Share

4. BONEKA YANG BERGERAK

“Umm, aku-.” Luna terlihat memutar bola matanya. Mencoba mencari alasan agar Galang tidak curiga. Dia tahu hari pertamanya tidak boleh gagal. Dia tidak boleh mengalami hal serupa dengan saat di SMA. “Aku sedang latihan untuk pentas ospek nanti.”

Galang mengangkat alis matanya. “Begitu? Ah baiklah. Maaf jika aku mengganggu latihanmu.” Kemudian dia pergi berlalu.

“Hufh!” Luna menghembuskan nafas panjang. Dia naik ke atas ranjang untuk mendinginkan suasana. Gadis itu sudah tidak ada untuk saat ini. Namun Luna tahu bahwa dia ada di sini. Bersembunyi.

Luna kemudian melihat ke arah pintu. Sepintas dia melihat seseorang berbaju biru lewat. ‘penghuni kosan lain?’ pikirnya. Tanpa basa basi dia segera menuju keluar. Ibunya berpesan dia harus menjalin komunikasi yang baik dengan teman-temannya yang lain.

“Halo!” sapa Luna.

Pria berbaju biru tersebut langsung terdiam. Kemudian dia menoleh ke belakang. “Aku?”

“Yap! Siapa lagi?” ucap Luna. Kemudian dia menyodorkan tangan. “Namaku Luna, aku penghuni baru kosan ini. Kamu siapa? Mahasiswa juga?”

Dia hanya terdiam menatap Luna. Ekspresinya datar. “Namaku Bayu.”

“Senang berkenalan,” balas Luna. Dia menarik lengannya karena sepertinya lawan bicaranya tidak ingin bersalaman.

Bayu terus menatap belakang Luna. Membuatnya berbalik arah. Di sana berdiri seorang gadis memakai kacamata. Dia tinggi, ramping dan cantik. Dari raut mukanya pun terlihat pintar. Namun dia melihat Luna dengan tatapan aneh.

“Apa-apaan!” ucapnya lalu pergi.

Luna menggigit bibirnya. Dia merasakan gadis tersebut tidak menyukainya. Namun dia tidak mengerti kenapa. Akhirnya dia membalikan badan untuk mengobrol dengan Bayu kembali namun orang tersebut terlah pergi. “Cepatnya!”

***

“Silahkan dinikmati!” ucap Nanny. “Hari ini kita menyambut penghuni baru kita. Luna.”

Luna memperhatikan mereka satu-persatu. Mereka sedang berkumpul di depan televisi. Ada Galang yang duduk di sebelah Luna. Bayu duduk sedikit lebih jauh. Gadis berkacamata juga ada di sana. Kemudian ada seorang gadis lain dan pria yang duduk bersebelahan pula.

“Terimakasih,” ucap Luna. Nanny menyiapkan berbagai macam masakan rumahan untuk menyambutnya. Membuatnya bersyukur di tempat ini. Kemudian pandangannya beralih ke gadis berkacamata. Dia terlihat memperhatikan Luna dari atas ke bawah. Luna hanya bisa menunduk takut dia memiliki salah.

“Kebetulan hari ini ulang tahun adikku,” ucap Galang memecahkan suasana. “Bolehkan aku memvideocallnya Nanny. Agar kita bisa memberikan ucapan kepadanya?”

“Nak Renatta ya?” tanya Nanny. “Silahkan ditelepon.

Tut... tut.... tut.....

Terdengar nada tunggu beberapa saat, sebelum sebuah wajah bulat tertera di layar. “Kakak!” ucap seorang gadis antusias.

“De, maaf ya gabisa hadir. Besok kakak sudah masuk kuliah.” Galang menampilkan wajah penyesalan. “Gimana hari ini?”

“Aku dapet kado baru dari papa dan mama!” ucapnya antusias. “Sebuah boneka cantik!”

Deg...

Perasaan Luna sangat aneh. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang akan terjadi setelah ini. ‘Anastasia Maria,’ ucapnya dalam hati. Namun dia tidak mengerti apa maksudnya.

“Nama bonekanya Anastasia Maria,” terang Renatta dari panggilan telepon. Galang memang menggunakan pengeras suara agar semua bisa mendengar adiknya tersebut.

