“Apaan sih!” Danny mengomel. “Gausah nga-.”
Danny berhenti berbicara saat melihat wajah Sarah yang pucat. Sorot matanya menggambarkan ketakutan. Tangan sarah bergetar. Danny langsung mengelus kepala Sarah mencoba menenangkannya.
Galang menunduk sambil memungut hanphonenya. “Sarah kenapa?” kemudian duduk di sebelah Sarah.
Sarah langsung memegang tangan Galang. Lelaki itu bisa merasakan tangan yang dingin membeku. Cengkraman Sarah sangat kuat, Galang saja merasakan kesakitan hanya karena dipegang oleh Sarah.
“Huaaahhhhhhhhhhhh....!”
Semua penghuni kosan terkejut. Sarah tiba-tiba saja menangis kencang. Tangan kanannya memegang Galang sementara tangan kirinya mencengkram kaos Danny. Danny beberapa kali berusaha melepaskan cengkraman Sarah.
Sreeettttt....
“Anjir..., kaos kesayangan aku sobek lah ditarik Sarah!” keluh Danny.
Mata Luna melotot ngeri. Pasalnya dia melihat bayangan hitam seolah berdiri di belakang Sarah. Bayangan tersebut seolah mencoba untuk masuk menyelimuti tubuh gadis tersebut. Luna perlahan mundur beberapa langkah. Dia ingin lari. Sosok ini bukanlah sosok yang biasa dia lihat, namun sesuatu yang jahat.
“Di... dibelakang..., di... dibelakang...!” Luna terus menerus mengucapkan sesuatu dengan terbata-bata. Namun sayangnya tidak ada seorang pun yang memperhatikannya semuanya melihat kepada Sarah. Hanya Bayu yang masih duduk diam sambil mengamati situasi.
“Sarah?” panggil Galang dengan lembut. “Kamu kenapa?”
Danny yang mendengar hal tersebut menaikan alisnya. “Heh! Orang kesurupan mana bisa dipanggil lembut! Yang bener aja dong!”
Mendengar kata ‘kesurupan’ membuat suasana lebih tengang di dalam ruangan tersebut. Chriestie yang hanya berdiri diam akhirnya berteriak, “Ga logis ini! Ga ada yang namanya kesurupan!”
“Ini buktinya apa kalau bukan kesurupan?” bentak Danny. “Duh gimana nih? Dibanjur aja kali ya pake air?”
Tanpa basa-basi, Danny langsung mengambil air putih yang terletak di dekatnya. Dia terlihat membaca beberapa mantra di sana. Kemudian memasukan air tersebut ke mulutnya.
Buuhhhhhh.....
“Goblook!” seru Chriestie. “Jiji banget tau! Masa air bekas ludah disemburin gitu aja!”
“Yang penting sembuh!” ucap Danny. Dia menunjuk Sarah yang akhirnya hening. “Tuh liat berhasil kan?”
Luna masih memperhatikan. Matanya masih memancarkan ketakutan. Sosok hitam tersebut masih berada di sana. Tepat di belakang Sarah. Danny salah semburan air tidak akan membuat sosok tersebut pergi.
“Huaaahhhhhhhhhhh!”
Benar saja. Sarah berteriak lebih keras dari sebelumnya. Kali ini dia tampak memberontak. Danny dan Galang berusaha untuk menahan tubuhnya. Terlihat keringat mengucur dari dahi. Mereka tampak kelelahan.
“Gila nih cewek! Tenaganya macam kuli aja!” Ucap Danny dengan nada khas betawinya.
Nanny yang tadi sempat menghilang akhirnya kembali ke ruangan. Terlihat wajahnya yang tetap tenang. Kemudian dia duduk bersimpuh di depan Sarah yang memberontak. Luna melihat Sarah dengan tatapan ngeri. Pasalnya wajahnya sangat menyeramkan. Namun tidak bagi Nanny. Dia tetap tersenyum. Kemudian dia memeluk Sarah. “Sudah ya!” ucapnya.
