Share

SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM
SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM
Penulis: Zemira Fortunatus

BAB. 1 Keputusan Cerai

"Kita cerai, Lisda! Aku sudah tidak sanggup hidup bersamamu!" hardik Tuan Raksa kepada istrinya.

"Apa kamu bilang? Kamu pikir aku mau mempertahankan rumah tangga ini denganmu? No! Aku tidak pernah sudi! Dasar kamu tukang selingkuh!" teriak Nyonya Lisda kepada suaminya.

"Hei ... Lisda sialan! Kamu pikir aku tidak tahu dengan apa yang telah kamu lakukan selama ini? Kamu juga berselingkuh dengan mantanmu! Bahkan dia rutin mengirimkan uang kepadamu, kan?" selidik Tuan Raksa.

"Deg!" Seketika jantung Nyonya Lisda berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Dia tidak tahu dari mana suaminya mengetahui informasi itu.

Lalu dengan ketus, Nyonya Lisda kembali berkata,

"Setidaknya dia mau memberikan uangnya secara cuma-cuma kepadaku. Tidak seperti dirimu yang menghambur-hamburkan uangmu di meja judi dengan para perempuan bayaran!" Nyonya Lisda semakin tajam berbicara kepada suaminya.

Sementara di teras rumah, anak gadis keduanya yang bernama Jihan Diajeng. Mendengar semua pertengkaran ayah dan ibunya.

Gadis itu terlihat mengepalkan tangannya menahan gejolak kemarahan yang semakin menyala dari dalam tubuhnya.

Jihan ingat betul saat dirinya masih berusia delapan tahun, ayahnya pernah membawanya ke tempat markas judinya bersama teman-temannya. Jihan sangat ingat, waktu itu dia sedang sakit demam. Namun ibu kandungnya, Nyonya Lisda sedang liburan ke luar kota bersama para genknya. Jihan tidak mau diasuh oleh maid di rumahnya.

Karena keasyikan main judi, ayahnya, Tuan Raksa malah menyuruh perempuan selingkuhannya untuk mengurusi Jihan. Sejak saat itu, sang gadis memiliki dendam pribadi dengan ayahnya.

Bahkan disaat sang ibu pulang dari luar kota, Jihan pun menceritakan semuanya kepada ibunya, jika ayahnya berselingkuh dan bermain judi.

Namun tanggapan Nyonya Lisda terlihat dingin.

Akan tetapi pertengkaran tidak terelakkan lagi diantara pasangan suami istri itu. Tuan Raksa yang marah lalu memukul Jihan sampai babak belum untuk melampiaskan rasa emosinya. Maka semakin besarlah dendam Jihan kepada ayahnya.

Jihan yang sedang duduk di teras, menjadi kaget saat mendengar adegan piring terbang dari dalam rumahnya. Tentu saja pertengkaran keduanya berlanjut lagi.

Jihan sudah tidak peduli lagi dengan kedua orang tuanya. Dia telah berkeinginan bulat untuk mandiri dan hidup sendiri. Dirinya malah mendukung perceraian keduanya.

Gadis berusia tujuh belas tahun itu, sudah tidak mau lagi berurusan dengan kedua orang tuanya.

Jihan yang baru pulang sekolah itu, mulai masuk ke dalam rumah. Baru sampai di ruang tamu, berbagai macam pecahan piring cantik dan kendi koleksi Mama Lisda bertebaran di lantai.

Pasangan suami istri itu segera menghentikan pertengkaran mereka. Namun keduanya menatap tajam ke arah Jihan.

"Dari mana kamu! Kok baru pulang sekarang?" hardik Tuan Raksa penuh amarah. Waktu memang telah menunjukkan pukul enam sore.

"Aku baru pulang les, Pa." jawabnya santai.

"Memangnya kamu les apaan? Bukannya Mama sudah tidak membiayai les mu?" selidik Tuan Raksa.

"Saya membiayainya sendiri." Jihan tetap santai menjawab kedua orang tuanya.

"Dari mana kamu mendapatkan uang? Dasar anak kurang ajar!" Tuan Raksa lalu melangkah menuju ke arah Jihan lalu menampar pipi gadis itu dengan keras.

"Apakah kamu mencuri lagi? Anak tak tahu diuntung! Kapan kamu bisa berubah Jihan!" sang ayah lalu menendang putrinya sampai jatuh tersungkur di lantai.

Jihan sama sekali tidak berbicara atau menjawab perkataannya ayahnya. Dia tidak peduli dengan rasa sakit di tubuhnya. Jihan bangkit dari lantai dan kembali berdiri tegak.

