Home / Urban / SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM / BAB. 2 Ternyata Keturunan Pencuri

Share

BAB. 2 Ternyata Keturunan Pencuri

last update Last Updated: 2024-01-11 18:03:15

Hati Jihan semakin sakit mendengar perkataan kedua orang tuanya. Ternyata dia terlahir karena kesalahan kedua orang tuanya.

"Jihan, kamu itu hanya anak haram! Mama tidak pernah sudi mengandungmu! Sejak kamu berada di dalam kandungan Mama. Selalu saja ada hal sial yang menimpa Mama. Jadi kamu jangan sok belagu! Beruntung kamu masih hidup sampai sekarang! Lalu Nyonya Lisda menceritakan bagaimana dulunya dia meminum pil KB agar dapat menggugurkan Jihan tapi tetap tidak bisa.

"Jadi aku anak diluar nikah, Ma?" serunya tak percaya.

"Ya! Tepat sekali! Dulu Papamu mencekoki Mama dengan obat perangsang sehingga Mama tidak tahu sama sekali apa yang dia lakukan kepada tubuh Mama!" Nyonya Lisda mengatakan semua itu sambil menatap suaminya dengan tatapan ingin membunuhnya sekarang juga.

"Hei Lisda! Jangan sok suci kamu! Justru kamu yang mengerang keenakan saat itu!" Tuan Raksa tak mau kalah. Dia juga ikut menyudutkan istrinya.

"Sudah cukup! Pa, Ma! Aku tidak mau dengar apa pun lagi dari kalian. Jika kalian memang ingin bercerai silakan! Aku memilih tidak mau ikut dengan kalian! Aku bisa mengurus diriku sendiri!" seru Jihan marah.

"Bagus kalau begitu keputusanmu, Jihan! Mama memang tidak sudi untuk mengurus anak bejat sepertimu. Pencuri ulung! Benar-benar sangat memalukan! Kamu itu kayak saudara-saudara Papamu! Tukang korupsi di kantornya, pencuri perhiasan di toko emas! Ada juga yang mencuri uang di dalam brankas! Dasar keturunan pencuri!" teriak Nyonya Lisda geram.

Tuan Raka tak dapat berkutik saat istrinya membeberkan semua perangai adik-adiknya yang memang berkelakuan toxic semuanya tanpa terkecuali.

"Papa juga tidak mau mengurusmu! Urusi saja dirimu sendiri! Dasar anak kurang ajar! Jangan-jangan kamu sudah jual diri, ya?" seru Tuan Raka menghina anaknya sendiri.

"Saya tidak pernah melakukan hal bejat itu!" teriak Jihan tak terima dengan perkataan Ayahnya.

"Kamu mau jual diri juga, Mama nggak peduli!" ketus Nyonya Lisda lalu bersiap-siap meninggalkan rumah itu.

"Hei, Lisda! Kamu mau ke mana?" tanya Tuan Raksa kepada istrinya.

"Aku mau pergilah! Mau ngapain lagi aku berada di sini? Sampai jumpa di pengadilan Raksa!" seru Nyonya Lisda lalu pergi dari rumah megah itu tanpa sedikit pun menoleh kepada putrinya, Jihan.

Tak berapa lama setelah itu, Tuan Raksa juga pergi tanpa berkata-kata kepada Jihan. Namun pelayanan yang bekerja di rumah mereka mulai berkata,

"Tuan, tunggu. Bagaimana dengan Nona Jihan?"

"Mana saya tahu, Maid! Tinggalkan saja dia sendiri di rumah ini! Atau titip dirinya di panti asuhan! Sudah-sudah, saya tidak mau tahu lagi tentang Jihan! Anak tak tahu diri! Tahunya cuma mempermalukan kami sebagai orang tuanya!" Setelah berkata seperti itu, Tuan Raksa pun meninggalkan rumah mewah itu.

Jihan memandang kepergian ayahnya dengan hati yang sangat terluka. Dia tak menyangka jika akhirnya kedua orang tuanya meninggalkannya juga.

"Nona Jihan, sabar ya ... Non?" Hanya kata-kata itu yang dapat Maid Ningsih katakan untuk menghibur anak majikannya.