Secara ajaib Sarah kemudian pingsan. Seolah hal tadi hanyalah ilusi. Terlihat wajahnya yang tertidur dengan tenang. “Bawa ke kamarnya ya!” perintah Nanny kepada Galang dan Danny.
Mereka berdua bekerja sama membopong tubuh sarah. Nanny mengikutinya dari belakang. Menyisakan Chriestie dan Luna berdua di ruangan.
“Semua karena kamu kan?” ucap Chriestie secara tiba-tiba.
Luna menengok. “Maksudnya?”
“Jangan pura-pura!” bentak Chriestie. “Aku tau orang-orang sepertimu hanya bawa sial!”
Deg... deg... deg....
Jantung Luna berpacu dengan kencang. Perasaannya kalut. Dia merasakan firasat tidak enak terkait hardikan tersebut. Hardikan yang selama ini diterimanya selama sekolah.
“Maaf aku tidak mengerti!” Luna masih mencoba tenang. Dia sudah bertekat agar jangan sampai dirinya yang indigo diketahui orang lain.
“Emang aku ga liat apa kamu ngomong sendirian?” hardik Chriestie. “Apa bedanya sama orang gila?”
Wajah Luna mendadak pucat pasi. Pikirannya kalut. Trauma menghampirinya. Semua pengalaman tidak menyenangkan selama SMA tiba-tiba saja datang ke dalam pikirannya. Luna segera mundur. Entah mengapa dia melihat wajah Chriestie yang berubah menjadi para pelaku bullying di sekolahnya. Tanpa basa basi dia berlari menuju kamarnya.
***
“Hiks..., hiks...!”
Suara tangisan Luna pecah. Masa perkuliahannya sudah berakhir. Dia ingin pulang. “Mama jemput aku!”
“Aku benci menjadi seorang indigo!” ucapnya.
Luna menggigit jarinya hingga berdarah. Dia merasakan frustasi berlebihan. Pikirannya lelah. Harapannya sia-sia. Dia berfikir bahwa pergi dari kota kelahirannya adalah jalan terbaik. Dia berharap bahwa suasana di sini akan berbeda. Namun dia gagal. Dia gagal menyembunyikan identitasnya sebagai seorang indigo.
Dia melihat sebuah cutter di meja belajarnya. Cutter tersebut sempat dia pergunakan untuk membuka kardus pindahan. Pikirannya melayang. Dia terus menerus menatap cutter tersebut. “Haruskah?” tanyanya pada dirinya sendiri.
Luna bangkit. Menuju meja belajarnya. Dia ambil cutter tersebut. Dilihat barang itu baik-baik. Dia sudah lelah. Hidupnya berat. Dia tak sanggup melanjutkannya lagi. Dikeluarkannya mata tajam cutter tersebut. Kemudian perlahan dia menutup matanya. “Selamat tinggal!”