Nyonya Lisda juga sudah tidak dapat menahan emosinya. Sang ibu turut menghampiri putrinya lalu menjambak rambutnya dengan keras.

"Tadi kepala sekolah, menghubungi Mama. Uang jajan teman-temanmu hilang tiba-tiba dari tas mereka, saat jam pelajaran olah raga. Kamu dicurigai sebagai dalang dari hilangnya harta benda teman-temanmu! Ayo jujur! Kamu kan yang melakukannya?" teriak Nyonya Lisda sambil makin menarik rambut putri kandungnya.

"Sakit, Ma!" jerit Jihan mulai histeris. Karena sang ibu semakin menarik rambut Jihan dengan keras.

"Biarin kamu merasakan sakit! Semua tak sebanding dengan kelakuanmu yang suka mencuri!" teriak sang ibu.

Jihan diam dan tidak berkata apa pun. Dia memang memiliki kebiasaan buruk suka mencuri barang milik orang lain. Hal itu sudah sejak dari kecil dirinya lakukan. Setelah mencuri dan mengambil barang orang lain secara diam-diam. Jihan sangat senang dan bahagia.

Sepertinya gadis ini mengidap satu kelainan penyakit psikologi yaitu kleptomania.

"Pantas saja Papa selalu kehilangan uang di dompet! Ternyata kamu pencurinya! Plak!" Satu tamparan keras mulai mendapat di pipi Jihan. Membuat kepalanya tiba-tiba menjadi pusing. Belum lagi ibunya yang terus saja menjambak rambutnya dari tadi.

"Hei, Raksa! Jangan asal main tampar saja, kamu! Periksa tasnya!" perintah sang istri.

"Kenapa bukan kamu yang memeriksanya sendiri?" ketus sang suami.

"Kamu tidak lihat apa? Aku sedang sibuk sekarang?" sahut Nyonya Lisda sambil menajamkan matanya.

"Baiklah! Aku akan memeriksanya sendiri!" Lalu Tuan Raksa menarik paksa tas Jihan dari pundaknya.

Sang ayah lalu mengeluarkan semua isi tas Jihan dari dalam tasnya, semua berserakan di bawah lantai. Berbagai macam barang-barang hasil curian putri mereka terpampang nyata di depan kedua orang tuanya. Ada banyak lembaran uang rupiah, jam tangan bermerek, kotak pensil, jepitan rambut mahal. Semuanya lengkap.

"Anak kurang ajar! Siapa yang mengajarimu mencuri! Plak! Plak!" Tuan Raksa kembali menampar Jihan. Ibunya juga ikut memukuli anaknya.

"Jihan! Kamu bikin Mama malu! Kenapa kamu mencuri, hah? Bukankah kamu juga memiliki semua barang yang kamu curi itu?" Nyonya Lisda kembali memukul anaknya dengan keras.

"Sakit, Ma! Kenapa kalian berdua terus memukulku? Apakah aku ini bukan anak kandung kalian?" Jihan berteriak dengan histeris. Air mata bercampur darah akibat pukulan demi pukulan dari kedua orang tuanya, mulai membasahi pipinya.

"Kamu memang anak kandung kami! Tapi kamu adalah anak tak tahu diuntung! Anak tak tahu diri! Tahunya cuma mempermalukan keluarga saja! Tidak ada yang bisa dibanggakan darimu Jihan selain kenakalan dan kejahatanmu!" Kedua suami istri tersebut, secara bergantian mulai menghujat dan menghina putri kandung mereka sendiri

Mendengar semua penuturan ayah dan ibunya membuat hati Jihan semakin sedih. Dia pun segera berteriak dengan sangat keras,

"Sudah cukup, semuanya! Ma, Pa! Aku tidak pernah menginginkan terlahir di dunia ini!"

"Samalah! Mama juga tidak pernah mau mengandungmu! Asal kamu tahu! Papamu yang memaksa untuk menikah, karena kamu telah lebih dulu ada di dalam rahim Mama! Jika tidak kamu sudah dari dulu Mama gugurkan! Jadi Jihan bersyukurlah kamu bisa hidup sampai sekarang!" seru Nyonya Lisda tajam.

"Ternyata keputusan Papa untuk menikahi Mamamu adalah kesalahan terbesar dalam hidup Papa! Menikah dengan perempuan tukang selingkuh! Memiliki anak sepertimu yang kelakuannya seperti monster!" Tuan Raksa mengatakan semua itu dengan berapi-api.

Kleptomania adalah gangguan yang membuat penderitanya sulit menahan diri dari keinginan untuk mencuri. Penderita kleptomania kerap mencuri di tempat-tempat umum, tetapi ada juga yang mengutil dari rumah teman-temannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status