Jihan bangkit dari duduknya dengan dibantu oleh Maid Ningsih.

"Anda tidak perlu membantu saya, Maid. Saya bisa sendiri," tuturnya.

"Apakah benar begitu, Nona?"

"Ya ... Maid. Anda ke dapur saja. Masaklah sesuatu aku sangat lapar," tukasnya sambil memegangi perutnya.

"Baiklah, Nona. Saya tinggal ke dapur dulu," pamit Maid Ningsih.

Sepeninggal Maid Ningsih ke dapur. Jihan mulai berpikir dari mana dirinya mendapatkan uang untuk bertahan hidup.

Gadis itu telah memutuskan untuk tidak lagi masuk ke sekolah mulai esok hari. Jihan takut menghadapi aduan dari teman-temannya karena dirinya yang telah mencuri barang-barang berharga mereka. Bahkan Jihan juga mencuri uang saku mereka.

Uang yang dicuri oleh Jihan telah habis dia pakai untuk foya-foya. Gadia itu lalu merogoh saku bajunya.

"Sial! Uangku tinggal tersisa lima ribu rupiah! Ini tidak bisa dibiarkan! Aku harus mencari cara untuk mendapatkan uang lagi!" seru Jihan jahat dari dalam hatinya.

Gadis itu mulai berjalan mondar-mandir di dalam rumahnya. Dia melihat-lihat barang-barang yang dapat dijual di rumahnya. Namun tidak ada satu pun barang berharga yang dirinya temukan di sana.

Lalu Jihan melihat jika kamar Maid Ningsih yang pintunya telah terbuka. Sekilas terbit senyum misterius dari sudut bibirnya. Gadis itu pun dengan santainya mulai masuk ke dalam kamar.

Jihan segera melangkah menuju lemari Maid Ningsih. Dengan sangat rapi dan terlihat lihai, Jihan mulai memeriksa setiap sudut di dalam lemari itu.

Senyumnya semakin lebar saat Jihan menemukan beberapa perhiasan milik Maid Ningsih.

Dia segera memindahkan semua perhiasan itu di dalam saku roknya. Gadis itu semakin berbinar saat beberapa lembar rupiah berwarna merah juga berhasil dirinya dapatkan.

"Yes! Akhirnya aku dapat banyak! Keren banget sih, gue?" serunya kepada dirinya sendiri.

Agar jejaknya tidak kelihatan Jihan kembali merapikan lemari itu seperti semua. Sehingga Maid Ningsih tidak akan curiga kepadanya.

Dengan langkah santai, Jihan ke luar dari kamar itu dengan wajah tanpa dosa. Dia pun lalu bersuara,

"Maid, aku mau mandi sebentar ya?"

"Oh ... baiklah, Nona. Tapi jangan lama, ya. Masakan saya sebentar lagi matang."

"Beres, Maid!" Lalu gadis jahat itu mengambil tasnya yang ada di bawah lantai dan membawanya serta ke dalam kamarnya.

Sesampai di dalam kamar, Jihan segera mengunci kamarnya dari dalam. Setelah itu dia mengeluarkan perhiasan dan uang yang baru saja dirinya curi. Jihan memindahkan semuanya ke dalam sebuah tas kecil yang dirinya telah simpan di tempat yang aman di dalam kamarnya.

Kemudian gadis itu, menyusun beberapa bajunya ke dalam ransel. Sepertinya Jihan akan kabur setelah ini.

Lalu dengan geram Jihan berkata,

"Raksa! Lisda! Mulai saat ini kita tidak punya hubungan apa-apa lagi! Aku akan berjuang untuk hidupku sendiri!" tuturnya dalam hati.

Jihan lalu menyembunyikan ransel itu di tempat yang aman di salah satu sudut kamarnya. Kemudian gadis itu mandi. Sekujur tubuhnya terasa sakit akibat kekerasan yang dirinya dapatkan dari kedua orang tuanya. Bahkan wajahnya sedikit memar akibat tamparan dari ayahnya.

Namun Jihan mengabaikannya, dia juga menahan perih saat luka lecet di tubuhnya terkena sabun dan air.

