Share

7. SIAPA PELAKUNYA?

Pergi sana dasar dukun!”

Secarik kertas tersebut berhasil membuat mental Luna jatuh. Sejak kemarin dia sudah mencoba mempersiapkan diri jika ada orang yang tidak menyukainya. Namun ternyata tidak semudah itu.

Luna teringat akan peristiwa di sekolahnya dahulu. Ketika itu Luna memasuki kelas di pagi hari. Tetapi atmosfir teman-teman sekelas serasa berbeda. Luna bisa merasakan beberapa siswa mencibir dan membicarakannya. Namun dia terus menerus menguatkan hatinya. Hingga ketika...

Pergi kau anak setan!”

“Pembawa sial!”

“Mati saja kau sana!”

“Segeralah mati!”

Mata Luna terbuka lebar. Tepat di atas mejanya berbagai macam vandalisme berisi kutukan dan hinaan terpampang di sana. Luna langsung menengok ke kanan dan kirinya. Dia memperhatikan sekeliling. Saat itulah Luna melihat sesuatu yang tak lazin, pandangan teman sekelasnya yang merendahkannya. Mereka menatap Luna dengan tatapan jijik.

“Siapa yang menulis ini?” tanya Luna.

Hening. Tidak ada yang menjawab pertanyaannya. Luna menggertakan giginya. Emosi menguasainya. Dia marah, takut, cemas, bahkan sedih. Semua emosi menyatu di dalam dadanya. Air mata membendung di pelupuk mata. “Sii... siapa....?” tanyanya sambil menangis.

“Aku!” sebuah suara dengan lantang terdengar. Luna menengok ke sumber suara. Seorang gadis cantik, tinggi serta berkharisma berdiri. “Kenapa? Keberatan?” dia berbicara dengan nada menantang.

“Indah?” Luna kaget tidak percaya. Pasalnya Indah adalah sahabat karibnya semenjak masuk ke SMA. “Bagaimana bisa?”

“Kaget?” tanyanya.

Glek...

Luna menelan ludah. Rasa kecewa menghampiri dirinya. “Kita sahabat bukan?”

“Cuih...!” Indah melemparkan ludahnya tepat ke pakaian Luna. “Lebih baik kamu mati saja daripada mengaku sebagai sahabatku!”

Air mata jatuh di pipi Luna. Bersamaan dengan dirinya yang sadar bahwa kini dia sedang di kamar kosannya. Dia melihat kertas itu kembali. “Siapa?"

***

“Aku antar ke kampus ya!” ajak Galang. “Mungkin kamu masih bingung dengan nuansa kampus. Terlebih ospek baru dimulai.”

Luna tersenyum. Rambutnya masih basah. Dia baru selesai mandi. “Terimakasih,” ucapnya. “Apakah merepotkan?”

“Tidak!” bantah Galang. “Bukankah aku yang menawarkan bantuan?”

Sebelum Luna hendak menjawab, sebuah suara memotong pembicaraan mereka. “Aku saja yang pergi mengantar Luna.”

Mereka berdua menengok ke sumber suara. Berdiri Sarah dengan pakaian hitam putih khas ospeknya. “Kakak harus datang lebih awal kan?” ucapnya. “Posisi kakak sebagai ketua BEM penting bukan?”

“Ketua BEM?” seru Luna. Dia tidak menyangka penolong sekaligus teman satu kosannya adalah orang penting di kampus. Ketua BEM adalah ketua dari organisasi mahasiswa resmi di kampus. Jabatannya tentu sangat penting.

“Hehehehe,” Galang terlihat nyengir. “Biasa saja kok. Tidak usah dibesar besarkan ya!”

“Kalau begitu pergilah duluan!” pinta Luna. “Aku pergi bersama Sarah.”

Galang mengangguk. “Yasudah aku duluan ya.”

Setelah Galang pergi, Sarah menatap Luna. Dia kemudian tersenyum sangat manis. “Yu siap-siap!”

***

Luna masih di kamarnya saat Sarah masuk. Beruntung sekali Luna rupanya mereka satu angkatan, hanya saja berbeda jurusan. Sarah melihat kertas ancaman tersebut, kemudian memungutnya. “Apa ini?”

“I..., itu...!” Luna bingung menjelaskan peristiwa tersebut. Dia tidak ingin kedamaian di kosan ini terancam. “Tolong jangan bilang siapapun!”

“Kenapa?” tanya Sarah. “Ini namanya perundungan bukan!”

“Aku cuman tidak ingin kedamaian di kosan ini rusak!” ucapnya.

“Aku tahu siapa yang menulis ini!” ucap Sarah.

“Siapa?” tanya Luna.

Sarah melihat Luna lekat-lekat. Membuat jantung Luna berdebar memikirkan segala kemungkinan. Dia memiliki tebakan juga, namun dia tidak ingin percaya. Bagaimanapun dia merasa bahwa orang itu tidak mungkin pelakunya.

“Chriestie!”

Luna menatap Sarah tajam. “Bisa saja bukan. Aku melihat dia orang yang baik. Meskipun cara bicaranya kasar.”

“Bukankah sudah jelas-jelas dia tidak suka kepadamu?” ucap Sarah. “Kemarin saja dia mengatakan bahwa kamu gila.”

Luna diam saja. Dia tidak ingin melanjutkan.

***

“Ngaku ga!”

Luna baru saja pulang ospek kampus. Dia sudah mendengar teriakan dari ruang santai. Dia cepat masuk ke dalam. Di sana ada Galang, Danny, Nanny serta Chriestie. Luna melihat wajah Chriestie yang merah menahan amarah. Begitu dia masuk, Chriestie langsung menatap tajam ke arahnya.

“Jawab aku!” tantang Galang. Luna terkejut, Galang yang terlihat lembut bisa berubah intonasinya menjadi lebih keras.

“Aku bilang bukan aku!” bantah Chriestie.

“Terus siapa?” tanya Danny. “Jelas-jelas kemarin kamu yang menyebutkan rasa ketidaksukaanmu kepada Luna.”

Galang mengangkat kertas perundungan yang diterima Luna tadi pagi. Membuat Luna terkejut. Bukankah dia berusaha menyembunyikannya. “Lantas siapa yang menulis ini?”

“Mana aku tahu!” bantah Chriestie. Dia kemudian menunjuk Luna “Tanya saja dia!”

Galang melihat ke arah Luna. “Katakan siapa yang menuliskan ini kepadamu?” intonasi Galang melembut saat berbicara dengan Luna.

Luna gelagapan. Tentu saja dia tidak mengetahui siapa yang menuliskannya. “Aku tidak tahu.”

Chriestie terus menerus menatap Luna dengan tatapan tajam. Terlihat jelas dia membenci Luna. “Mungkin saja itu tulisannya! Dia melakukan itu agar kita menaruh simpati!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status