Luna dan Danny masuk ke kediaman mahasiswi tersebut. Banyak sekali deretan boneka berjejer di sana. Namun yang membuat Luna sedikit terkejut adalah para boneka tersebut memiliki nyawa. Memang ada beberapa yang kosong, tetapi keseluruhan memiliki isi. Kebanyakan dari mereka berisi anak kecil. Beberapa kali Luna mendengar suara tawa dan tangis di sana. Namun dia belum berani berkomentar apapun.
Mahasiswi itu membawa mereka ke sebuah meja tamu di tengah ruangan. "Silahkan duduk!"
Mereka berdua menurut. Mereka duduk di sana, sementara mahasiswi itu pergi sebentar. Sepertinya mengambilkan mereka suguhan. Ketika dia pergi Danny menepuk pundak Luna. "Rasanya merinding ya!"
Luna tersenyum kecil. Dia hanya mengangguk. "Kakak gapapa?"
"Untungnya bentuknya lucu sih, boneka anak-anak. Kalau bentuknya menyeramkan mungkin saja beda lagi!" ucapnya.
Tidak lama kemudian mahasiswi itu datang. Dia membawa nampan berisi air mineral dan dua buah piring kecil beris
Halo semuanya. Maafkan ya kalau cerita ini update lama. Karena bulan desember kemarin autor harus melakukan pekerjaan lain. Sehingga sulit untuk menulis. Kemudian cerita Sang Indigo ini juga menggunakan riset dari hasil wawancara dan kunjungan ke beberapa situs bersejarah serta lain-lain. Sehingga memang proses pembuatannya lumayan lama dan memakan waktu. Untuk itu saya memohon maaf sekali lagi. Semoga kalian terhibur dengan cerita ini ya! Autor akan berusaha untuk menyajikan yang terbaik.
Mereka menuju ke kamar Luna. Sarah dan Chriestie ada di atas. Mereka memperhatikan Luna, Danny dan Nanny yang tergesa-gesa dengan bingung."Ada apa ini?" tanya Chriestie. Dia meletakan tangannya di dada. Wajahnya nampak kesal melihat Luna namun juga penasaran."Kami sedang mencari tahu tentang boneka yang ada di rumah Galang!" ucap Danny.Chriestie tertawa miris. "Kalian masih mempercayai dia?" Gadis berkacamata itu menunjuk Luna. Dia masih tidak mengerti kenapa teman-teman satu kosannya masih menemani anak baru tersebut. Bukankah sudah jelas dia terpergok beberapa kali saat meletakan sajen."Luna bukanlah orang yang buruk. Galang mempercayainya!" ucap Danny. "Lagipula siapa tau dengan adanya Luna masalah Galang terselesaikan.""Kamu sendiri percaya kepadanya?" tanya Chriestie. "Atau percaya karena sahabatmu mempercayainya?""Aku percaya!" ucap Danny. Namun dia sedikit mengalihkan matanya."Terserahlah!" ucap Chriestie. "Ayo Sarah kit
Tok.. tok... tokLuna mengetuk pintu kamar Danny. Lelaki itu keluar. Dia menggulung dirinya dengan sarung. Sepertinya dia bersiap untuk beristirahat. "Kenapa Lun?""Bisa antar aku ke suatu tempat?" tanya Luna."Kemana?" Danny terlihat penasaran."Itu-!" Luna menghentikan kata-katanya. Kini dia belajar. Jika memang ingin dipercaya, lebih baik membawa seorang saksi untuk melihat sesuatu. Setidaknya dia menghindari tatapan orang-orang yang tidak percaya kepadanya. "Ke kebun dekat kosan."Danny menaikan alisnya. Dia melihat ke arah jendela. Hari sudah petang. "Kamu ga salah Lun? Sudah ga ada matahari loh? Kenapa harus ke sana?""Bayu!"Mendengar namanya disebutkan Danny langsung memegang pundak Luna dengan kencang. "Apa maksudnya Luna!""Sakit ka!" ringis Luna.Danny yang tersadar kemudian merenggangkan pegangannya. "Maaf, aku sedikit kalut mendengar namanya disebutkan. Bisakah kamu masuk ke kamarku? Tolong cerita di dalam!"
Luna terkejut mendengarnya. Itulah sebabnya dia bertemu dengan Chriestie di kebun waktu itu. Mungkin itu juga penyebab Chriestie tidak menyukai Luna. Karena menurutnya orang-orang seperti Luna yang telah menyebabkan hilangnya nyawa Bayu. Namun ada misteri yang masih belum terbuka. "Kenapa makamnya kosong?""Nisan itu dibuat oleh kami para penghuni kosan. Niatnya agar kami terus mengingat Bayu. Sementara jasadnya di bawa oleh orangtuanya ke Bali." Danny kemudian berbaring di kasurnya.Luna mengerti cerita tentang Bayu sangatlah berat baginya. Kemudian dia teringat akan petunjuk Bayu. "Jadi bagaimana ka? Apakah kita harus mengecek kebun saat ini?""Benar juga, kamu bagaimana? Berani?" tanya Danny. Dia sebetulnya sedikit khawatir dengan juniornya tersebut. Bagaimana jika ada sesuatu terjadi kepada Luna.Gadis itu menimbang-nimbang. "Sepertinya kita harus mengeceknya. Entah mengapa firasatku mengatakan kalau kita tidak bisa menunda-nunda waktu lagi.""
