“Pergi sana dasar dukun!”
Secarik kertas tersebut berhasil membuat mental Luna jatuh. Sejak kemarin dia sudah mencoba mempersiapkan diri jika ada orang yang tidak menyukainya. Namun ternyata tidak semudah itu.
Luna teringat akan peristiwa di sekolahnya dahulu. Ketika itu Luna memasuki kelas di pagi hari. Tetapi atmosfir teman-teman sekelas serasa berbeda. Luna bisa merasakan beberapa siswa mencibir dan membicarakannya. Namun dia terus menerus menguatkan hatinya. Hingga ketika...
“Pergi kau anak setan!”
“Pembawa sial!”
“Mati saja kau sana!”
“Segeralah mati!”
Mata Luna terbuka lebar. Tepat di atas mejanya berbagai macam vandalisme berisi kutukan dan hinaan terpampang di sana. Luna langsung menengok ke kanan dan kirinya. Dia memperhatikan sekeliling. Saat itulah Luna melihat sesuatu yang tak lazin, pandangan teman sekelasnya yang merendahkannya. Mereka menatap Luna dengan tatapan jijik.
“Siapa yang menulis ini?” tanya Luna.
Hening. Tidak ada yang menjawab pertanyaannya. Luna menggertakan giginya. Emosi menguasainya. Dia marah, takut, cemas, bahkan sedih. Semua emosi menyatu di dalam dadanya. Air mata membendung di pelupuk mata. “Sii... siapa....?” tanyanya sambil menangis.
“Aku!” sebuah suara dengan lantang terdengar. Luna menengok ke sumber suara. Seorang gadis cantik, tinggi serta berkharisma berdiri. “Kenapa? Keberatan?” dia berbicara dengan nada menantang.
“Indah?” Luna kaget tidak percaya. Pasalnya Indah adalah sahabat karibnya semenjak masuk ke SMA. “Bagaimana bisa?”
“Kaget?” tanyanya.
Glek...
Luna menelan ludah. Rasa kecewa menghampiri dirinya. “Kita sahabat bukan?”
“Cuih...!” Indah melemparkan ludahnya tepat ke pakaian Luna. “Lebih baik kamu mati saja daripada mengaku sebagai sahabatku!”
Air mata jatuh di pipi Luna. Bersamaan dengan dirinya yang sadar bahwa kini dia sedang di kamar kosannya. Dia melihat kertas itu kembali. “Siapa?"
***
“Aku antar ke kampus ya!” ajak Galang. “Mungkin kamu masih bingung dengan nuansa kampus. Terlebih ospek baru dimulai.”
Luna tersenyum. Rambutnya masih basah. Dia baru selesai mandi. “Terimakasih,” ucapnya. “Apakah merepotkan?”
“Tidak!” bantah Galang. “Bukankah aku yang menawarkan bantuan?”
Sebelum Luna hendak menjawab, sebuah suara memotong pembicaraan mereka. “Aku saja yang pergi mengantar Luna.”
Mereka berdua menengok ke sumber suara. Berdiri Sarah dengan pakaian hitam putih khas ospeknya. “Kakak harus datang lebih awal kan?” ucapnya. “Posisi kakak sebagai ketua BEM penting bukan?”
“Ketua BEM?” seru Luna. Dia tidak menyangka penolong sekaligus teman satu kosannya adalah orang penting di kampus. Ketua BEM adalah ketua dari organisasi mahasiswa resmi di kampus. Jabatannya tentu sangat penting.
“Hehehehe,” Galang terlihat nyengir. “Biasa saja kok. Tidak usah dibesar besarkan ya!”
“Kalau begitu pergilah duluan!” pinta Luna. “Aku pergi bersama Sarah.”
Galang mengangguk. “Yasudah aku duluan ya.”
Setelah Galang pergi, Sarah menatap Luna. Dia kemudian tersenyum sangat manis. “Yu siap-siap!”
***
Luna masih di kamarnya saat Sarah masuk. Beruntung sekali Luna rupanya mereka satu angkatan, hanya saja berbeda jurusan. Sarah melihat kertas ancaman tersebut, kemudian memungutnya. “Apa ini?”
“I..., itu...!” Luna bingung menjelaskan peristiwa tersebut. Dia tidak ingin kedamaian di kosan ini terancam. “Tolong jangan bilang siapapun!”
“Kenapa?” tanya Sarah. “Ini namanya perundungan bukan!”
“Aku cuman tidak ingin kedamaian di kosan ini rusak!” ucapnya.
