“Umm, aku-.” Luna terlihat memutar bola matanya. Mencoba mencari alasan agar Galang tidak curiga. Dia tahu hari pertamanya tidak boleh gagal. Dia tidak boleh mengalami hal serupa dengan saat di SMA. “Aku sedang latihan untuk pentas ospek nanti.”
Galang mengangkat alis matanya. “Begitu? Ah baiklah. Maaf jika aku mengganggu latihanmu.” Kemudian dia pergi berlalu.
“Hufh!” Luna menghembuskan nafas panjang. Dia naik ke atas ranjang untuk mendinginkan suasana. Gadis itu sudah tidak ada untuk saat ini. Namun Luna tahu bahwa dia ada di sini. Bersembunyi.
Luna kemudian melihat ke arah pintu. Sepintas dia melihat seseorang berbaju biru lewat. ‘penghuni kosan lain?’ pikirnya. Tanpa basa basi dia segera menuju keluar. Ibunya berpesan dia harus menjalin komunikasi yang baik dengan teman-temannya yang lain.
“Halo!” sapa Luna.
Pria berbaju biru tersebut langsung terdiam. Kemudian dia menoleh ke belakang. “Aku?”
“Yap! Siapa lagi?” ucap Luna. Kemudian dia menyodorkan tangan. “Namaku Luna, aku penghuni baru kosan ini. Kamu siapa? Mahasiswa juga?”
Dia hanya terdiam menatap Luna. Ekspresinya datar. “Namaku Bayu.”
“Senang berkenalan,” balas Luna. Dia menarik lengannya karena sepertinya lawan bicaranya tidak ingin bersalaman.
Bayu terus menatap belakang Luna. Membuatnya berbalik arah. Di sana berdiri seorang gadis memakai kacamata. Dia tinggi, ramping dan cantik. Dari raut mukanya pun terlihat pintar. Namun dia melihat Luna dengan tatapan aneh.
“Apa-apaan!” ucapnya lalu pergi.
Luna menggigit bibirnya. Dia merasakan gadis tersebut tidak menyukainya. Namun dia tidak mengerti kenapa. Akhirnya dia membalikan badan untuk mengobrol dengan Bayu kembali namun orang tersebut terlah pergi. “Cepatnya!”
***
“Silahkan dinikmati!” ucap Nanny. “Hari ini kita menyambut penghuni baru kita. Luna.”
Luna memperhatikan mereka satu-persatu. Mereka sedang berkumpul di depan televisi. Ada Galang yang duduk di sebelah Luna. Bayu duduk sedikit lebih jauh. Gadis berkacamata juga ada di sana. Kemudian ada seorang gadis lain dan pria yang duduk bersebelahan pula.
“Terimakasih,” ucap Luna. Nanny menyiapkan berbagai macam masakan rumahan untuk menyambutnya. Membuatnya bersyukur di tempat ini. Kemudian pandangannya beralih ke gadis berkacamata. Dia terlihat memperhatikan Luna dari atas ke bawah. Luna hanya bisa menunduk takut dia memiliki salah.
“Kebetulan hari ini ulang tahun adikku,” ucap Galang memecahkan suasana. “Bolehkan aku memvideocallnya Nanny. Agar kita bisa memberikan ucapan kepadanya?”
“Nak Renatta ya?” tanya Nanny. “Silahkan ditelepon.
Tut... tut.... tut.....
Terdengar nada tunggu beberapa saat, sebelum sebuah wajah bulat tertera di layar. “Kakak!” ucap seorang gadis antusias.
“De, maaf ya gabisa hadir. Besok kakak sudah masuk kuliah.” Galang menampilkan wajah penyesalan. “Gimana hari ini?”
“Aku dapet kado baru dari papa dan mama!” ucapnya antusias. “Sebuah boneka cantik!”
Deg...
Perasaan Luna sangat aneh. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang akan terjadi setelah ini. ‘Anastasia Maria,’ ucapnya dalam hati. Namun dia tidak mengerti apa maksudnya.
“Nama bonekanya Anastasia Maria,” terang Renatta dari panggilan telepon. Galang memang menggunakan pengeras suara agar semua bisa mendengar adiknya tersebut.
Mata Luna melotot. Bagaimana bisa? Begitulah yang dia pikirkan. Bukankah Luna baru saja menyebutkan nama tersebut? Keringat dingin langsung mengucur dari punduknya. Dia merasa ada sesuatu yang salah.
