Share

5. KESURUPAN

“Apaan sih!” Danny mengomel. “Gausah nga-.”

Danny berhenti berbicara saat melihat wajah Sarah yang pucat. Sorot matanya menggambarkan ketakutan. Tangan sarah bergetar. Danny langsung mengelus kepala Sarah mencoba menenangkannya.

Galang menunduk sambil memungut hanphonenya. “Sarah kenapa?” kemudian duduk di sebelah Sarah.

Sarah langsung memegang tangan Galang. Lelaki itu bisa merasakan tangan yang dingin membeku. Cengkraman Sarah sangat kuat, Galang saja merasakan kesakitan hanya karena dipegang oleh Sarah.

“Huaaahhhhhhhhhhhh....!”

Semua penghuni kosan terkejut. Sarah tiba-tiba saja menangis kencang. Tangan kanannya memegang Galang sementara tangan kirinya mencengkram kaos Danny. Danny beberapa kali berusaha melepaskan cengkraman Sarah.

Sreeettttt....

“Anjir..., kaos kesayangan aku sobek lah ditarik Sarah!” keluh Danny.

Mata Luna melotot ngeri. Pasalnya dia melihat bayangan hitam seolah berdiri di belakang Sarah. Bayangan tersebut seolah mencoba untuk masuk menyelimuti tubuh gadis tersebut. Luna perlahan mundur beberapa langkah. Dia ingin lari. Sosok ini bukanlah sosok yang biasa dia lihat, namun sesuatu yang jahat.

“Di... dibelakang..., di... dibelakang...!” Luna terus menerus mengucapkan sesuatu dengan terbata-bata. Namun sayangnya tidak ada seorang pun yang memperhatikannya semuanya melihat kepada Sarah. Hanya Bayu yang masih duduk diam sambil mengamati situasi.

“Sarah?” panggil Galang dengan lembut. “Kamu kenapa?”

Danny yang mendengar hal tersebut menaikan alisnya. “Heh! Orang kesurupan mana bisa dipanggil lembut! Yang bener aja dong!”

Mendengar kata ‘kesurupan’ membuat suasana lebih tengang di dalam ruangan tersebut. Chriestie yang hanya berdiri diam akhirnya berteriak, “Ga logis ini! Ga ada yang namanya kesurupan!”

“Ini buktinya apa kalau bukan kesurupan?” bentak Danny. “Duh gimana nih? Dibanjur aja kali ya pake air?”

Tanpa basa-basi, Danny langsung mengambil air putih yang terletak di dekatnya. Dia terlihat membaca beberapa mantra di sana. Kemudian memasukan air tersebut ke mulutnya.

Buuhhhhhh.....

“Goblook!” seru Chriestie. “Jiji banget tau! Masa air bekas ludah disemburin gitu aja!”

“Yang penting sembuh!” ucap Danny. Dia menunjuk Sarah yang akhirnya hening. “Tuh liat berhasil kan?”

Luna masih memperhatikan. Matanya masih memancarkan ketakutan. Sosok hitam tersebut masih berada di sana. Tepat di belakang Sarah. Danny salah semburan air tidak akan membuat sosok tersebut pergi.

“Huaaahhhhhhhhhhh!”

Benar saja. Sarah berteriak lebih keras dari sebelumnya. Kali ini dia tampak memberontak. Danny dan Galang berusaha untuk menahan tubuhnya. Terlihat keringat mengucur dari dahi. Mereka tampak kelelahan.

“Gila nih cewek! Tenaganya macam kuli aja!” Ucap Danny dengan nada khas betawinya.

Nanny yang tadi sempat menghilang akhirnya kembali ke ruangan. Terlihat wajahnya yang tetap tenang. Kemudian dia duduk bersimpuh di depan Sarah yang memberontak. Luna melihat Sarah dengan tatapan ngeri. Pasalnya wajahnya sangat menyeramkan. Namun tidak bagi Nanny. Dia tetap tersenyum. Kemudian dia memeluk Sarah. “Sudah ya!” ucapnya.

Secara ajaib Sarah kemudian pingsan. Seolah hal tadi hanyalah ilusi. Terlihat wajahnya yang tertidur dengan tenang. “Bawa ke kamarnya ya!” perintah Nanny kepada Galang dan Danny.

Mereka berdua bekerja sama membopong tubuh sarah. Nanny mengikutinya dari belakang. Menyisakan Chriestie dan Luna berdua di ruangan.

“Semua karena kamu kan?” ucap Chriestie secara tiba-tiba.

Luna menengok. “Maksudnya?”

“Jangan pura-pura!” bentak Chriestie. “Aku tau orang-orang sepertimu hanya bawa sial!”

Deg... deg... deg....

Jantung Luna berpacu dengan kencang. Perasaannya kalut. Dia merasakan firasat tidak enak terkait hardikan tersebut. Hardikan yang selama ini diterimanya selama sekolah.

“Maaf aku tidak mengerti!” Luna masih mencoba tenang. Dia sudah bertekat agar jangan sampai dirinya yang indigo diketahui orang lain.

“Emang aku ga liat apa kamu ngomong sendirian?” hardik Chriestie. “Apa bedanya sama orang gila?”

Wajah Luna mendadak pucat pasi. Pikirannya kalut. Trauma menghampirinya. Semua pengalaman tidak menyenangkan selama SMA tiba-tiba saja datang ke dalam pikirannya. Luna segera mundur. Entah mengapa dia melihat wajah Chriestie yang berubah menjadi para pelaku bullying di sekolahnya. Tanpa basa basi dia berlari menuju kamarnya.

***

“Hiks..., hiks...!”

Suara tangisan Luna pecah. Masa perkuliahannya sudah berakhir. Dia ingin pulang. “Mama jemput aku!”

“Aku benci menjadi seorang indigo!” ucapnya.

Luna menggigit jarinya hingga berdarah. Dia merasakan frustasi berlebihan. Pikirannya lelah. Harapannya sia-sia. Dia berfikir bahwa pergi dari kota kelahirannya adalah jalan terbaik. Dia berharap bahwa suasana di sini akan berbeda. Namun dia gagal. Dia gagal menyembunyikan identitasnya sebagai seorang indigo.

Dia melihat sebuah cutter di meja belajarnya. Cutter tersebut sempat dia pergunakan untuk membuka kardus pindahan. Pikirannya melayang. Dia terus menerus menatap cutter tersebut. “Haruskah?” tanyanya pada dirinya sendiri.

Luna bangkit. Menuju meja belajarnya. Dia ambil cutter tersebut. Dilihat barang itu baik-baik. Dia sudah lelah. Hidupnya berat. Dia tak sanggup melanjutkannya lagi. Dikeluarkannya mata tajam cutter tersebut. Kemudian perlahan dia menutup matanya. “Selamat tinggal!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status