“Aku tahu siapa yang menulis ini!” ucap Sarah.
“Siapa?” tanya Luna.
Sarah melihat Luna lekat-lekat. Membuat jantung Luna berdebar memikirkan segala kemungkinan. Dia memiliki tebakan juga, namun dia tidak ingin percaya. Bagaimanapun dia merasa bahwa orang itu tidak mungkin pelakunya.
“Chriestie!”
Luna menatap Sarah tajam. “Bisa saja bukan. Aku melihat dia orang yang baik. Meskipun cara bicaranya kasar.”
“Bukankah sudah jelas-jelas dia tidak suka kepadamu?” ucap Sarah. “Kemarin saja dia mengatakan bahwa kamu gila.”
Luna diam saja. Dia tidak ingin melanjutkan.
***
“Ngaku ga!”
Luna baru saja pulang ospek kampus. Dia sudah mendengar teriakan dari ruang santai. Dia cepat masuk ke dalam. Di sana ada Galang, Danny, Nanny serta Chriestie. Luna melihat wajah Chriestie yang merah menahan amarah. Begitu dia masuk, Chriestie langsung menatap tajam ke arahnya.
“Jawab aku!” tantang Galang. Luna terkejut, Galang yang terlihat lembut bisa berubah intonasinya menjadi lebih keras.
“Aku bilang bukan aku!” bantah Chriestie.
“Terus siapa?” tanya Danny. “Jelas-jelas kemarin kamu yang menyebutkan rasa ketidaksukaanmu kepada Luna.”
Galang mengangkat kertas perundungan yang diterima Luna tadi pagi. Membuat Luna terkejut. Bukankah dia berusaha menyembunyikannya. “Lantas siapa yang menulis ini?”
“Mana aku tahu!” bantah Chriestie. Dia kemudian menunjuk Luna “Tanya saja dia!”
Galang melihat ke arah Luna. “Katakan siapa yang menuliskan ini kepadamu?” intonasi Galang melembut saat berbicara dengan Luna.
Luna gelagapan. Tentu saja dia tidak mengetahui siapa yang menuliskannya. “Aku tidak tahu.”
Chriestie terus menerus menatap Luna dengan tatapan tajam. Terlihat jelas dia membenci Luna. “Mungkin saja itu tulisannya! Dia melakukan itu agar kita menaruh simpati!”
"Christie!" sambil berteriak, Bayu langsung berlari menuju dua orang mencurigakan tersebut. Tanpa berbasa basi, dia segera mendorong salah satu diantara mereka yang menggenggam pisau.Mencegah Bayu, satu orang lainnya langsung menarik lengan mahasiswa tersebut. Sempat Bayu terhuyung dan kehilangan keseimbangan sebentar hingga akhirnya dia terjatuh. Beruntungnya pisau yang berada di tangan salah satu dari mereka langsung terhempas.Bruk!Salah satu tudung hitam memukul pipi Bayu. Erangan kesakitan keluar dari mulut mahasiswa tersebut. Sementara Chriestie masih tertidur pulas. Entah apa yang menyebabkan gadis itu sama sekali tidak terganggu dengan suara berisik dari sekelilingnya. Seakan-akan Chriestie dibuat mimpi indah yang membuatnya tidak akan pernah bangun."Christie bangun!"Bayu telah berteriak sekuat tenaga. Namun sayangnya semua percuma. Gadis itu tidak bergerak sedikit pun. Mambuat Bayu sempat berfikir jika memang Chriestie jangan-jangan sudah meninggal. Tudung hitam itu kemb
"Firasatku berkata ada yang tidak beres Nanny!" ucap Bayu.Nanny masih berkeliling di dalam bangunan tua. Tidak hanya Bayu sebetulnya, dia pun merasakan hal yang sama. Ada sesuatu yang tidak beres di sini."Bukankah Galang berkata bahwa dia benar-benar melihat Chriestie?" Nanny mencoba untuk mengkonfirmasi kembali."Benar Nanny, dia bilang sendiri kalau Chriestie ke sini. Tapi aku benar-benar tidak melihatnya. Yang membuat aku merasakan ada hal yang tidak beres adalah ini!" Bayu menunjuk atas makam yang basah oleh darah. "Ini benar-benar tidak beres!""Karena itulah nak, aku melarang kalian untuk ke sini!" ungkap Nanny. "Inilah hal yang berbahaya. Makam ini adalah makam incaran sekelompok tertentu. Sebelum belanda datang, ada yang bilang tempat ini adalah tempat sakral untuk upacara tertentu! Setiap tahunnya, akan diadakan tumbal. Kemudian tidak lama kerabatku membeli tanah ini. Dan di sinilah dia pun mengakhiri nyawanya!"Bayu tercegang mendengar perkataan Nanny. Jadi tanah yang dia
