Ki Ageng Penggir menghentikan langkahnya, lalu berpaling ke arah Sena yang sudah ada di belakangnya."Ada apa, Sena?" tanya Ki Ageng Penggir."Mohon maaf, Guru. Apakah Guru mencari Ramandika?" jawab Sena balas bertanya."Iya, tapi dia sudah tidak ada di kamarnya.""Mohon maaf, Guru. Sebenarnya Ramandika itu sudah berangkat ke Gurusetra, tapi hanya untuk beberapa hari saja," kata Sena setelah berada di hadapan sang guru. "Tadi malam dia pamit kepadaku," sambungnya lirih dengan sikap penuh hormat."Ya, aku sudah tahu," jawab Ki Ageng Penggir. Setelah itu, ia langsung berlalu dari hadapan Sena."Ya, Dewata agung! Ternyata guru sudah mengetahuinya," desis Seba memandang ke arah pria paruh baya yang sudah berlalu dari hadapannya. "Tapi, kenapa guru tidak marah?" sambung Sena tampak bingung.***Siang itu, Ramandika sudah tiba di perbatasan wilayah kerajaan Dongkala dengan wilayah kerajaan Gurusetra.Karena merasa lelah, maka Ramandika langsung istirahat sejenak di tepi sungai yang berbatas
Dua orang pria tersebut kembali mentertawakan Ramandika, seakan-akan mereka tahu bahwa Ramandika adalah seorang pemuda lemah, sehingga mereka tidak mau tunduk dan menuruti seruan Ramandika.'Aku tidak bisa bertahan di sini, mereka adalah orang-orang kuat yang bukan tandinganku,' kata Ramandika dalam hati.Dengan demikian, Ramandika mulai mencari celah untuk kabur dari tempat itu. 'Aku harus mengelabui mereka,' batin Ramandika mulai merancang strategi."Hei, Ki Sanak! Jika kalian ingin mendapatkan pedang ini, maka kalian harus bertarung denganku satu lawan satu. Tidak boleh main keroyokan!" tantang Ramandika mulai menemukan gagasan untuk mengelabui dua orang pria tersebut."Baiklah, jika itu yang kau mau. Kau hadapi aku saja!" jawab pria berikat kepala merah.Ramandika menarik napas dalam-dalam, ia mulai tegak dan bersiap, seakan-akan dirinya benar-benar akan menghadapi pria tersebut. Padahal, Ramandika sudah menemukan cara untuk berlari menjauhi dua orang pria itu.Dengan gerakan yang
Mendengar perkataan Ramandika, dua orang pria itu tampak geram sekali, sehingga mereka pun kembali melakukan serangan.Salah seorang dari mereka bergerak cepat hendak menghajar wajah Ramandika dengan pukulan yang sangat keras. Namun, Ramandika berhasil mengelak dari serangan pria tersebut.Kemudian, Ramandika balas melakukan serangan, hingga orang tersebut jatuh tersungkur di hadapannya.Melihat kawannya berhasil dijatuhkan oleh Ramandika, maka pria yang satunya lagi kembali maju hendak melancarkan serangan."Bedebah!" bentak pria itu langsung melancarkan serangan beruntun terhadap Ramandika.'Ternyata orang ini sangat kuat sekali,' kata Ramandika dalam hati.Ramandika pun akhirnya mundur beberapa langkah, karena semakin terdesak oleh serangan orang tersebut."Aku tidak akan membiarkanmu lari, Anak muda!" bentak pria itu terus melancarkan serangannya terhadap Ramandika.Pukulan bertubi-tubi hinggap di kepala Ramandika, hingga dirinya jatuh lagi, kepalanya membentur batu padas hingga m
Di tempat terpisah ....Ki Ageng Penggir tampak gelisah, ia memiliki firasat buruk tentang Ramandika. Ia berpikiran bahwa Ramandika tengah dalam kesulitan. Hingga dirinya pun segera memanggil Bisama dan Sena."Mohon maaf, Guru. Ada apa gerangan, Guru memanggil kami?" tanya Bisama sambil menjura hormat kepada sang guru."Aku memiliki firasat buruk tentang Ramandika. Aku khawatir dia belum sampai di Gurusetra karena mengalami hambatan dalam perjalanannya," jawab pria paruh baya itu. "Meskipun aku tahu bahwa Ramandika memiliki pelindung dalam dirinya, akan tetapi aku tetap mencemaskannya. Seperti yang kalian ketahui bahwa Ramandika belum terlalu mahir dalam menguasai ilmu kanuragan," imbuh pria paruh baya itu penuh kecemasan."Jika Guru memerintahkan kami untuk menyusul Ramandika, maka kami siap melaksanakan perintah Guru," kata Bisama tampak siap menerima tugas yang akan diberikan oleh gurunya."Iya, Guru. Aku juga siap menyusul Ramandika ke Utara," timpal Sena ikut angkat bicara."Baik
