“Chriestie!” teriak Nanny. Akhirnya Nanny berbicara. Wajahnya tetap tenang namun auranya terlihat menyeramkan. “Mari kita berbicara!”
Gadis berkacamata itu hanya bisa menghembuskan nafas lelah. Jelas sekali dia tidak terima diperlakukan seperti itu. Namun caranya menatap Nanny menunjukan bentuk penghormatannya. Luna melihat hal tersebut dengan jelas. Batinnya pun berkata bukan Chriestie yang melakukannya, namun dari semua perkataan yang dilontarkannya kemarin tentu saja membuat dia menjadi tersangka utama.
Setelah Nanny pergi membawa Chriestie, Galang mendekatinya. “Kenapa kamu ga bilang kamu dapet surat kaya gini?”
Luna menunduk takut. “Aku tidak ingin kalian bertengkar seperti tadi.”
“Justru kamu harus ngomong!” ucap Galang.
“Kenapa?” tanya Luna.
“Karena aku sudah berjanji akan menjagamu!” Galang berkata dengan tegas.
Deg....
Jantung Luna berdebar kencang. Namun ini bukanlah perasaan takut, melainkan rasa senang. Perkataan Galang membuat pipinya kemerahan. Seakan mengisyaratkan sesuatu kepadanya.
“Intinya Luna, kalau ada apa-apa ngomong,” ucap Danny.
Luna menengok ke arah Danny. Untuk sesaat dia melupakan jika lelaki tersebut ada di sana juga. Bagaimana bisa Luna sempat tidak menyadari keberadaan Danny. Sungguh tidak sopan sekali dia.
“Janji ya!” pinta Galang. Suaranya yang lembut membuat Luna tidak bisa menolak. Terkadang Luna merasa aneh mengapa Galang melembutkan suaranya jika sedang berbicara kepadanya.
Mereka bertiga berbicara seolah tidak menyadari jika ada satu orang lagi yang menatap dari muka pintu. Sarah menatap mereka bergantian namun dia hanya berdiri dalam diam.
***
“Aku dan Galang adalah teman masa kecil,” ucap Sarah. Sore itu Luna menemaninya duduk di halaman belakang. “Meskipun umurnya dua tahun lebih tua, namun kami sangatlah dekat.”
Luna mengangguk, “karena itulah kamu masuk ke kampus yang sama? Serta berada di kosan yang sama?”
Sarah menatap Luna lekat-lekat. “Aku pindah ke Bandung untuk bersekolah di sini ketika kelas dua SMA. Orangtuaku menitipkan aku kepada Galang di kosan ini.”
“Jadi kamu sudah lama di kosan ini?” tanya Luna.
“Yap!” Sarah mengangguk. “Aku akan membantumu untuk beradaptasi di sini. Katakan saja bila butuh apapun.”
Luna tersenyum. Dia bersyukur mendapatkan seorang teman sekarang. “Terimakasih.”
Deg....
Luna langsung menengok ke belakang. Dia merasakan aura yang aneh. Jelas-jelas dia merasa ada sosok yang memperhatikannya dari jauh. Sosok yang sama yang dia lihat memasuki Sarah tempo hari.
“Kenapa?” tanya Sarah.
“Tidak!” ucapnya berbohong. Luna masih mengawasi sekeliling. Hawa tersebut menghilang. Padahal jelas-jelas hawanya terasa sangat menusuk.
Rasa penasaran Luna muncul. Tanpa sengaja dia melihat sosok hitam memasuki ruangan.
Deg... deg... deg...
Jantungnya berdetak kencang. Rasa penasarannya semakin meningkat. Dia bergelut dengan batinnya. ‘haruskah kuikuti?’ begitulah katanya.
Sarah terus memperhatikan Luna. “Luna? Ada yang salah?” tanyanya.