"Nanny, apakah nanny masih kuat?"Bayu menggopong badan Nanny yang mulai menggigil. Perempuan itu mulai menunjukan tanda-tanda tidak sehat. Dia sedang benar-benar kedinginan. Kabut di luar sangatlah tebal, selain itu kabutnya juga menusuk kulit. "Tenang saja nak, badanku tetap bugar seperti saat aku masih muda!" Nanny berbicara sambil tersenyum. Sayangnya itu tidak bisa menutupi fakta bahwa perempuan tua itu kedinginan. Bayu berhenti sebentar, kemudian dia membuka jaketnya. Dia menyipirkannya ke punggung Nanny. "Semoga jaket ini bisa membuat Nanny terhindar dari dingin sebentar.""Bukankah kamu juga kedinginan nak?" tanya Nanny. Dia memegang tangan Bayu yang juga sedang kedinginan."Aku masih muda Nanny, aku masih bisa tahan!" ucap Bayu.Mereka berdua kemudian melanjutkan perjalanan. Meski sudah tertutup kabut, bayang-bayang bangunan sudah cukup terlihat."Sebentar lagi sampai nak! Kita harus memutar ke arah belakang. Di sanalah pintu masuk bangunan tersebut!" Nanny menerangkan kepa
"Danny?! Sob?! Where are u ganteng?" Galang berteriak memanggil sahabatnya tersebut. Namun nihil tidak ada suara jawaban."Bayu?! Kamu masih di sini?" Galang kembali berteriak untuk memastikan sahabatnya satu lagi."Ya bung!" jawab Bayu.Nanny yang sedari tadi diam akhirnya mulai bersuara. "Apakah Danny terpisah dari kita nak?""Ya Nanny!" kedua mahasiswa itu menjawab bersamaan.Galang menggigit bibirnya. Dia khawatir dengan sahabatnya. Tapi tidak hanya Danny yang sedang dalam bahaya, keberadaan Chriestie juga belum terlihat. Dia mengambil nafas dalam-dalam. Apa yang harus dia lakukan sekarang?Bayu kemudian menepuk pundak Galang. "Mungkinkah kita harus berpencar?""Tapi-!" Galang terdengar ragu. Bagaimana jika ini terakhir kalinya mereka bertemu. Bagaimana jika sahabatnya hilang selamanya. Lagipula jika mereka berpencar lagi, bukankah kejadian ini akan lebih parah?"Kamu mencari Danny, aku mencari Chriestie!" ucap Bayu. Belum sempat Galang memprotes, Bayu sudah melanjutkan perkataann
Kukk.. kuk... kuk...Suara burung hantu terdengar di telinga. Danny berkali-kali melihat tangannya. Meskipun gelap dia melihat bulu kuduknya berdiri. Dia pun merasa ada yang tidak beres di kebun ini."Karena kabutnya tebal. Jangan saling terpisah ya!" pinta Nanny.Kebun belakang memang tergolong luas. Nanny sempat bercerita kalau pada zaman Belanda, kebun ini adalah area perkebunan karet yang luas. Ada juga beberapa tanaman lain. Orang Belanda yang mendiaminya adalah kepala perkebunan. Karena itu areanya lumayan cukup luas.Galang sendiri melihat ke kanan dan kiri. Di sana tidak hanya manusia yang berjalan. Ada keanehan di sini, terutama karena ini bertepatan dengan bulan purnama. "Aneh sekali bulan purnama bersinar terang tapi kabut muncul tebal sekali.""Memangnya itu aneh bro?" tanya Danny."Entah. Rasanya aneh saja sih!" ungkap Galang.Bayu sedari tadi hanya diam. Dia memikirkan Chriestie. Namun ada hal yang menjanggal. Dia merasa tujuan yang mereka tuju salah."Teman-teman. Aku m
