” tanya seorang lelaki dengan mata coklat dan rambut hitam legam diambang pintuku. Aku mengangguk siap.“Tentu” jawabku pendek.Wajahku kini sudah dipenuhi lebam, seperti biasa aku selalu berusaha tampil seburuk mungkin di hari penjualan.Tak butuh waktu lama kereta yang mengangkut para budak The Strary berhenti, kami digiring menuju pusat jual beli seperti biasanya. Menjajalk
Aku membuka mataku perlahan, sinar matahari dari celah dinding menerangi ruangan. Kreek.. Suara pintu besi terdengar dari sebrang. Six terlihat sedang berjalan perlahan meninggalkan kamarnya.Aku menaikkan sebelah alisku, “Mau kemana kau?”“AH!” Six melonjak kaget.“Apa? Tingkahmu seperti maling yang ketahuan ingin mencuri saja”. Aku mengubah posisiku menjadi duduk, ini lebih baik.“Hm, itu..”. Six berusaha memutar otaknya, mencari alasan yang cukup untuk meyakinkanku.Aku mencium bau bau mencurigakan darinya, “Tak apa katakan saja kemana kau akan pergi” kataku dengan nada sebaik mungkin.“Mm.. itu.. sepertinya seorang penjaga sel memanggilku tadi, jadi, aku pergi dulu ya”“Oh, sepertinya” kataku dengan nada sinis sambil berjalan mendekati ambang pintu.Aku melirik jam dinding yang berada di tengah basecamp.“Memangnya ada orang yang akan memanggilmu sepagi ini?”Six menggaruk tengkuknya yang tak gatal, keringat dingin mengalir dari tu
“Jadi, apa yang kau lakukan disini?” tanyaku. Setelah puas tertawa karena kejadian yang tak terduga itu, kini aku dan Six berjalan beriringan menuju basecamp. Akhir akhir ini ras manusia kekurangan orang. Pertama karena posisi Four kosong dan yang kedua karena laki laki disampingku ini dengan menyebalkanya terbebas dari tugas, sehingga kami, budak yang tersisa harus menutupi pekerjaan mereka sebisa mungkin. Jika hal ini terus berlanjut sepertinya salah satu dari kami akan berakhir di mulut Karberos, mati karena kelelahan. Six memalingkan wajahnya, “Hm, hanya kebetulan lewat itu saja” Aku memincingkan mata jahil, “Bilang saja kau mencariku” “Siapa yang mencarimu! Kebetulan saja kita bertemu dilorong tadi, kau terlalu percaya diri” Aku tertawa puas, “Apa apaan itu, kau berbohong dengan sangat buruk! Kemana kau akan pergi melewati tempat itu hah? Aula? Atau jangan jangan.. kau diam diam ingin pergi mengunjungi kamar para penjaga se
“Six… Six!!” “Apa?” kata Six kesal. “Kenapa kau mengacuhkanku lagi?” kata Lexa sambil menggembungkan mulutnya. “Sudahlah, bukan hal penting. Lagipula kenapa kau masih mengikutiku?” Lexa mengayun ayunkan tanganya, “Hm, kenapa ya?.. aku juga tak tahu” “Kalau bukan bersamamu, siapa lagi yang bisa ku ajak bermain?” sambungnya. Six menghela nafas panjang, “Kau tak lihat ada banyak orang yang ingin mendekatimu? Mereka selalu saja memandang kearahmu dimanapun kau pergi” Lexa tersenyum palsu, “Hahaha, sepertinya aku kurang memperhatikan. Oh ya, kita mau pergi kemana?” Seketika Six menghentikan langkahnya. “Kenapa berhenti?” tanya Lexa sambil memiringkan wajahnya. “Kau bahkan tak tahu kemana aku akan pergi. Ah, sudahlah. Berdebat denganmu hanya akan menghabiskan waktuku” kata Six sambil Kembali melangkahkan kakinya. Kedekatan Lexa dengan Six benar benar mengubah segalanya. Anak emas seperti Lexa akan mend