“Bolehkah kalian semua mengucapkan selamat satu persatu kepada Renatta?” pinta Galang. “Sebagai permohonan maafku karena tidak datang ke pestanya.
Semua mengangguk terkecuali Luna. Dia masih merasa ada yang salah. Namun dia tidak tahu apa.
Galang memberikan Nanny kesempatan pertama. Dia memberikan handphone miliknya.
“Halo Renatta!” sapa Nanny.
“Halo nenek!” jawabnya. “Sini main. Renatta kangen donat buatan nenek.”
Permintaan polos Renatta membuat Nanny tertawa. “Hahahah! Jika kita bertemu akan kuberikan donat sebanyak-banyaknya.”
“Betul ya!” jawabnya antusias. “Aku ingin donat sebesar gunung.”
“Tentu saja sayang!” ucap Nanny.
Nanny kemudian memberikan handphone galang kepada gadis berkacamata. Gadis itu tersenyum seadanya dan berkata, “selamat ulang tahun!”. Kemudian dia memberikan handphone kepada lelaki yang Luna tidak tahu namanya.
“Halo Renatta!” sapanya. “Ingat aku kan? Danny? Aku kawan baik kakakmu.”
“Kak Danny!” sapa Renatta. “Ingat. Yang waktu tidurnya ngorok di rumah.”
“Renatta!” tegur Galang.
“Gapapa sob!” ucap Danny. “Selamat ulang tahun ya!”
“Makasih ka Danny.” Renatta mengeluarkan wajah menggemaskannya.
Nyata atau tidak Luna melihat wajah Danny yang berbunga-bunga. Mungkin saja Danny sangat gemas dengan tingkah Renatta. Kemudian Danny memandang Luna dan seorang gadis lain. “Siapa duluan?”
“Aku!” ucap Gadis itu dengan lantang.
Danny masih melihat ke arah Luna. “Silahkan duluan,” kata Luna dengan sopan.
Begitu handphonenya diberikan kepada gadis tersebut, dia terlihat begitu antusias. “Renatta!”
“Kak Sarah apa kabar?” tanya Renatta sopan.
“Baik dong!” jawabnya dengan nada ceria. “Gimana ulang tahunnya menyenangkan?”
“Seneng banget!” kata Renatta. “Aku paling senang ketika boneka Anastasia datang!”
Perasaan Luna tidak enak setiap kali nama Anastasia disebutkan. Entah apa maknanya. Namun dia tetap memilih diam. Terakhir kali dia memberitahukan tentang firasatnya seseorang tertimpa hal yang buruk. Membuatnya akhirnya dijauhi oleh teman-temannya yang lain.
“Mana bonekanya?” tanya Sarah.
“Tunggu!” ucap Renatta. “Aku ambil dulu.”
Hening. Semua menunggu Renatta mengambil boneka tersebut. Luna sedikit penasaran. Akhirnya dia memilih pindah mendekati Sarah. Berharap setidaknya dia bisa melihat sedikit boneka yang membuat hatinya tidak nyaman tersebut.
“Ini ka!” ucap Renatta. Dia telah kembali mengambil boneka tersebut.
“Halo Anastasia! Perkenalkan namaku sarah,” ucap Sarah. Dia sengaja menyapa boneka tersebut untuk membuat Renatta senang.
Deg... deg... deg....
Jantung Luna semakin berdetak kencang. Dia memperhatikan sekelilingnya. Sambil berharap tidak ada apapun yang akan terjadi. Tiba-tiba saja dia mendengar terikan.
“Ahhhhhhhhhhhhhhh!”
Semua langsung menatap Sarah. Dia melemparkan handphone milik Galang. Mendadak wajahnya pucat.
Danny langsung menghampirinya, “Apaan sih! Handphone orang tau! Seenaknya aja dilempar!”
Sarah memegang kaos yang Danny kenakan. Bibirnya terlihat kelu. Matanya melotot. Dia kemudian menunjuk handphone yang tadi dia lemparkan. “Bonekanya bergerak!”
