Share

SAAT SUAMIKU MELARANG KE RUMAH IBUNYA
SAAT SUAMIKU MELARANG KE RUMAH IBUNYA
Author: Cahaya Senja

Kejutan!

SAAT SUAMIKU MELARANG KE RUMAH IBUNYA!

[Sayang, malam ini Mas akan menginap di rumah Ibu. Kamu tidak perlu ke sini. Mas, kemungkinan tidak akan pulang.] Satu pesan masuk ke ponsel milikku, aku melihat nama yang tertera ternyata pesan itu dari suamiku, Mas Hendra.

[Memang ada acara apa di rumah Ibu, Mas?] tanyaku padanya. Siapa tahu mungkin ada acara penting yang memang mengharuskan dia untuk hadir di acara tersebut. Namun, mengapa aku tak boleh ikut dalam acara tersebut. Ini aneh.

[Tidak ada acara apa-apa, An. Mas hanya merindukan orang tua, Mas,] tulisnya lagi.

Aku mengernyitkan kening, mengapa alasan Mas Herman tidak masuk akal. Kan dia baru kemarin-kemarin sudah bertemu dengan Ibu, lalu kenapa sekarang dia mengatakan bahwa dia merindukan Ibu. Apa Mas Hendra sedang sakit atau jangan-jangan ada sesuatu yang terjadi pada Ibu.

[Oh ya, ingat kamu tidak perlu ke sini, ya. Istirahat yang cukup di rumah. Maaf harus meninggalkanmu sendiri dulu di sana.] Kembali, satu pesan masuk ke ponselku dan pesan ini memberikan perintah padaku agar tak datang ke rumah Ibu mertua.

Semakin ke sini, entah kenapa kecurigaan muncul secara tiba-tiba. Ada rasa yang mengganjal di hati menyuruhku agar segera datang ke rumah Ibu mertua.

Lagi-lagi pikiranku tak karuan, banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul di benak secara tiba-tiba.

Mengapa dia melarangku untuk ke rumah, bukankah biasanya dia selalu mengajakku bila ingin menginap di tempat Ibu. Lantas, ada apa sekarang?

[Kenapa sih, Mas? Ibu lagi sakit apa gimana, jangan bikin aku khawatir dong. Kalo kamu nggak ngajak aku, harusnya tadi nggak usah pakai kirim pesan segala macam sama aku.] Aku membalas pesan Mas Hendra dengan perasaan kesal. Sudah tahu tak mengajak, malah ngirim pesan segala, kan akunya jadi kepikiran.

[Kamu nurut aja apa kata, Mas. Ibu baik-baik saja, lagipula Mas sudah bilang Mas hanya merindukan Ibu, bukan apa-apa. Wajar dong jika seorang anak merindukan orang tuanya. Sudah ya, Sayang. Ikuti apa kata Mas, jangan membangkang.]

Aku mengembuskan napas dengan kasar, apa-apaan sih Mas Hendra ini. Ya sudah lah, tidak papa, mending sekarang aku kembali melanjutkan pekerjaanku yang sempat tertunda ini.

Sedang sibuk-sibuknya, tiba-tiba pesan kembali masuk ke gawai milikku. Aku pikir dari Mas Hendra ternyata bukan.

Ting!

[Ann, kamu sekarang di mana? Di rumah mertuamu, ya?]

Pesan masuk dari Kak Resi membuatku mengernyitkan kening. Tumben sekali Kak Resi mengirimkan pesan padaku.

[Ada di rumah kok, Kak. Nggak ke rumah Ibu. Memangnya kenapa, Kak?] tanyaku padanya. Aku penasaran mengapa Kak Resi mengirimkan pesan.

[Maaf sebelumnya Ann, apa dalam minggu-minggu ini kamu sering ke rumah mertuamu?] Kembali pesan dari Kak Resi masuk. Dan pesan itu lagi-lagi membuatku bingung dengan pertanyaan yang baru saja dilontarkan Kak Resi.

[Nggak ada sih, Kak, Anna sibuk banget jadi belum sempat ke rumah Ibu buat mampir. Lagipula, Mas Hendra melarang Anna untuk ke rumah Ibu. Baru saja dia mengirimkan pesan sama Anna,] balasku pada Kak Resi.