"Astaga! Ada apa denganmu na?" Nanny tergopoh-gopoh berlari menuju mereka berdua. Luna masih memapah seniornya tersebut hingga sampai di pintu kosan. Setelah itu Nanny membantu membawa Danny menuju kursi di ruang santai. "Bagaimana ini bisa terjadi? Apa saja yang kalian temui?""Itu-!" Luna melihat lagi wajah seniornya tersebut. Mukanya putih pucat. Bibirnya pun kelu. Mentalnya benar-benar kena setelah bertemu dengan banyak mahkluk di kebun. "Ada yang menghalangi perjalanan kami."Nanny mengambil air putih, kemudian memberikannya kepada Danny. Tanpa basa-basi mahasiswa itu langsung meneguk air tersebut sampai habis. Setelah beberapa waktu warna wajahnya berubah. Tidak sepucat sebelumnya."Terimakasih air putihnya!" Danny meletakan gelas kosong ke meja. Dia masih mengingat jelas rupa mahkluk yang ditemuinya sepanjang perjalanan. Bentuk mereka tidak karuan. Baru kali ini dia menemui berbagai macam mahkluk seperti itu. Seakan-akan mahkluk tersebut sudah menunggu ke
Mendadak dadanya terasa sangat sesak. Tangan kirinya spontan langsung memegang bagian tubuhnya yang sakit. Detup jantungnya terdengar semakin kencang. Gadis itu langsung terduduk di lantai.Dia kemudian mengangkat kedua tangannya. Tiba-tiba saja tepat di telapak tangannya dia melihat darah. Mendadak pemandangan di depannya berubah. Kini, di depan Luna tergeletak tubuh seorang lelaki mengenakan baju SMA. Wajahnya mengarah kepada Luna. Tatapannya menyedihkan, seperti seseorang yang menahan sakit."Farel!" ucap Luna. Air mata mulai mengalir di pelupuk mata gadis itu. Pengalaman yang paling menyeramkan dalam dirinya kini kembali.Lelaki yang dipanggil Farel tersebut mengucapkan kata-kata terakhir di depan Luna. Sambil mencoba menggapai tangan Luna. Seluruh tubuhnya bermandikan darah. Sampai akhirnya dia menghembuskan nafas yang terakhir kalinya."TIDAKKKKKKKKKKKKK!"Teriakan Luna terdengar keras di kosan Belanda. Membuat para penghuni kosan segera menu
Prang...Luna menjatuhkan gelas kaca yang dia pegang. Seluruh penghuni kantin di kampus langsung melihat ke arahnya. Dengan tergesa-gesa dia membereskan pecahan kaca tersebut dibantu oleh kedua sahabatnya."Kamu sakit? Kok kaya yang pucat?" tanya Ayu.Gadis itu menggeleng. Dia merasa baik-baik saja. Keluar kosan dalam keadaan sehat, tetapi kenapa dadanya terasa sakit. Firasat buruknya juga muncul. "Aku baik-baik saja. Cuman sedikit melamun. Gelas yang pecah harus diganti deh.""Nanti kita bantu ngejelasin ke orang kantin. Tapi serius gapapa? Harus ke klinik engga?" Ratna melihat wajah Luna yang pucat. Dia merasa sangat khawatir.Luna menggeleng. "Sebentar lagi mata kuliah empat sks (satuan kredit semester). Ga mungkin ga hadir."Ayu dan Ratna berpandangan. Mereka khawatir kepada Luna. Memang benar kuliah itu penting, tetapi kesehatan Luna juga penting."Yaudah tapi kalau ada apa-apa bilang ya. Nanti kita bakal anter kamu ke klinik!" b
Luna mencoba untuk menenangkan dirinya. Dia perbesar volume suara dari lagu kesukaannya. Awalnya berjalan baik, sampai Luna merasa lift tersebut aneh. Dia baru sadar bahwa lift tersebut tidak berjalan. Tetap berada di lantai empat.Keringat dingin mulai bercucuran di dahinya. Hawa panas mulai terasa dari punggungnya. Diapun akhirnya mengumpat, "SIAL!"Setelah menimbang cukup lama. Luna kemudian menyodorkan lengannya. Dia hendak memencet kembali tombol satu di dekat pintu lift. Sampai akhirnya dia berhenti membeku. Pasalnya sebuah tangan keriput panjang mendahuluinya memencet tombol empat. Tangan itu bahkan lebih panjang dari kedua tangannya. Tanpa sadar matanya menerawang ke arah pemilik tangan. Dia berbalik ke belakang.Luna membuka matanya lebar. Di depannya terdapat kuntilanak berbaju putih yang menyeringai ke arahnya. Permasalahannya tidak hanya sampai di sana. Kuntilanak itu menempel di tembok lift dengan erat. Pemandangan mengerikan mulai menghiasi kedua b
"AAGGGGGGHHHHHHH!"Suara teriakan terdengar dari kamar Bella. Galang yang mendengar hal tersebut langsung turun dari kamarnya. Ini keempat kalinya ibunya menjerit-jerit sendiri di kamar. Kini mahasiswa tampan itu tampak letih menanggapi berbagai keanehan yang terjadi di rumahnya.Sementara Renatta terus mengurung diri di kamar. Dia mengunci kamarnya setelah Galang membanting boneka Anastasia. Boneka tersebut pecah. Galang pun menyadari setelah boneka tersebut dibanting dia merasa tubuhnya merinding. Namun nasi sudah menjadi bubur, tidak ada yang bisa dia lakukan lagi.Begitu Galang membuka pintu kamar Bella, dia melihat ibunya menjerit-jerit sendiri. Wajahnya terlihat lebih tua dibandingkan dengan sebelumnya. Bella menunjuk ke atas ke langit-langit. Matanya mengeluarkan air mata dan terbuka sangat lebar. seakan-akan di sana ada sesuatu yang terus menatapnya.Dia langsung menangkap lengan ibunya. Sambil mencoba untuk tetap tenang, dia membisikan sesuatu di