Mata Luna melotot. Bagaimana bisa? Begitulah yang dia pikirkan. Bukankah Luna baru saja menyebutkan nama tersebut? Keringat dingin langsung mengucur dari punduknya. Dia merasa ada sesuatu yang salah.

“Bolehkah kalian semua mengucapkan selamat satu persatu kepada Renatta?” pinta Galang. “Sebagai permohonan maafku karena tidak datang ke pestanya.

Semua mengangguk terkecuali Luna. Dia masih merasa ada yang salah. Namun dia tidak tahu apa.

Galang memberikan Nanny kesempatan pertama. Dia memberikan handphone miliknya.

“Halo Renatta!” sapa Nanny.

“Halo nenek!” jawabnya. “Sini main. Renatta kangen donat buatan nenek.”

Permintaan polos Renatta membuat Nanny tertawa. “Hahahah! Jika kita bertemu akan kuberikan donat sebanyak-banyaknya.”

“Betul ya!” jawabnya antusias. “Aku ingin donat sebesar gunung.”

“Tentu saja sayang!” ucap Nanny.

Nanny kemudian memberikan handphone galang kepada gadis berkacamata. Gadis itu tersenyum seadanya dan berkata, “selamat ulang tahun!”. Kemudian dia memberikan handphone kepada lelaki yang Luna tidak tahu namanya.

“Halo Renatta!” sapanya. “Ingat aku kan? Danny? Aku kawan baik kakakmu.”

“Kak Danny!” sapa Renatta. “Ingat. Yang waktu tidurnya ngorok di rumah.”

“Renatta!” tegur Galang.

“Gapapa sob!” ucap Danny. “Selamat ulang tahun ya!”

“Makasih ka Danny.” Renatta mengeluarkan wajah menggemaskannya.

Nyata atau tidak Luna melihat wajah Danny yang berbunga-bunga. Mungkin saja Danny sangat gemas dengan tingkah Renatta. Kemudian Danny memandang Luna dan seorang gadis lain. “Siapa duluan?”

“Aku!” ucap Gadis itu dengan lantang.

Danny masih melihat ke arah Luna. “Silahkan duluan,” kata Luna dengan sopan.

Begitu handphonenya diberikan kepada gadis tersebut, dia terlihat begitu antusias. “Renatta!”

“Kak Sarah apa kabar?” tanya Renatta sopan.

“Baik dong!” jawabnya dengan nada ceria. “Gimana ulang tahunnya menyenangkan?”

“Seneng banget!” kata Renatta. “Aku paling senang ketika boneka Anastasia datang!”

Perasaan Luna tidak enak setiap kali nama Anastasia disebutkan. Entah apa maknanya. Namun dia tetap memilih diam. Terakhir kali dia memberitahukan tentang firasatnya seseorang tertimpa hal yang buruk. Membuatnya akhirnya dijauhi oleh teman-temannya yang lain.

“Mana bonekanya?” tanya Sarah.

“Tunggu!” ucap Renatta. “Aku ambil dulu.”

Hening. Semua menunggu Renatta mengambil boneka tersebut. Luna sedikit penasaran. Akhirnya dia memilih pindah mendekati Sarah. Berharap setidaknya dia bisa melihat sedikit boneka yang membuat hatinya tidak nyaman tersebut.

“Ini ka!” ucap Renatta. Dia telah kembali mengambil boneka tersebut.

“Halo Anastasia! Perkenalkan namaku sarah,” ucap Sarah. Dia sengaja menyapa boneka tersebut untuk membuat Renatta senang.

Deg... deg... deg....

Jantung Luna semakin berdetak kencang. Dia memperhatikan sekelilingnya. Sambil berharap tidak ada apapun yang akan terjadi. Tiba-tiba saja dia mendengar terikan.

“Ahhhhhhhhhhhhhhh!”

Semua langsung menatap Sarah. Dia melemparkan handphone milik Galang. Mendadak wajahnya pucat.

Danny langsung menghampirinya, “Apaan sih! Handphone orang tau! Seenaknya aja dilempar!”

Sarah memegang kaos yang Danny kenakan. Bibirnya terlihat kelu. Matanya melotot. Dia kemudian menunjuk handphone yang tadi dia lemparkan. “Bonekanya bergerak!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status