“Apaan sih!” Danny mengomel. “Gausah nga-.”Danny berhenti berbicara saat melihat wajah Sarah yang pucat. Sorot matanya menggambarkan ketakutan. Tangan sarah bergetar. Danny langsung mengelus kepala Sarah mencoba menenangkannya.Galang menunduk sambil memungut hanphonenya. “Sarah kenapa?” kemudian duduk di sebelah Sarah.Sarah langsung memegang tangan Galang. Lelaki itu bisa merasakan tangan yang dingin membeku. Cengkraman Sarah sangat kuat, Galang saja merasakan kesakitan hanya karena dipegang oleh Sarah.“Huaaahhhhhhhhhhhh....!”Semua penghuni kosan terkejut. Sarah tiba-tiba saja menangis kencang. Tangan kanannya memegang Galang sementara tangan kirinya mencengkram kaos Danny. Danny beberapa kali berusaha melepaskan cengkraman Sarah.Sreeettttt....“Anjir..., kaos kesayangan aku sobek lah ditarik Sarah!” keluh Danny.Mata Luna melotot ngeri. Pasalnya dia melihat baya
“Nei!”Sebuah suara terdengar di kepala Luna. Gadis tersebut membuka matanya. Tinggal satu sentimeter lagi mata pisau menyentuh kulitnya. Luna melangkah mundur dilemparkan gagang cutter tersebut. Dia langsung duduk bersimpuh. “Apa yang aku pikirkan!”Setelah cukup tenang, Luna menengok ke arah samping kanannya. Hantu gadis kecil itu sudah berdiri di sana, dia memandang Luna dengan tatapan datar. Kemudian jari jemarinya menyentuh pipi Luna. Sebuah sentuhan dingin bagai es terasa di kulitnya. “Nei!” sekali lagi gadis itu mengatakan hal serupa.“Kamu tidak ingin aku mengakhiri hidup?” tanya Luna.Gadis itu tetap diam. Namun Luna bisa mengerti bahwa dia tak ingin Luna menyakiti dirinya sendiri. Sosok menyeramkan gadis itu perlahan menghilang. Mungkinkah hantu tidak semua jahat? Begitulah yang dipikirkan oleh Luna.Luna menatap dalam-dalam gadis di depannya. ‘Bagaimana bisa seorang
“Pergi sana dasar dukun!”Secarik kertas tersebut berhasil membuat mental Luna jatuh. Sejak kemarin dia sudah mencoba mempersiapkan diri jika ada orang yang tidak menyukainya. Namun ternyata tidak semudah itu.Luna teringat akan peristiwa di sekolahnya dahulu. Ketika itu Luna memasuki kelas di pagi hari. Tetapi atmosfir teman-teman sekelas serasa berbeda. Luna bisa merasakan beberapa siswa mencibir dan membicarakannya. Namun dia terus menerus menguatkan hatinya. Hingga ketika...“Pergi kau anak setan!”“Pembawa sial!”“Mati saja kau sana!”“Segeralah mati!”Mata Luna terbuka lebar. Tepat di atas mejanya berbagai macam vandalisme berisi kutukan dan hinaan terpampang di sana. Luna langsung menengok ke kanan dan kirinya. Dia memperhatikan sekeliling. Saat itulah Luna melihat sesuatu yan
“Chriestie!” teriak Nanny. Akhirnya Nanny berbicara. Wajahnya tetap tenang namun auranya terlihat menyeramkan. “Mari kita berbicara!” Gadis berkacamata itu hanya bisa menghembuskan nafas lelah. Jelas sekali dia tidak terima diperlakukan seperti itu. Namun caranya menatap Nanny menunjukan bentuk penghormatannya. Luna melihat hal tersebut dengan jelas. Batinnya pun berkata bukan Chriestie yang melakukannya, namun dari semua perkataan yang dilontarkannya kemarin tentu saja membuat dia menjadi tersangka utama. Setelah Nanny pergi membawa Chriestie, Galang mendekatinya. “Kenapa kamu ga bilang kamu dapet surat kaya gini?” Luna menunduk takut. “Aku tidak ingin kalian bertengkar seperti tadi.” “Justru kamu harus ngomong!” ucap Galang. “Kenapa?” tanya Luna. “Karena aku sudah berjanji akan menjagamu!” Galang berkata dengan tegas. Deg.... Jantung Luna berdebar kencang. Namun ini bukanlah perasaan takut, melainkan rasa senang. Perk