Luna menggigit bibirnya. Haruskah dia berbicara kepada Sarah? Bagaimana jika Sarah ketakutan? Terlebih Luna mengetahui bahwa Sarah pernah dirasuki. Seseorang yang pernah dirasuki mahkluk tak kasat mata akan memiliki lubang tak terlihat. Lubang tersebut akan dengan mudah dimasuki oleh para sosok tak terlihat tersebut. Maka dari itu Sarah dalam bahaya jika mengetahuinya.
“Aku ke dalam duluan ya!’ ucapnya mencari alasan.
Sarah mengangguk. “Baiklah. Aku akan diam di sini sebentar lagi.”
Luna mengikuti sosok tersebut. Sebagai seorang indigo dia bisa merasakan sosok meskipun dari jauh. Kemampuan ini memang baru disadarinya tidak lama. Perasaannya tidak tenang. Dia merasakan bahwa sosok tersebut akan membawa sesuatu yang besar di kemudian hari. Dia merasakan bahwa sosok tersebut adalah sesuatu yang jahat.
Sosok tersebut berbentuk bayangan. Luna tidak bisa melihat sosoknya dengan jelas. Namun dia tahu ke mana perginya. Dia pergi ke samping rumah.
Sesampainya di sana. Punduk Luna berubah menjadi dingin. Badannya bergetar hebat. Belum pernah Luna merasakan ini sebelumnya. Dia tahu ada sesuatu yang salah. Namun dia terus memberanikan dirinya. “Beranilah Luna, kamu harus berubah!” ucapnya pada dirinya sendiri.
Ueeeeekkkkkk......
Luna mengeluarkan cairan putih dari dalam perutnya. Matanya masih melotot tidak percaya terhadap apa yang dilihatnya. Tepat di depan matanya tersebut dia melihat pemandangan baru yang nyara. Seekor ayam hitam terlihat tercabik-cabik di sana. Ayam tersebut masih mengeluarkan darah segar dari tubuhnya. Tidak sampai di sana di sebelah ayam mati tersebut, terdapat sejumlah bunga-bungaan khas pemakaman. Kembang tujuh rupa terpampang di sana. Diletakan dalam sebuah wadah kecil yang terbuat dari daun pisang. Tidak lupa beserta beberapa dupa yang dibakar.
“Apa-apaan ini!” ucap Luna.
Dia kemudian berjongkok mendekat. Bau dupa yang khas membuat perutnya mual. Namun Luna sudah bertekat tidak akan mundur. Dia menjadi penasaran siapa orang yang melakukan hal tersebut.
“Aha terciduk!” suara Chriestie terdengar dari belakang. Luna langsung membalikan badan. Seperti biasa wajah Chriestie terlihat sinis menatapnya. “Jadi yang dikatakan kertas tersebut benar? Kamu penganut ilmu hitam bukan?”
“Kamu penganut ilmu hitam bukan?”Kata-kata itu terus terngiang dalam benak Luna. Dia pun masih dalam posisi terkejut. Meskipun sebelumnya dia merasa tidak terima dengan perlakuan Chriestie selama ini, namun dia menolak untuk berdebat. Dia merasa percuma karena dia tahu Chriestie pasti tidak akan mempercayai apapun yang dikatakannya.“Akan kulaporkan kepada yang lain!” ucapnya. Tidak lama kemudian dia pergi dari tempat tersebut.Luna tidak mengubis perkataannya. Dia melanjutkan penyelidikannya. Baru kali ini dia melihat ayam hitam yang tercabik dengan darah masih mengucur. Luna menyimpulkan bahwa benda-benda tersebut belum lama diletakan.Serrrr...Punggung Luna merinding. Dia merasakan ada sosok yang menatapnya dari jauh. Tidak lama kemudian dia mencium sebuah bau yang tidak asing. Bau bunga yang sangat wangi sekali dicampur dengan pandan. Hawa dingin menusuk ke kulit Luna. Dia diam tidak bergerak.“
