MERINDUKAN SURGA

MERINDUKAN SURGA

last updateLast Updated : 2025-01-03
By:  DEAR GREENCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
50Chapters
972views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Alya tetap bertahan dan diam meski selama lima tahun pernikahan, ibu mertua dan adik iparnya selalu memperlakukannya dengan buruk. Dia dibenci sebab dianggap sebagai pembawa malapetaka dalam keluarga Yusuf--suaminya. Yusuf yang sangat mencintai Alya, memutuskan pindah ke desa agar jauh dari keluarganya dan mencari ketenangan di lingkungan baru. Namun siapa sangka, kepindahan Yusuf dan Alya ke desa justru mempertemukan mereka dengan sebuah takdir. Mereka bertemu dengan gadis bernama Salma yang misterius dan dingin. Salma meminta Yusuf untuk menikahinya secara tiba-tiba. Lantas apa yang sebenarnya terjadi?

View More

Chapter 1

PERLAKUAN MERTUA DAN IPAR

“Alya! Gimana, sih, kamu?! Lihat nih, baju kesayanganku jadi bolong gara-gara kamu ceroboh!” bentak Siska. Meski dia lebih muda dan berstatus sebagai adik ipar, dia tidak pernah memanggil Alya dengan sebutan ‘Kakak atau Mbak’, kecuali di depan Yusuf—Abangnya.

Alya segera berlari ke ruang laundry. Dirinya dibuat bingung, sebab ibu mertuanya juga kerap kali berteriak memanggilnya untuk menyelesaikan pekerjaan di dapur. Sementara Siska, meminta untuk disetrikakan baju kerjanya.

“Maaf, Sis. Aku lupa, soalnya tadi mama ….”

“Apa? Mau nyalahin mama lagi? Kamunya aja yang kerja nggak becus!” Siska mendorong bahu Alya dengan kasar. “Pokoknya aku nggak mau tahu, kamu harus ganti bajuku sama persis kayak gini, paham?!” sentak Siska dengan mata melotot.

“Iya ….” Alya menyahut dengan kepala menunduk.

“Sekarang setrikain lagi baju yang lain. Buruan!” Suara Siska bagaikan petir yang menggelegar di pagi hari. Perempuan dengan potongan rambut bob itu masuk ke dalam kamar mandi dengan membanting pintu.

Alya segera mengambil baju lain dari keranjang baju kering. Namun, belum sempat meletakkan baju di atas meja setrika, ibu mertuanya berteriak dari arah dapur.

“Alya! Ini gimana, sih, kamu masak? Ayam goreng jadi gosong semua begini!”

Alya mematikan setrika sebelum akhirnya berlari ke dapur. Aroma pahit tercium saat Alya memasuki dapur.

“Maaf, Ma. Tadi Alya lagi .…”

“Halah! Banyak alasan! Cepat kerjain, Siska dan Kirana sebentar lagi berangkat. Kalau mereka telat, ini semua gara-gara kamu!” Wanita paruh baya dengan rambut disanggul itu mengarahkan jari telunjuknya ke wajah Alya.

Setiap hari, selama lima tahun berjalan, Alya selalu diperlakukan semena-mena oleh ibu mertua dan kedua adik iparnya. Tetapi, jika di depan suaminya, dia diperlakukan baik bagaikan ratu. Alya bungkam, sebab dirinya tidak ingin membuat Yusuf membenci keluarganya.

Ibu mertua hanya berdiri sambil melipat tangan, memperhatikan Alya memasak, sama sekali tidak membantu. Sedangkan Siska, setiap pagi meminta bajunya agar disetrika ulang. Meski Alya sudah menyetrika dan melipat rapi ke dalam lemari, semua itu percuma. Sementara adik bungsu Yusuf yang masih SMA, juga sama. Setiap ada tugas sekolah, dia meminta Alya yang mengerjakannya.