“Kamu penganut ilmu hitam bukan?”Kata-kata itu terus terngiang dalam benak Luna. Dia pun masih dalam posisi terkejut. Meskipun sebelumnya dia merasa tidak terima dengan perlakuan Chriestie selama ini, namun dia menolak untuk berdebat. Dia merasa percuma karena dia tahu Chriestie pasti tidak akan mempercayai apapun yang dikatakannya.“Akan kulaporkan kepada yang lain!” ucapnya. Tidak lama kemudian dia pergi dari tempat tersebut.Luna tidak mengubis perkataannya. Dia melanjutkan penyelidikannya. Baru kali ini dia melihat ayam hitam yang tercabik dengan darah masih mengucur. Luna menyimpulkan bahwa benda-benda tersebut belum lama diletakan.Serrrr...Punggung Luna merinding. Dia merasakan ada sosok yang menatapnya dari jauh. Tidak lama kemudian dia mencium sebuah bau yang tidak asing. Bau bunga yang sangat wangi sekali dicampur dengan pandan. Hawa dingin menusuk ke kulit Luna. Dia diam tidak bergerak.“
Glek...Luna menelan ludah. Hal yang dia khawatirkan ternyata terbukti. Chriestie benar-benar mengadu kepada Nanny. Luna sendiri heran, mengapa Chriestie seakan membencinya sangat. Padahal dia tidak pernah mengusiknya sama sekali.“Sebelum itu aku ingin kalian berdua duduk juga.” Perintah Nanny kepada Danny dan Galang.Mereka berdua menurut. Segera mereka mencari posisi yang nyaman untuk duduk. “Silahkan dimulai Nanny,” ucap Galang.“Baiklah,” prolog Nanny. “Chriestie bercerita bahwa dia menemukan hal yang aneh di pinggir rumah.”Semua penghuni kosan Belanda mendengarkan. Chriestie sendiri menyeringai puas. Dia berkali-kali mendongkak ketika melihat Luna. Membuat nyali Luna menciut sedikit.“Yang ditemukan oleh Chriestie adalah sesajen,” lanjut Nanny.Atmosfer semua orang mendadak berubah. Seakan mereka mengetahui apa yang terjadi. Ada raut muka khawatir dari semuanya. Membua
Kediaman Galang.Blam...“Renatta?” Bella, ibunda Galang memanggil putri bungsunya tersebut. Dia mendengar sebuah pintu yang terbanting dari lantai dua. Hening tidak ada satupun suara. “Kamu sudah pulang kan?”Sunyi. Tidak ada suara apapun dari lantai dua. Bella mengangkat alisnya. Mendadak suasana terasa berbeda. “Mama ke atas ya!” ucapnya lagi.Bella berjalan menyusuri tangga kayu. Kayu itu terdengar berdecit ketika diinjak. Menandakan usianya yang sudah tua. Di ujung langkahnya terhenti. Dia merasakan ada sesuatu yang menatapnya dari belakang.Sret...Punduk Bella menegang. Jelas sekali dia merasakan sesuatu lewat di belakangnya. Dengan ragu-ragu dia menengok memutar. Namun tidak ada seorang pun di belakangnya.Glek...Wanita itu menelan ludah. Memang dia merasakan rumahnya aneh sekali akhir-akhir ini. Setiap kali dia sendirian dia merasa seakan diawasi. Namun dia menepis segala pemikiran
“Maukah kamu membantuku menyelidiki boneka tersebut?”Luna terdiam lama mendengar permintaan Galang. Hatinya bingung. Belum lama ini berbagai peristiwa mistis dan kurang menyenangkan mengitarinya. Membuat Luna tidak ingin kembali berurusan dengan hal demikian. Karena masalah di kosan pun belum selesai. Namun dihadapannya adalah orang yang menolongnya. Bagaimana mungkin Luna bisa menolaknya.“Aku-,” Luna tidak meneruskan kata-katanya. Matanya menunjukan kebingungan. “Kenapa aku?”Galang tersenyum mendengarnya. “Karena kamu spesial.”Mendengar kata spesial membuat sedikit debaran di dada Luna. Selama ini orang-orang selalu berkata aneh tentangnya. Baru kali ini ada seseorang yang berkata bahwa dirinya spesial. Namun Luna kembali menunduk. “Sepertinya aku tidak bisa.”“Kenapa?” tanya Galang.“Aku takut Ka,” ucap Luna. “Ada trauma yang tidak bisa digambarka