Glek...Luna menelan ludah. Hal yang dia khawatirkan ternyata terbukti. Chriestie benar-benar mengadu kepada Nanny. Luna sendiri heran, mengapa Chriestie seakan membencinya sangat. Padahal dia tidak pernah mengusiknya sama sekali.“Sebelum itu aku ingin kalian berdua duduk juga.” Perintah Nanny kepada Danny dan Galang.Mereka berdua menurut. Segera mereka mencari posisi yang nyaman untuk duduk. “Silahkan dimulai Nanny,” ucap Galang.“Baiklah,” prolog Nanny. “Chriestie bercerita bahwa dia menemukan hal yang aneh di pinggir rumah.”Semua penghuni kosan Belanda mendengarkan. Chriestie sendiri menyeringai puas. Dia berkali-kali mendongkak ketika melihat Luna. Membuat nyali Luna menciut sedikit.“Yang ditemukan oleh Chriestie adalah sesajen,” lanjut Nanny.Atmosfer semua orang mendadak berubah. Seakan mereka mengetahui apa yang terjadi. Ada raut muka khawatir dari semuanya. Membua
Kediaman Galang.Blam...“Renatta?” Bella, ibunda Galang memanggil putri bungsunya tersebut. Dia mendengar sebuah pintu yang terbanting dari lantai dua. Hening tidak ada satupun suara. “Kamu sudah pulang kan?”Sunyi. Tidak ada suara apapun dari lantai dua. Bella mengangkat alisnya. Mendadak suasana terasa berbeda. “Mama ke atas ya!” ucapnya lagi.Bella berjalan menyusuri tangga kayu. Kayu itu terdengar berdecit ketika diinjak. Menandakan usianya yang sudah tua. Di ujung langkahnya terhenti. Dia merasakan ada sesuatu yang menatapnya dari belakang.Sret...Punduk Bella menegang. Jelas sekali dia merasakan sesuatu lewat di belakangnya. Dengan ragu-ragu dia menengok memutar. Namun tidak ada seorang pun di belakangnya.Glek...Wanita itu menelan ludah. Memang dia merasakan rumahnya aneh sekali akhir-akhir ini. Setiap kali dia sendirian dia merasa seakan diawasi. Namun dia menepis segala pemikiran
“Maukah kamu membantuku menyelidiki boneka tersebut?”Luna terdiam lama mendengar permintaan Galang. Hatinya bingung. Belum lama ini berbagai peristiwa mistis dan kurang menyenangkan mengitarinya. Membuat Luna tidak ingin kembali berurusan dengan hal demikian. Karena masalah di kosan pun belum selesai. Namun dihadapannya adalah orang yang menolongnya. Bagaimana mungkin Luna bisa menolaknya.“Aku-,” Luna tidak meneruskan kata-katanya. Matanya menunjukan kebingungan. “Kenapa aku?”Galang tersenyum mendengarnya. “Karena kamu spesial.”Mendengar kata spesial membuat sedikit debaran di dada Luna. Selama ini orang-orang selalu berkata aneh tentangnya. Baru kali ini ada seseorang yang berkata bahwa dirinya spesial. Namun Luna kembali menunduk. “Sepertinya aku tidak bisa.”“Kenapa?” tanya Galang.“Aku takut Ka,” ucap Luna. “Ada trauma yang tidak bisa digambarka
“Huh!” Luna membuka matanya. Dia langsung bangkit dari posisi tidur. Peluh membasahi seluruh tubuhnya. “Ka Galang!” Air mata Luna menetes di pipi. Dia teringat kepada mimpinya tadi. Gadis itu melirik jam dinding. Masih jam tiga pagi, hatinya serasa tidak tenang. Akhirnya dia memutuskan untuk berjalan ke lantai satu. Menenangkan hatinya. Kreeettttt Pintu kamar Luna dibuka. Dia melangkahkan kakinya keluar. Lorong kamar gelap gulita. Semua penghuni kamar masih berada di mimpinya masing-masing. Dia kemudian berjalan menuju lantai satu. Mencoba menenangkan diri dengan menonton tv. Tuk.. tuk.. tukkk... Luna terdiam. Dia merasa ada yang mengikutinya. Hawa dingin mulai menyelimutinya. Namun dia mencoba untuk menepis rasa takutnya. ‘Jadilah berani Luna!’ batinnya. Dengan langkah pelan, dia mencoba maju kembali. Suara itu tetap mengikutinya dari belakang. Haruskah Luna menengok? Atau dia harus tetap maju. Rasa ragu mulai menyelimutinya.