[Serius Anna?]

[Iya, Kak, buat apa Anna bohong. Memangnya ada apa, kok Kak Resi tumben-tumbenan mengirimkan pesan pada Anna. Apalagi sampai menanyakan keberadaan Anna di rumah Ibu.]

"Terus siapa cewek yang tiap hari ke rumah mertuamu, bahkan kadang aku melihatnya bersama dengan Hendra, suamimu. Maaf, Anna, sebenarnya Kakak sudah lama curiga karena perempuan itu sering ke rumah mertuamu baru minggu-minggu ini. Kakak pikir itu kamu, tapi setelah Kakak perhatikan entah mengapa ada kecurigaan dalam diri Kakak. Apalagi setelah Kakak lihat postur tubuh perempuan itu sangat berbeda denganmu.]

Deg!

Pesan yang dikirimkan Kak Resi membuat jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya.

[Ini Mbak ada fotonya, coba kamu lihat sendiri.] Belum sempat aku membalas pesan Kak Resi, dia kembali mengirimkan pesan padaku. Aku meneliti foto itu dengan saksama.

Kak Resi sendiri adalah tetangga depan rumah Ibu mertua. Aku memang akrab dengannya, karena sebelum pindah rumah dulu aku sempat tinggal di rumah mertua. Kami juga sering bercerita, hingga akhirnya menjadi teman.

Kulirik jam tangan masih menunjukkan pukul 11 siang. Harusnya saat ini Mas Hendra masih di kantor melakukan pekerjaan.

Mataku memanas melihat gambar tersebut. Bagaimana mungkin? Rasanya aku tak ingin berpikir negatif terlebih dahulu. Namun, Kak Resi tak mungkin berbohong padaku. Dia teman terdekatku untuk apa dia membohongi aku, tak akan ada manfaatnya.

Aku kembali membaca pesan yang dikirimkan Mas Hendra padaku. Pesan yang dikirimkan Mas Hendra menambah kecurigaan, pasti ada sesuatu di rumah Ibu mertua. Makanya dia begitu mewanti-wanti agar aku tak ke sana. Dan benar, kecurigaanku akhirnya terjawab sudah Bahwa Mas Hendra memang menyembunyikan sebuah rahasia dariku.

Semakin dilarang maka aku akan semakin melakukannya.

"Iya, Mas." Untuk meyakinkannya aku mengirimkan pesan padanya, sebelumnya pesan itu hanya kubaca saja. Aku sengaja membalasnya agar dia merasa aku tak akan menyusulnya ke rumah Ibu mertua.

[Coba kamu ke sini deh, itu suamimu aku lihat baru sampai sama cewek yang kemaren lagi.]

Pesan Kak Resi kembali masuk. Aku membalas pesannya mengatakan akan segera ke sana. Perasaanku menggebu-gebu ingin cepat sampai ke rumah Ibu mertua. Jika kecurigaanku benar, entah apa yang akan kulakukan di sana nanti. Rasanya masih tak bisa kupercaya jika faktanya Mas Hendra telah mendua.

****

Tidak sampai satu jam aku sudah berada dekat dengan rumah mertuaku. Namun sebelum mobilku bergerak mendekat ke pekarangan rumah Ibu mertua, aku melihat Kak Resi memanggilku.

"Ann, sini dulu," panggil Kak Resi. Aku buru-buru turun dari mobil dan menghampiri Kak Resi.

"Itu mobil suamimu, 'kan?" tanyanya.

Kulihat mobil Mas Hendra terparkir rapi di sana. Aku memilih untuk memarkirkan mobil di pekarangan milik Kak Anna, agar Mas Hendra tak mengetahui bahwa aku ada di sini.

"Iya, Mbak. Itu mobil Mas Hendra suamiku, harusnya saat ini dia berada di kantor. Namun, sepertinya dia sangat sibuk sekali hingga akhirnya memilih lebih awal untuk ke rumah mertuaku."