“Nei!”Sebuah suara terdengar di kepala Luna. Gadis tersebut membuka matanya. Tinggal satu sentimeter lagi mata pisau menyentuh kulitnya. Luna melangkah mundur dilemparkan gagang cutter tersebut. Dia langsung duduk bersimpuh. “Apa yang aku pikirkan!”Setelah cukup tenang, Luna menengok ke arah samping kanannya. Hantu gadis kecil itu sudah berdiri di sana, dia memandang Luna dengan tatapan datar. Kemudian jari jemarinya menyentuh pipi Luna. Sebuah sentuhan dingin bagai es terasa di kulitnya. “Nei!” sekali lagi gadis itu mengatakan hal serupa.“Kamu tidak ingin aku mengakhiri hidup?” tanya Luna.Gadis itu tetap diam. Namun Luna bisa mengerti bahwa dia tak ingin Luna menyakiti dirinya sendiri. Sosok menyeramkan gadis itu perlahan menghilang. Mungkinkah hantu tidak semua jahat? Begitulah yang dipikirkan oleh Luna.Luna menatap dalam-dalam gadis di depannya. ‘Bagaimana bisa seorang
“Pergi sana dasar dukun!”Secarik kertas tersebut berhasil membuat mental Luna jatuh. Sejak kemarin dia sudah mencoba mempersiapkan diri jika ada orang yang tidak menyukainya. Namun ternyata tidak semudah itu.Luna teringat akan peristiwa di sekolahnya dahulu. Ketika itu Luna memasuki kelas di pagi hari. Tetapi atmosfir teman-teman sekelas serasa berbeda. Luna bisa merasakan beberapa siswa mencibir dan membicarakannya. Namun dia terus menerus menguatkan hatinya. Hingga ketika...“Pergi kau anak setan!”“Pembawa sial!”“Mati saja kau sana!”“Segeralah mati!”Mata Luna terbuka lebar. Tepat di atas mejanya berbagai macam vandalisme berisi kutukan dan hinaan terpampang di sana. Luna langsung menengok ke kanan dan kirinya. Dia memperhatikan sekeliling. Saat itulah Luna melihat sesuatu yan
“Chriestie!” teriak Nanny. Akhirnya Nanny berbicara. Wajahnya tetap tenang namun auranya terlihat menyeramkan. “Mari kita berbicara!” Gadis berkacamata itu hanya bisa menghembuskan nafas lelah. Jelas sekali dia tidak terima diperlakukan seperti itu. Namun caranya menatap Nanny menunjukan bentuk penghormatannya. Luna melihat hal tersebut dengan jelas. Batinnya pun berkata bukan Chriestie yang melakukannya, namun dari semua perkataan yang dilontarkannya kemarin tentu saja membuat dia menjadi tersangka utama. Setelah Nanny pergi membawa Chriestie, Galang mendekatinya. “Kenapa kamu ga bilang kamu dapet surat kaya gini?” Luna menunduk takut. “Aku tidak ingin kalian bertengkar seperti tadi.” “Justru kamu harus ngomong!” ucap Galang. “Kenapa?” tanya Luna. “Karena aku sudah berjanji akan menjagamu!” Galang berkata dengan tegas. Deg.... Jantung Luna berdebar kencang. Namun ini bukanlah perasaan takut, melainkan rasa senang. Perk
“Kamu penganut ilmu hitam bukan?”Kata-kata itu terus terngiang dalam benak Luna. Dia pun masih dalam posisi terkejut. Meskipun sebelumnya dia merasa tidak terima dengan perlakuan Chriestie selama ini, namun dia menolak untuk berdebat. Dia merasa percuma karena dia tahu Chriestie pasti tidak akan mempercayai apapun yang dikatakannya.“Akan kulaporkan kepada yang lain!” ucapnya. Tidak lama kemudian dia pergi dari tempat tersebut.Luna tidak mengubis perkataannya. Dia melanjutkan penyelidikannya. Baru kali ini dia melihat ayam hitam yang tercabik dengan darah masih mengucur. Luna menyimpulkan bahwa benda-benda tersebut belum lama diletakan.Serrrr...Punggung Luna merinding. Dia merasakan ada sosok yang menatapnya dari jauh. Tidak lama kemudian dia mencium sebuah bau yang tidak asing. Bau bunga yang sangat wangi sekali dicampur dengan pandan. Hawa dingin menusuk ke kulit Luna. Dia diam tidak bergerak.“