“Kakek?” seru Luna. Kakek Luna, Raden Rangga Wijaya terlihat menampakan dirinya. Luna menghampiri Rangga. Raut muka pria tua itu masih sama bijaknya dengan saat Luna masih kecil. “Aku rindu kakek.” Luna berlari memeluknya. “Bagaimana kabarmu cucuku?” Air mata jatuh ke pipi Luna. Dia tahu ini mimpi, karena sesungguhnya orang yang ada di depannya ini sudah meninggal. “Baik.” “Kamu pasti mengalami banyak hal berat,” ucap Rangga. “Tetaplah kuat na. Aku minta maaf karena harus menurunkan kemampuanku padamu, cucuku.” Luna terdiam. Dia paham maksudnya. Ternyata kemampuan indigo yang dimilikinya adalah pemberian kakeknya. “Aku ingin kemampuan ini pergi. Aku Lelah!” terdengar nada emosi saat Luna mengatakannya. “Aku tahu,” jawab Rangga. “Tapi Tuhan tidak akan menurunkan kemampuan ini kepada sembarang orang.” Gadis itu tidak menjawab apapun. “Hanya orang-orang tertentu yang mendapatkannya,” lanjut Rangga. “Meskipun demikian dia h
Deg... deg... deg... Jantung Luna berpacu dengan kencang. Dengan jelas dia bisa melihat wajah wanita buruk rupa tersebut. Auranya benar-benar gelap dan pekat. Luna tahu bahwa ini adalah daerah kekuasaannya. “Hihihihihihihi.” Luna mendengar suara mahkluk tersebut di kepalanya. Seakan mengajak berkomunikasi dengannya. Dia semakin mendekatkan diri ke arahnya. ‘Aku harus maju!’ batin Luna. Dia kemudian melangkahkan kakinya satu demi satu. Berusaha sekeras tenaga mengabaikan mahkluk yang ada di depannya. “Wangi!” Leher Luna menegang. Dia tahu orang-orang sepertinya konon memiliki bau yang berbeda. Bau khas yang memang mengundang para lelembut datang dan penasaran. Sedikit lagi Luna bisa keluar dari lorong gelap tersebut. Sebetulnya lorong itu tidak panjang. Hanya sekitar dua sampai tiga meter saja. Namun entah mengapa Luna merasa berjalan sangat jauh. Terlihat cahaya mataha
“Kalian berdua hati-hati di jalan ya!” pesan Nanny. “Salam kepada kedua orangtua kalian.” Galang dan Luna mengangguk bersamaan. Mereka akan pulang ke kota Hujan menaiki motor. Luna akan menginap di kediaman Galang satu hari sebelum akhirnya pulang ke rumahnya. Kebetulan mereka berasal dari kota yang sama. “Aku pastikan akan mengantar Luna dengan selamat,” Galang mengucapkan janji dengan tatapan serius. “Sayang ya aku gabisa ikut!” seru Danny. Dia awalnya ingin ikut juga. Terlebih ketika tahu bahwa mereka berdua memiliki misi rahasia untuk melihat boneka Renatta, adik dari Galang. “Ada job sih, kalau ga ada gapapa.” “Sarah mana?” tanya Luna. Sedari tadi sahabatnya tidak menunjukan batang hidungnya sedikitpun. “Sarah meminta ikut awalnya,” ucap Galang. “Namun aku memberitahu bahwa ada kamu jadi dia ga bisa ikut.” Ada sedikit perasaan tidak enak dari Luna. Apakah jangan-jangan Sarah kecewa karena dia tidak bisa ikut. Namun Luna yakin Sara