"Aku harus kuat! Jika bukan aku sendiri yang menolong diriku, siapa lagi?" serunya dalam hati.

Setelah selesai mandi, Jihan pun memakai pakaian baru di tubuhnya. Kemudian melangkah ke luar dari kamarnya menuju ke ruang makan.

Jihan segera duduk di kursi makan lalu memulai makan siang. Sayup-sayup Jihan dapat mendengar suara teriakan histeris dari Maid Ningsih yang berasal dari dalam kamarnya.

Jihan tidak peduli dengan suara tangisan tersebut. Dia tetap melanjutkan makan siangnya dengan sikap tenang dan damai seperti sedang tidak terjadi apa pun saat ini, di sekitarnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM   BAB. 50 Keinginan Untuk Bebas Selamanya

    Pagi itu terasa sangat sunyi dan mencekam di rumah kecil yang ditempati oleh Ilham dan Jihan. Ilham terbangun dengan perasaan gelisah, seolah-olah ada sesuatu yang tidak beres. Ketika pria itu bangkit dari tempat tidur dan mendekati Jihan yang berbaring di sebelahnya, wajahnya tiba-tiba berubah pucat. Napas Jihan terlihat berat, dan kulitnya mulai kehilangan rona. Tanpa berpikir panjang, Ilham segera mengguncang bahunya dengan lembut."Jihan, Sayang! Apakah kamu baik-baik saja? Kenapa wajahmu sangat pucat sekarang?" Ilham bertanya dengan nada yang sangat cemas.Namun Jihan tidak merespon sama sekali setiap perkataan dari pria itu. Matanya tetap terpejam, dan tubuhnya terasa semakin lemas. Tanpa buang waktu, Ilham langsung mengangkat tubuh Jihan yang lunglai itu dan segera membawanya ke dalam mobil. Pria itu pun dengan cepat mulai melajukan mobilnya ke sebuah rumah sakit yang selama ini merawat Jihan.“Jihan! Ku mohon bertahanlah! Aku sedang memba

  • SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM   BAB. 49 Kamu Berhak Bahagia

    Setelah berbulan-bulan menjalani perawatan intensif di sebuah rumah sakit, kondisi Jihan perlahan pun mulai membaik. Gadis berusia belia itu memang masih tampak rapuh, namun kesehatannya jauh lebih stabil dibandingkan ketika dia pertama kali didiagnosis dengan penyakit mematikan tersebut. Setiap minggu, Jihan tidak pernah absen untuk kontrol ke rumah sakit. Dia tahu, meskipun keadaannya sudah tidak separah dulu, namun tubuhnya masih belum sembuh total. Penyakit yang menyerang karena gaya hidupnya yang tidak sehat, kini meninggalkan jejak di tubuhnya, dan Jihan menyadari bahwa dia harus lebih menjaga diri dan waspada mulai sekarang.Namun, Jihan tidak mau larut dalam kesedihan atau rasa bersalah. Sebaliknya, gadis itu memutuskan untuk menggunakan pengalamannya sebagai alat untuk mencegah orang lain terjerumus ke dalam jalan yang sama. Kini, Jihan aktif dalam sebuah organisasi perempuan yang berkampanye tentang bahaya penyakit menular seksual dan gaya hid

  • SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM   BAB. 48 Karma Itu Nyata

    Beberapa tahun kemudian,Di sebuah rumah sakit yang sunyi di salah satu sudut Kota Jakarta, yang terdengar di sana hanya suara mesin-mesin medis yang berirama monoton. Jihan, seorang gadis beli yang berpetualang tentang cinta selama ini, hidup bebas tanpa peduli akan konsekuensi dari tindakannya, kini terbaring lemah di sebuah ruang isolasi. Sebelumnya gadis itu adalah seorang pecinta hidup bebas. Bergonta-ganti pasangan ranjang, tanpa menggunakan pengaman sedikitpun, yang membuat imun tubuhnya ikut turun dan mudah terserang sakit, seperti saat ini.Wajah Jihan sangat pucat, tubuhnya kurus, dan tatapannya kosong. Penyakit ganas yang menggerogoti tubuhnya semakin parah, dan harapan hidupnya semakin tipis. Tak ada yang mendampinginya di sana, kecuali Ilham, satu-satunya lelaki yang tulus mencintainya.Ilham duduk di kursi di sebelah ranjang Jihan. Matanya tak pernah lepas dari gadis yang dia cintai sejak lama itu. Meskipun Jihan pernah bersama bany

  • SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM   BAB. 47 Terbawa Hasrat

    Jihan merasakan tubuhnya mulai terasa panas dan tidak nyaman setelah membaringkan tubuhnya di kamar hotel. Perasaan panas itu semakin menjadi-jadi, membuatnya merasa tidak nyaman. Tanpa sadar, dia mulai membuka satu per satu kancing bajunya, mencoba meredakan sensasi panas yang terus meningkat.“Panas …. Panas …” lirihnya lemah.Haikal, yang sedang duduk di kursi di dekat ranjang,seketika tercengang melihat sikap Jihan. Matanya memperhatikan setiap gerakan Jihan dengan cermat dan penuh keheranan,karena obat perangsang itu bekerja sangat cepat."Jihan Sayang, apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Haikal dengan suara terkejut, meskipun hanya pura-pura saja.Jihan, yang masih dalam keadaan tidak sadar, hanya menatap Haikal dengan mata yang sayu. "Aku merasa panas, Haikal. Sangat panas," ujarnya dengan suara yang lemah.Haikal segera menyadarkan Jihan akan situasinya. "Jihan, berhenti. Kamu harus berhenti," ujarnya dengan suara

  • SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM   BAB. 46 Niat Licik Haikal

    Petugas hotel itu tersenyum dan mengangguk. “Tentu saja ada, Tuan. Hotel kami masih memiliki beberapa kamar kosong. Silahkan ikuti saya.”Haikal dan Jihan mengikuti petugas tersebut menuju kamar yang telah disediakan. Begitu pintu kamar terbuka, udara segar dan kenyamanan seketika menghampiri mereka.“Ini kamar Anda, Tuan,” ucap petugas hotel itu dengan ramah sambil membuka pintu kamar.Haikal menoleh ke arah Jihan, seraya berkata, “Ayo, Jihan masuklah. Kita bisa istirahat sejenak dan menyegarkan diri sebelum melanjutkan petualangan kita di Kota Bandung,” ajaknya dengan senyum hangat.Jihan tersenyum lega. “Terima kasih, Haikal. Kamu memang selalu tahu apa yang aku butuhkan,” ucapnya sambil mulai memasuki kamar.Setelah melewati aktivitas yang padat di Kota Bandung, Haikal dan Jihan akhirnya sampai di dalam kamar hotel yang nyaman. Udara segar di dalam kamar membuat mereka merasa rileks setelah beraktivitas di luar. Haikal

  • SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM   BAB. 45 Rencana Ke Bandung

    Pagi menyingsing dengan sinar matahari yang membelai lembut tirai di sebuah apartemen di salah satu sudut Kota Jakarta. Aroma kopi yang harum memenuhi dapur, bercampur dengan bau sedap bahan-bahan sarapan yang tengah dipersiapkan oleh Jihan. Jihan, gadis muda yang ceria, sibuk mengaduk-aduk panci yang berisi bubur ayam hangat. Semangatnya terpancar dalam setiap gerakan. Sebentar lagi, dia akan memberi kejutan untuk Dulah, pacarnya yang masih tidur di dalam kamar.Untuk memuluskan rencananya ke Bandung bersama Haikal. Jihan perlu merayu Dulah. Agar pria itu mau mengizinkannya untuk pergi.Dulah, yang masih terbaring di kasur dengan mata yang masih setengah terpejam, mendengar derap langkah Jihan di dapur. Dia seketika tersenyum. Setiap hari, kehadiran Jihan memberikan semangat baru baginya. Meski kegiatan Dulah di kantor seringkali sangat sibuk. Namun dia selalu menyempatkan waktu untuk sarapan bersama.Sesaat kemudian, Jihan melangkah keluar dari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status