“Mbak Alya! Sarapanku mana?!” teriak Kirana, gadis berusia tujuh belas tahun yang masih duduk di bangku SMA itu melipat tangan dan duduk di kursi meja makan.

“Iya, ini sudah selesai,” sahut Alya sambil menyeka keringat di keningnya.

Dengan langkah cepat, Alya menyajikan makanan di meja makan, kemudian ia segera kembali ke ruang laundry untuk melanjutkan pekerjaan yang tadi tertunda. Dia berlarian kesana kemari. Bahkan, tidak jarang dia terjatuh karena terburu-buru mengerjakan ini dan itu tanpa jeda.

“Dasar nggak becus, lelet!” gumam Siti—ibu mertuanya.

Berkali-kali Alya memegang kepalanya yang mulai berdenyut. Sejak bangun subuh, dia sama sekali belum menelan sepotong makanan pun.

Ahmad Yusuf Al Ghifari, lelaki yang telah menjadi suaminya selama lima tahun itu adalah seorang pengusaha muda. Dia selalu berangkat ke kantor setelah subuh karena jarak rumah ke kantor lumayan jauh. Apalagi kalau ada meeting dengan klien, Yusuf akan berangkat sebelum subuh dan kembali ke rumah sebelum maghrib. Sehingga, dia tidak pernah tahu apa yang terjadi di rumah itu.

“Mana bajuku?!” Siska datang dengan wajah ketat.

“Ini, sudah rapi,” sahut Alya dengan senyum tipis di bibirnya.

Siska merebut baju itu dari tangan Alya dengan kasar. Alya merasa sangat lapar, dia kembali ke ruang makan. Namun, semua lauk sudah habis, hanya tersisa satu potong paha ayam dan sepiring nasi.

“Ini punya Siska!” beritahu Siti, saat mata Alya menatap ke arah makanan.

“Mbak Alya! Tolong ambilin cermin kecil aku, dong, di kamar!” pinta Kirana.

Gadis remaja itu telah bersiap untuk berangkat ke sekolah.

“Buat apa cermin, Ki?” tanya Alya.

“Nggak usah banyak tanya, Mbak! Ambilin aja apa yang aku suruh!” cerca Kirana.

Alya menarik napas sejenak dan menuruti permintaan Kirana. Gadis itu menerima cerminnya dengan kasar. Tidak pernah sekali pun Alya mendengar keluarga Yusuf mengucapkan kata ‘maaf’ dan ‘terima kasih’ kecuali di depan suaminya.

Setelah Siska dan Kirana pergi, Alya ingin menyantap sisa nasi yang ada di meja makan. Namun, Siti memukul tangannya dan menghalangi tindakan Alya.

“Enak saja kamu mau makan. Tuh, cuci dulu semua baju, bersihkan rumah dan cuci piring, baru kamu boleh makan. Mengerti?”

Alya mengangguk dan sekuat tenaga menahan tangis. Sambil menahan rasa lapar yang membuat perutnya terasa terlilit, Alya mengerjakan satu per satu pekerjaan rumah. Namun, ketika ia akan menjemurkan pakaian, seketika pandangannya mulai gelap. Tubuh Alya limbung dan hilang kesadaran.

****

“Sayang, kamu sudah sadar?” Yusuf menggenggam tangan istrinya dengan wajah cemas.

Alya membuka mata dan menyadari dirinya berada di ruangan serba putih. Alya memijat kepalanya yang masih berdenyut.

“Aku di mana, Mas?”

“Kamu di rumah sakit, Sayang. Tadi kamu pingsan.” Yusuf mengeratkan genggaman tangan istrinya. “Kenapa kamu sembunyikan semuanya dari aku? Kenapa selama ini kamu tahan? Aku merasa jadi suami yang nggak berguna.” Suara Yusuf bergetar, raut wajahnya penuh penyesalan.

