Aaron de Fortman, itu nama dia yang sesungguhnya. Kini ia sudah mengingat semuanya. Termasuk penyekapan 3 tahun di dalam bangker yang ia alami. Juga kematian Jesica yang tragis. Dan misi balas dendamnya yang gagal terus."Tuan Muda, saya bawakan menu makan malam untuk Anda!"Silvester dibuat amat terkejut saat memasuki kamar Aaron. Matanya membulat penuh melihat sosok di depannya kini.Tubuh tinggi itu bertelanjang dada. Otot-otot menyembul kencang dari permukaan kulit yang kecokelatan. Sambil berdiri di tempatnya, Silvester menandatangani punggung lebar di hadapannya."Ini bukan saatnya menyantap makan malam, Silvester." Pria itu berkata dengan dingin. Suaranya terdengar lirih namun tegas. Seperti ada emosi yang terkandung di setiap kalimat.Silvester agak gugup. Dengan sedikit bergetar ia maju ke depan. "Tuan Muda, apakah Anda sudah ...?"Ekor mata yang jeli melirik ke arah samping. Lengkungan samar terbentuk samar di sudut bibirnya. "Ya, aku sudah mengingat semuanya."Silvester sa
Mobil-mobil ambulans meninggalkan Farmasi Mecco. Disusul oleh mobil yang Miranda dan Nacos tumpangi. Setelah proses penyelidikan selesai, mereka putuskan untuk membawa jenazah Eli pulang.David sudah mendengar semunya. Marquez telah mengirim preman untuk menghabisi Eli. Ini pasti ada hubungannya dengan Aaron de Fortman. Dia harus cari tahu.Malam itu juga Luca membakar markas kepunyaan Marquez. Kemudian dia membawa Jeremy dan Neymar ke markas ISA. Ada banyak hal yang mereka harus rencanakan. Ini mengenai Aaron. Neymar setuju untuk bergabung dengan misi mereka."Miranda sangat sedih atas kematian Eli, jangan banyak bicara padanya dulu."Semua orang mengangguk menanggapi ucapan Nacos. Ia baru tiba di markas setelah membawa jenazah Eli ke villa. Esok pagi rencananya Eli akan segera dimakamkan.Jeremy manggut-manggut. "Aku mengerti perasaan Dokter Miranda. Dia sangat menyayangi anak itu."Luca mengangguk."Sebaiknya rencana kita urungkan dulu. Setelah pemakaman Eli selesai, baru kita susu
Hari sudah malam saat mobil-mobil hitam menepi di sekeliling sebuah bangunan di tepi bukit. Menurut informasi, bangunan itu merupakan markas tempat di mana Marquez menyekap Jeremy.Luca sudah turun dari helikopter. Dia memimpin tim untuk mengatur strategi penyerangan. Sementara Miranda dan Nacos masih menunggu sambil memantau dari ketinggian seratus kaki.Mereka mulai menyebar dan mengepung markas. Satu dua orang yang kelihatan di sekitar segera di tembak. Suara tembakan memicu keributan. Para anak buah Marquez segera keluar sambil membawa senjata. Baku tembak pun terjadi dengan sengit."Bos, mereka sudah tiba di markas!"Marquez yang sedang minum-minum di ruangannya cuma menyeringai tipis mendengar laporan dari seorang bodyguard. Miranda, jadi wanita itu benar-benar menyerang markas?"Biar saja para bodyguard yang bereskan mereka. Kau panggil Max sekarang juga. Aku ada misi penting untuk dia," ujar Marquez.Sang anak buah segera mengangguk. "Baik, Bos."Marquez cuma mengibaskan tanga
"Puji syukur pada Tuhan Yesus! Wanita itu tidak mengenali Anda, Tuan Muda."Silvester bicara sambil merapikan alas kasur. Dia dan Aaron sudah tiba di sebuah kamar sempit khusus para staf yang bekerja di bungalow. Hatinya amat lega karena Marisa tidak mencurigai Aaron.Aaron tampak sedang berdiri di tepi garis jendela kamar. Ia tersenyum tipis mendengar ucapan pria itu. "Namun aku masih belum bisa mengingat apa pun," katanya terdengar murung.Silvester menoleh. "Seiring berjalannya waktu, saya yakin ingatan Anda akan segera pulih. Bungalow ini memiliki banyak kenangan tentang Anda, Tuan Besar dan para bajingan itu."Aaron mengangguk. "Namun bagaimana jika mereka lebih dulu mengetahui rencana kita?"Mendengar ucapan Aaron, Silvester menghentikan pekerjaannya. Ia lantas menoleh ke arah pria muda yang masih berdiri di tepi garis jendela kamar. "Selama saya masih hidup, saya akan melindungi Tuan Muda," katanya penuh tekad.Aaron amat terkesan mendengarnya. "Silvester, jangan ngomong begitu
Kediaman Keluarga Fortman pagi hari. Apel para staf baru saja dibubarkan. Sambil memegang cangkir kopinya, Marisa memandangi orang-orang yang berhamburan di teras belakang rumah yang luas."Jadi, wanita itu sudah tiba di kota ini lagi?""Benar, Nyonya.""Lantas, kenapa kau bertanya padaku?"Smith dibuat terkejut saat tubuh tinggi dengan balutan stelan kantor pendek warna hitam itu memutar sampai menghadap padanya. Ia segera menundukkan wajah dari tatapan tajam Marisa.Wanita itu tersenyum miring. Ia berjalan satu langkah ke depan sampai melewati Smith. Ditepuk satu bahu pria itu sebelum ia benar-benar berlalu darinya."Aku tahu, dan kau tahu pasti apa yang harus kau lakukan," desis Marisa.Smith cuma mengangguk menanggapi.Marisa menarik nafas, lantas ia berjalan menuju lorong. Miranda sudah kembali ke kota. Begitu kabar yang disampaikan oleh Smith. Ternyata mata-matanya tak berguna. Bahkan mereka gagal menghabisi wanita itu di dermaga."Nyonya, orang yang Anda pesan sudah datang."Si
Pusat Kejiwaan sore hari.Langkah panjang seorang pria terayun mantap menyusuri lorong rumah sakit. Di sepajang lorong tampak para pasien yang sibuk dengan aktifitas masing-masing. Semuanya mengalami gangguan mental yang parah."Apa sudah ada kabar tentang Miranda?""Belum, Tuan."Shit!Marquez mendengus kesal mendengar jawaban dari asistennya. Sudah nyaris satu tahu pasca Miranda kabur darinya. Dan malam panas penuh kenikmatan itu, mana mungkin bisa ia lupakan. Saat tangannya menjamah dan bermain di setiap inci tubuh Miranda.Sssh ... kecantikan wanita itu bagai kokain yang memabukkan. Dan semua sensasinya tak dapat ia mengingatnya dengan jelas, seperti apa rasanya. Yang pasti sangat nikmat."Tuan jangan cemas, orang-orang Max masih mencari Nona Miranda." Asisten bicara lagi. Saat manik-manik Marquez mengincar wajahnya, ia langsung menunduk."Bagaimana dengan Eve? Apa bajingan itu masih ada di markas?" tanya Marquez. Menurut informasi, Miranda kabur dengan membawa gadis kecil bersam