"Renatta?"
Mereka berdua terkejut dengan kedatangan gadis kecil itu. Dia terlihat lucu dengan bola matanya yang besar dan bulat. Serta mengenakan dress ungu yang bagus. Dia menenggak ke atas kakaknya dan Luna dengan tatapan polos.
Renatta menunjuk Luna. "Kakak ini membawa sesuatu." Dia baru berumur tujuh tahun, namun saat mengatakan itu terdengar menyeramkan.
Galang kemudian berjongkok. Dia memegang pundak adiknya. Terlihat kasih sayang yang begitu besar dari orang nomor satu di kampus tersebut. "Memang Anastasia membawa apa?"
Luna sedikit terkejut dengan sikap Galang yang tenang. Bahkan saat beberapa kali mengalami kejadian misterius, Galang tetap tegar dan mensuport Luna. Membuat Luna curiga, apakah ini bukan kali pertamanya dia mengalami kejadian menyeramkan. Namun tentu saja anggapan itu akan tetap dia simpan di dalam hati.
"Aku gatau." Dia mengeluarkan raut muka sedih. "Anastasia ga bilang apa-apa."
"Mungkin saja Anastasia berbohong," u
Akhirnya Luna memberanikan diri melihat ke pundaknya. Benar saja kepala anak kecil menyembul dari sana. Luna bisa melihat giginya yang tidak rapi serta mukanya yang hitam. Rongga matanya besar namun kosong. Sontak membuat Luna terdiam. 'Gimana ini?' batinnya berkata.'Mungkin jika aku menutup mata sebentar dia akan hilang,' pikir Luna. Akhirnya dia menutup matanya. Kemudian beberapa menit kemudian membuka kembali. Namun sosok tersebut masih di sana. Menempel erat di pundaknya. Lama kelamaan sosok itu semakin berat.Dia kemudian berlari ke mamanya. Orangtuanya masih mengobrol di ruang tamu. Sedikit heran dengan tingkah Luna. "Kamu kenapa? Lari-lari di dalam rumah."Luna menelan ludahnya. Dia mencoba mencari tahu. "Mah ada yang nempel di pundak aku ga?" ucapnya sambil berbalik ke belakang.Rhea mengangkat alisnya. Dia terlihat kebingungan. "Ga ada apa-apa tuh."Mendengar itu, Luna langsung menggigit bibirnya. Mungkinkah esok hari sosok ini akan hilan
Dengan refleks, Luna berbalik ke belakang. Tidak ada siapapun di sana. Nafasnya masih memburu karena terkejut. Dia meletakan lengan di dada. Terasa debaran jantung yang cepat. "Aku benar-benar lelah rupanya."Luna kemudian merebahkan dirinya di kasur. Dia ingin beristirahat sebentar. Kemudian dia mendengar suara pesan chat masuk ke smartphonenya "Tring". Segera dia mengambil benda persegi panjang tersebut. Rupanya dari Galang. Dia berkata bahwa dia sudah sampai di rumah. Luna tersenyum senang membacanya.Tidak lama kemudian sebuah chat masuk terlihat di pop up layar smartphonenya. Masih dari orang yang sama. "Bolehkah aku menelpon?"Tanpa memakan waktu lama. Sebuah nada dering terdengar di telinga. Nama "Penyelamat" tertera di sana. Segera Luna mencari earphone miliknya dan meletakan di telinga. Agar suara Galang bisa didengarnya dengan jelas."Halo ka!" sapa Luna."Halo," jawabnya. "Bagaimana di sana? Apa kamu senang bisa pulang ke rumah?
"Luna!" panggil Rhea.Gadis itu terbangun. Dia melihat ibunya di samping ranjang. Dia menunjukan wajah khawatir. Kemudian dibelainya rambut Luna dengan lembut. "Kamu gapapa sayang? Mimpi apa sampai kamu teriak-teriak seperti ini?""Gapapa kok ma! Cuman bunga tidur aja kok," jawabnya. Dia membasuh wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Badannya serasa berkeringat. "Aku tidur lama ya?"Rhea mengangguk. "Sekarang sudah jam delapan malam. Lanjut tidur aja lagi. Tapi jangan lupa membaca doa!""Aku mau makan dulu deh ma!" bantahnya. Luna kemudian turun dari ranjang dan mengambil ponselnya. Diikuti oleh Rhea mereka menuju ruang makan bersama-sama.Mereka berdua bertemu dengan Dimas di ruang tengah. Sedang menonton sepakbola sendirian. Melihat Luna, Dimas langsung mengajaknya duduk bersama. "Sini na, kita nonton barengan.""Biarin anaknya makan dulu!" potong Rhea.Luna kemudian menuju meja makan. Di sana tersaji beberapa santapan yang lezat