Glek...Luna menelan ludah. Hal yang dia khawatirkan ternyata terbukti. Chriestie benar-benar mengadu kepada Nanny. Luna sendiri heran, mengapa Chriestie seakan membencinya sangat. Padahal dia tidak pernah mengusiknya sama sekali.“Sebelum itu aku ingin kalian berdua duduk juga.” Perintah Nanny kepada Danny dan Galang.Mereka berdua menurut. Segera mereka mencari posisi yang nyaman untuk duduk. “Silahkan dimulai Nanny,” ucap Galang.“Baiklah,” prolog Nanny. “Chriestie bercerita bahwa dia menemukan hal yang aneh di pinggir rumah.”Semua penghuni kosan Belanda mendengarkan. Chriestie sendiri menyeringai puas. Dia berkali-kali mendongkak ketika melihat Luna. Membuat nyali Luna menciut sedikit.“Yang ditemukan oleh Chriestie adalah sesajen,” lanjut Nanny.Atmosfer semua orang mendadak berubah. Seakan mereka mengetahui apa yang terjadi. Ada raut muka khawatir dari semuanya. Membua
Kediaman Galang.Blam...“Renatta?” Bella, ibunda Galang memanggil putri bungsunya tersebut. Dia mendengar sebuah pintu yang terbanting dari lantai dua. Hening tidak ada satupun suara. “Kamu sudah pulang kan?”Sunyi. Tidak ada suara apapun dari lantai dua. Bella mengangkat alisnya. Mendadak suasana terasa berbeda. “Mama ke atas ya!” ucapnya lagi.Bella berjalan menyusuri tangga kayu. Kayu itu terdengar berdecit ketika diinjak. Menandakan usianya yang sudah tua. Di ujung langkahnya terhenti. Dia merasakan ada sesuatu yang menatapnya dari belakang.Sret...Punduk Bella menegang. Jelas sekali dia merasakan sesuatu lewat di belakangnya. Dengan ragu-ragu dia menengok memutar. Namun tidak ada seorang pun di belakangnya.Glek...Wanita itu menelan ludah. Memang dia merasakan rumahnya aneh sekali akhir-akhir ini. Setiap kali dia sendirian dia merasa seakan diawasi. Namun dia menepis segala pemikiran
“Maukah kamu membantuku menyelidiki boneka tersebut?”Luna terdiam lama mendengar permintaan Galang. Hatinya bingung. Belum lama ini berbagai peristiwa mistis dan kurang menyenangkan mengitarinya. Membuat Luna tidak ingin kembali berurusan dengan hal demikian. Karena masalah di kosan pun belum selesai. Namun dihadapannya adalah orang yang menolongnya. Bagaimana mungkin Luna bisa menolaknya.“Aku-,” Luna tidak meneruskan kata-katanya. Matanya menunjukan kebingungan. “Kenapa aku?”Galang tersenyum mendengarnya. “Karena kamu spesial.”Mendengar kata spesial membuat sedikit debaran di dada Luna. Selama ini orang-orang selalu berkata aneh tentangnya. Baru kali ini ada seseorang yang berkata bahwa dirinya spesial. Namun Luna kembali menunduk. “Sepertinya aku tidak bisa.”“Kenapa?” tanya Galang.“Aku takut Ka,” ucap Luna. “Ada trauma yang tidak bisa digambarka
“Huh!” Luna membuka matanya. Dia langsung bangkit dari posisi tidur. Peluh membasahi seluruh tubuhnya. “Ka Galang!” Air mata Luna menetes di pipi. Dia teringat kepada mimpinya tadi. Gadis itu melirik jam dinding. Masih jam tiga pagi, hatinya serasa tidak tenang. Akhirnya dia memutuskan untuk berjalan ke lantai satu. Menenangkan hatinya. Kreeettttt Pintu kamar Luna dibuka. Dia melangkahkan kakinya keluar. Lorong kamar gelap gulita. Semua penghuni kamar masih berada di mimpinya masing-masing. Dia kemudian berjalan menuju lantai satu. Mencoba menenangkan diri dengan menonton tv. Tuk.. tuk.. tukkk... Luna terdiam. Dia merasa ada yang mengikutinya. Hawa dingin mulai menyelimutinya. Namun dia mencoba untuk menepis rasa takutnya. ‘Jadilah berani Luna!’ batinnya. Dengan langkah pelan, dia mencoba maju kembali. Suara itu tetap mengikutinya dari belakang. Haruskah Luna menengok? Atau dia harus tetap maju. Rasa ragu mulai menyelimutinya.