"Anna mau ke rumah Ibu dulu, Kak. Nanti Anna akan ke sini lagi, sebelumnya Anna mengucapkan banyak terima kasih karena Kak Resi sudah mau memberitahukan Anna, hal apa yang sudah dilakukan Mas Hendra di luaran rumah tanpa pengawasan Anna."

"Sama-sama Anna, Anna jangan bertindak ceroboh yang bisa saja membuatmu dipermalukan mereka. Jika benar kecurigaanku selama ini tentang suamimu, balas mereka dengan hal yang lebih menyakitkan lagi. Semangat untuk kamu, Anna. Kakak akan selalu ada di belakangmu."

Hampir saja tetes bening menetes membasahi pipi karena terharu mendengar penuturan Kak Resi untukku. Sebelum aku melangkah ke rumah Ibu mertua aku memeluk Kak Resi terlebih dahulu untuk menambah rasa semangat dalam diriku.

Dengan hati-hati aku mendekat ke rumah Ibu mertua. Kulihat pintunya terbuka sedikit, aku buru-buru bersembunyi takut ketahuan oleh mereka.

Belum sampai tangan ini memencet bel, aku mendengar percakapan yang benar-benar membuatku sadar bahwa selama ini mereka busuk di belakang.

"Jadi, kapan harta Anna jatuh ketanganmu, Hendra?" Suara mertuaku, aku sempat terkejut mendengar pertanyaan yang diberikannya pada Hendra putranya. Bagaimana mungkin beliau yang terlihat begitu menyayangiku bisa berbicara begini, padahal selama ini sikapnya begitu baik padaku. Namun, sepertinya kebaikannya selama ini hanyalah tipuan semata.

"Sebentar lagi, Bu. Aku hanya tinggal meyakinkannya, Ibu tenang saja, Anna begitu mencintaiku. Jadi apapun yang kuinginkan dia pasti menurutinya," ucap Mas Hendra lembut. Dadaku rasanya semakin sakit mendengar ucapan Mas Hendra yang menusuk seperti itu.

"Secepatnya lah, Hendra. Dari dulu kamu selalu mengatakan sebentar, sebentar terus. Sebentar ya itu kapan? Nunggu lebaran monyet begitu," ucap mertuaku terdengar kesal. Ternyata selama ini mereka benar-benar busuk, lebih busuk dari bau sampah!

"Ibu tenang saja, bahkan saat ini dia menurut saat aku suruh untuk tinggal di rumah saja." Mas Herman tertawa pelan diiringi dengan kekehan yang lain.

"Wanita itu benar-benar bodoh! Lagipula masa dia nggak curiga suaminya jarang pulang ke rumah, kok masih dengan santainya duduk di rumah. Memang dasar anak orang kaya, terlalu manja hingga akhirnya jadi bodoh seperti itu," hina Ibu mertua padaku. Rasanya aku ingin segera melabrak mereka yang ada dalam rumah ini.

Seperti ada yang menghantam di dada. Saat orang yang kukira menyayangiku, tapi ternyata malah menghina dan memburukkanku di belakang.

Aku ingin membuka pintu secara kasar. Namun sebuah suara membuatku mengurungkan niat.

"Mas, kamu jadi kan menikahiku. Aku tidak ingin berlama-lama menjalani hubungan secara diam-diam begini. Cepatlah ceraikan istri b*dohmu itu." Terdengar suara wanita yang entah itu siapa.

"Pasti dong, Sayang, Mas juga tidak ingin berlama-lama membiarkan hubungan kita menggantung begini." Ucapannya membuatku ingin muntah, betapa murahnya kata sayang diobral oleh lelaki sepertinya.

Aku langsung memencet bel pintu rumah. Tidak ingin masuk secara langsung ke dalamnya. Biarkan saja mereka yang datang menghampiriku.

Terdengar bunyi kaki melangkah menuju pintu.

Saat pintu terbuka, aku langsung berteriak dengan keras di depannya.

"Suprise!!!" teriakku lantang, membuat yang di depanku terkejut. Bahkan mampu membuat wajahnya pucat pasi.

'Mari kita mainkan permainan ini, Mas. Kita lihat seberapa jauhnya kamu tanpa aku,' batinku geram menahan gejolak amarah.

Next?

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
betul juga kata mertuanya klu si anna itu bodoh.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status