Teruntuk cucuku Lunaria Ametys Kencana Kamu adalah anugrah terindah yang pernah diberikan Tuhan selama aku hidup. Namun ada hal yang paling aku takuti selama ini. Kamu lahir bertepatan dengan fenomena alam tertinggi yaitu Gerhana Bulan yang terjadi 1000 tahun sekali. Itulah sebabnya aku menamaimu dengan nama Luna yang artinya bulan. Aku juga menghadiahkanmu sebuah kalung istimewa turun temurun. Kalung itu terbuat dari moonstone yang menggambarkan bulan. Aku harap kalung tersebut bisa melindungimu di manapun kamu berada. Mungkin nanti tidak sekarang tapi kamu akan bisa menggunakan kalung tersebut dengan sangat baik. Luna cucuku sayang. Ketika dewasa nanti, kamu pasti sedikit terkejut karena banyak hal yang bisa kamu lihat dibandingkan dengan sebelumnya. Kemampuan indra ke enam yang kamu miliki sejatinya sudah ada sejak kamu kecil bahkan mungkin sejak lahir. Namun dirimu yang saat itu masih rapuh menjadi incaran para mahkluk karen
Mata Luna terbuka lebar. Dia masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Satu sosok pocong terlihat dari jendela kamarnya. Itulah saat-saat pertama kali dia mendapatkan kemampuannya.Luna merinding jika mengingat kejadian saat itu. Setelah penampakan pocong, kedepannya Luna mulai melihat banyak hal. Itulah ulang tahun terburuk yang pernah dia dapatkan seumur hidupnya. Di samping dia kehilangan seseorang untuk selama-lamanya setelah itu."Farel!" ucapnya.Dia rindu akan Farel. Pacar pertamanya. Dia masih merasa bersalah atas kejadian yang menimpa Farel waktu itu. Luna hanya bisa menarik nafas panjang. Terkadang dia berharap Farel akan mendatanginya dalam wujud hantu. Namun tidak pernah terjadi. Apakah Farel juga marah kepada dirinya?Saat sedang melamun. Terdengar rington handphonenya berbunyi. Terlihat nama penyelamatnya di sana. Segera saja dia mengangkat panggilan tersebut."Halo Luna!" ucap Galang. Luna bisa merasakan kepanikan dari suara le
"Luna?" tanya Rhea. Dia terlihat kebingungan karena anaknya mendadak pucat. "Kamu mabuk kendaraan?"Gadis itu tidak bergeming. Membuat Rhea sedikit khawatir. "Ini minum dulu!" Rhea menyodorkan air mineral ke anaknya. Luna hanya menerima dengan kondisi tangan yang gemetaran. Melihat anaknya seperti itu, dia langsung memegang pelipis Luna. "Kamu ga demam kok! Pokoknya kalau mabuk bilang ya!""Iya mah!" ucapnya parau. Luna berusaha untuk tidak bergerak banyak. Punggungnya berat. Anak kecil itu menempel di punggung Luna. Masih mengeluarkan suara yang tidak jelas. Namun membuatnya benar-benar takut.Sebelum ini hantu-hantu tersebut hanya menampakan diri saja. Baru kali ini ada hantu yang benar-benar menempel di bagian tubuhnya. Seperti inikah namanya ketempelan?"Kamu benar-benar ga apa-apa?" Rhea bertanya lagi. Dia terus memperhatikan putrinya yang semakin pucat."Gapapa mah!" ucapnya bohong. Dia tidak ingin membuat orangtuanya khawatir. Lagipula bukan
"Lagi!" lirih Luna.Dia hanya menghirup nafas panjang. Ternyata memang masih ada seseorang yang tidak menyukainya di kosan ini. Apakah itu Chriestie? entahlah, dia masih berkeyakinan bahwa Chriestie bukanlah orang yang seperti itu.Drettttt....Handphone Luna bergetar. Dia melihat nama di atas layarnya. Galang rupanya tengah menelpon. Timingnya sangat pas sekali memang. Di saat Luna membutuhkan seseorang dia selalu datang. Langsung saja dia menyambar handphone tersebut dan menerima panggilan. "Halo ka!""Luna! Sudah sampai?" tanyanya."Sudah ka, baru saja. Renatta gimana?" Luna tidak bisa menahan diri untuk bertanya soal Renatta. Bagaimanapun mereka pernah bertemu, dan dia berharap Renatta segera ditemukan."Dia ada di kamarnya. Aneh sekali, sebelumnya aku sudah beberapa kali mengecek kamarnya, tetapi dia tidak ditemukan. Pagi ini dia terlihat tertidur pulas sekali di kamarnya," ucap Galang.Luna pun dibuat heran. Benarkah seperti itu
"Keluar kamu Chriestie!" teriak Danny.Luna terkejut. Ternyata Danny bisa mengeluarkan amarah seperti itu. Dia mencoba memegang lengan seniornya itu. Kemudian memintanya mundur, "Ka, tunggu. Kita belum tahu siapa yang memberikan kertas itu."Danny terlihat tidak peduli. "Aku diminta oleh Galang untuk menjagamu selama dia tidak ada. Tidak aku sangka ternyata ada kejadian semacam ini."Beberapa lama kemudian pintu terbuka. Chriestie masih menggunakan pakaian santainya. Dia menganggat kacamatanya, matanya penuh dengan emosi. "Ngapain kalian ganggu orang lagi istirahat?"Tanpa berbasa-basi, Danny langsung menyerahkan kertas berisikan tinta merah tersebut. "Ini apa?""Mana aku tahu! Dibilang bukan aku pelakunya," ucapnya ketus. "Udah balik kalian ke kamar masing-masing. Apaan sih ganggu jam segini!""Terus kalau bukan kamu siapa?" tanya Danny.Chriestie tidak menjawab. Dia terlihat kesal sekali. "Kalian pikir cuman aku di sini yang ga suka