“Maksud kamu apa, Mas? Aku cuma kelelahan, nggak ada yang perlu dikhawatirkan.” Alya mengusap punggung tangan suaminya dengan lembut.

“Aku sudah tahu semuanya. Mama dan adik-adikku memperlakukan kamu dengan tidak baik,” ucap Yusuf sambil meletakkan tangan di ujung mata agar cairan bening di sana tidak jatuh.

Alya tertegun. Bagaimana suaminya tahu?

“Setelah ini kita akan pindah. Aku sudah memutuskan semuanya. Kita akan tinggal berdua saja, Sayang.”

“Tapi mama ….” Entah kenapa Alya malah memikirkan mereka. Bagaimana jika Alya tidak ada di rumah itu? Bagaimana mereka akan melakukan semuanya tanpa Alya?

Awal menikah, Alya masih diperlakukan baik, karena saat itu masih ada Ayah mertua yang menyayanginya seperti anak sendiri. Namun, saat peringatan satu tahun pernikahan Yusuf dan Alya, Ayah mertuanya meninggal.

Sejak saat itu, ibu mertua dan kedua adik iparnya membenci Alya. Mereka mengatakan bahwa hari pernikahan Alya dan Yusuf membawa malapetaka, tentu saja semua itu dikatakan di belakang Yusuf. Sebagai anak lelaki pertama dan satu-satunya, Yusuf sangat dihormati di rumah itu. Apalagi Yusuf yang saat ini mengelola perusahaan dan membiayai hidup mereka semua.

“Selama ini aku perhatikan kamu yang sering kelelahan, tubuhmu semakin kurus, tanganmu yang terlihat kasar dan rusak. Aku tahu kamu tidak akan mengaku jika kutanyai, jadi aku memasang CCTV diam-diam di rumah itu, saat aku melihat kamu pingsan, aku segera meninggalkan meeting, karena kulihat mama sama sekali tidak berniat menolongmu,” jelas Yusuf. “Aku minta maaf, Sayang. Maafkan mama dan adik-adikku.” Yusuf berujar lirih sambil menyeka air matanya.

Alya tersenyum tipis dan menggelengkan kepala. “Kamu nggak salah, Mas. mama dan adik-adik juga nggak salah. Memang sudah kewajibanku mengurus rumah.”

“Enggak! Kamu itu ratuku! Kamu harus banyak istirahat dan fokus dengan program kehamilan yang sudah kita rencanakan. Kita pindah ke desa, ya. Disana ada pamanku yang mengelola sawah dan kebun peninggalan Almarhum Papa. Mungkin, di sana kamu akan merasa tenang dan jauh dari perbuatan buruk keluargaku.”

“Mas .… tapi .…”

Yusuf meletakkan jari telunjuknya di bibir Alya. “Kamu tidak perlu memikirkan mereka, Sayang. Mulai sekarang, fokus pada kebahagiaan kita dan kamu bisa  muroja’ah tanpa terganggu,” ujarnya.

Alya mengangguk dan tersenyum lega. Selama lima tahun, dia mendapat perlakuan buruk dari keluarga suaminya dan tak mampu untuk mengungkapkannya. Alya hanya bisa meminta petunjuk pada Allah, dan hari ini, Allah melepaskannya dari belenggu itu. Selama ini, Alya hanya memiliki waktu beberapa menit untuk mengulang hafalan sebagai kewajiban seorang Penghafal Al-Qur’an.

“Terima kasih, Mas.” Alya meletakkan telapak tangan suaminya ke pipi, merasakan hangatnya kasih sayang seorang suami. Dia bersyukur memiliki suami yang peduli dan memihaknya.

“Apa? Pindah?”

Entah sejak kapan Siti masuk ke ruang rawat Alya, dia berjalan mendekat dengan ekspresi tidak suka. Suaranya berhasil membuat Alya dan Yusuf terkejut dan menoleh bersamaan.

“Mama nggak setuju!” sentaknya.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
50 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status