"Kamu yakin?" Wajah Bayu langsung berubah menjadi pucat. Sebagai pacarnya tentu saja keselamatan orang yang dia sayang adalah segalanya. "Apakah kita tidak sepatutnya memeriksa kamar Chriestie terlebih dahulu? Siapa tahu kamu salah lihat Lang!""Tapi dia masuk ke hutan Bay!" ungkap Galang. Sama seperti Bayu wajah Galang pun panik. Tadinya dia berniat untuk menyusul Chriestie sendiri ke kebun. Tapi dia memikirkan Bayu. Sehingga akhirnya mahasiswa itulah yang pertama kali dia kabari.Saat sedang terjadi keributan. Danny keluar dari kamarnya. "Kalian ngapain bro? Jam dua pagi astaga! Tidur woy tidur. Besok ada mata kuliah pak Herman. Galak betul dia. Takut aku!"Bayu dan Galang akhirnya saling tatap. Mereka kemudian berteriak secara bersamaan. "Chriestie berjalan ke kebun sendirian!"Danny langsung membuka mulutnya lebar. Dia langsung berlari. "Kalau gitu tunggu apa lagi kalian! Cepat kejar bodoh!"Mereka bertiga lari dengan tergesa-gesa. Sampai akhirnya mereka sadar pintu terkunci."Duh
"Jangan marah-marah dulu lah bung! Kamu bantu aku untuk membawa dia kembali ke kamarnya. Setelah itu aku akan menceritakan semuanya!" ucap Galang."Kalau gitu biar aku aja yang gendong dia!" pinta Bayu.Galang mengangguk. Dia memperhatikan sahabatnya. Ternyata Bayu yang dia kenal bucin kepada Chriestie. Sebetulnya sih ingin mengejek tapi dia tahan dulu.Satu menit berlalu sampai akhirnya Bayu menengok Galang."Apa?" tanya Galang."Bantu sob, berat ternyata dia!" ucap Bayu."Dibilang juga apa! Makanya gak usah sok menjadi seorang pangeran dong!" Galang tidak bisa menolak untuk mengejek Bayu.Akhirnya mereka berdua membopong Chriestie kembali ke kamarnya. Seolah-olah tidak ada apapun yang terjadi tadi malam."Jadi ceritakan semuanya!" pinta Bayu."Sebaiknya di luar Bay! Jangan sampai dia terbangun!" ucap Galang.Mereka akhirnya menuju kamar Galang. Namun ternyata yang terbangun pada saat itu bukan hanya Bayu dan Galang. Ada satu orang lagi yang berada di sana."Sarah, sebaiknya kamu tid
"Gengs aku merinding ya!" Danny mendekap tubuhnya sendiri. sembari berkata "hiyy" dia pun merasakan kengerian dan hal aneh."Rasanya kaya rumah ini diincar ga sih?" tanya Bayu.Mereka saling berpandangan satu dengan yang lain. Ketiganya merasakan hal yang sama. Seperti nyawa mereka sedang dalam bahaya."Apa kita harus bilang ke Nanny dan yang lain?" Bayu bertanya kembali."Jangan dulu kayanya! Takut mereka khawatir. Kita lihat dulu aja situasinya," ucap Galang."Benar. Apalagi di sini ada cewe sekarang. Kalau mereka khawatir dan panik ga asik!" ucap Danny."Yasudah kita bertiga sepakat ya buat nyembunyiin hal ini, tapi kalau nanti ada sesuatu buat kedepannya. kita langsung susun rencana lagi!" Galang berkata dengan penuh tenaga. Dua sahabatnya yang lain langsung menggangguk. Mereka hanya bisa berharap bahwa kedepannya akan baik-baik saja.***Kriing....Telepon di rumah berbunyi. Nanny yang kala itu berada di ruangan yang sama langsung mengangkatn
"Hah? Megang tangan?!"Dari mereka bertiga justru Danny yang terlihat panik. Padahal sebelumnya dia adalah orang yang seakan paling berani dan tidak percaya dengan hal mistik."Ja-jangan bercanda!?" ucapnya.Dari sela-sela pandangan dibalik kabut. Mata mereka langsung menerawang ke arah lengan Bayu. Benar saja, sebuah tangan panjang dan berkeriput terlihat di sana. Ketiganya langsung bergetar. Sementara Bayu hanya bisa diam dengan muka yang pucat.Tidak lama kemudian seseorang muncul dari balik kabut. Rambutnya putih beruban dengan lengan yang sudah berkeriput. Mereka bertiga terkejut melihatnya."Na-nanny!?" ucap mereka bertiga serempak."Anak-anak nakal! Sudah kubilang tidak usah mencari tahu lebih jauh. Ayo semuanya kalian kembali!" ucap Nanny. Dibandingkan kaget, mereka bertiga malah terlihat bergembira ketika melihat kedatangan Nanny. "Syukurlah itu hanya Nanny!" ucap Galang. "Aku pikir hantu!" sergah Bayu. "Kalian cepat kem