Kuntala mengangguk pelan, ia pun berpikiran sama seperti apa yang dipikirkan oleh rekannya itu, bahwa benar jika pedang milik orang yang mereka temukan di hutan itu memiliki kekuatan gaib yang sangat besar.Usai mengobati Ramandika, Ki Dewanda langsung meminta Sandika dan Kuntala agar mengganti pakaian Ramandika dan membersihkan tubuhnya yang kotor.Demikianlah, maka Sandika dan Kuntala pun langsung melaksanakan tugas sang tabib, mereka membersihkan tubuh Ramandika dan mengganti pakaiannya dengan pakaian bersih."Sebentar lagi dia akan siuman, sebaiknya kau langsung berikan minuman ini jika dia sudah sadar!" pinta Ki Dewanda menyerahkan segelas air yang sudah ia bacakan mantra-mantra."Baik, Ki," jawab Sandika meraih gelas dari tangan Ki Dewanda."Sungguh malang sekali nasib pemuda ini," desis Ki Ranggala memandangi wajah Ramandika yang masih dalam kondisi tak sadarkan diri. "Kau tenang saja! Pemuda ini memiliki kekuatan khusus dalam tubuhnya. Meskipun dia sendiri tidak mengetahuinya
Setelah Ramandika selesai minum, Ki Ranggala meluruskan pandangannya ke wajah Ramandika, kemudian bertanya, "Sebenarnya kau ini siapa? Dari mana asalmu?""Aku Ramandika, aku penduduk kerajaan Gurusetra yang sudah beberapa bulan tinggal di Lembah Naga," jawab Ramandika lirih."Lembah Naga? Untuk apa kau tinggal di sana?" tanya Ki Ranggala mengerutkan keningnya."Di sana aku tinggal di sebuah padepokan silat," jawab Ramandika.Ki Ranggala, Sandika, dan Kuntala tampak kaget mendengar jawaban Ramandika. Seperti yang mereka ketahui, bahwa Lembah Naga adalah tempat yang sangat angker dan jarang dijamah oleh manusia. "Setahuku, Lembah Naga adalah lembah yang sangat berbahaya, tak ada seorang pun manusia yang berani menginjakkan kaki di tempat tersebut. Tapi mengapa ada sebuah padepokan di lembah itu?" tanya Kuntala mulai angkat bicara.Ramandika tersenyum-senyum saja melihat sikap ketiga orang yang ada di hadapannya itu. Kemudian menjawab pertanyaan Kuntala, "Awalnya pun aku berpikir sama s
Setelah membeli bahan makanan yang akan dimasak untuk jamuan Ramandika. Kuntala bergegas melangkah kembali menuju pulang ke kediaman Sandika.Namun, dalam perjalanan menuju pulang, Kuntala bertemu dengan empat orang pria yang tiada lain merupakan anak buah Santanu dari kelompok Elang Hitam.Kelompok tersebut adalah kelompok pendekar jahat di wilayah kerajaan Dongkala, yang beroperasi di sekitar wilayah perbatasan. Selama ini, mereka sangat meresahkan warga. Bahkan, dua anggotanya adalah orang yang sudah menganiaya Ramandika.Keempat orang pria itu tampak sinis ketika melihat Kuntala tengah berjalan hendak melewati tempat mereka yang tengah duduk santai di bawah pohon besar yang ada di pinggir jalan yang dilewati oleh Kuntala, mereka terus memperhatikan langkah Kuntala."Kalian lihat pemuda itu!" desis salah seorang dari mereka kepada tiga orang kawannya."Ya, aku kenal dia. Pemuda itu namanya Kuntala kerabatnya Ki Ranggala yang dulu pernah kita curi ternaknya," sahut salah seorang kaw
Mendengar seruan dari kawannya, mereka langsung berlari mengejar Kuntala yang sudah kabur meninggalkan tempat tersebut.Kedua orang itu terus berlari mengejar Kuntala. Namun langkah Kuntala sangatlah cepat, hingga sukar untuk dikejar lagi. Pada akhirnya, kedua orang itu kehilangan jejak dan mereka pun menyerah tidak melanjutkan pengejaran terhadap Kuntala."Kurang ajar! Ke mana perginya dia?" desis salah seorang dari mereka geram karena tak dapat mengejar Kuntala."Lebih baik kita kembali saja! Suatu saat nanti kita pasti akan bertemu lagi dengan dia," sahut kawannya dengan napas terengah-engah. Ia sudah menyerah karena tidak sanggup lagi mengejar Kuntala."Ya sudah, kita kembali saja!"Dengan demikian, kedua orang itu memutuskan untuk kembali kepada kawan mereka. Mereka tidak melanjutkan pengejaran mereka terhadap Kuntala, karena merasa percuma, dia sudah pergi jauh dan tak mungkin dapat dikejar lagi.Sementara itu, Kuntala terus berlari menyusuri jalan setapak menuju ke arah kediama