Bu Ajeng yang melihat kemarahan suaminya berusaha menjadi penengah. "Toling kendalikan emosi Ayah," ucap Bu Ajeng."Tidak, Bu. Ini sudah jadi keputusan Ayah yang tidak bisa lagi diganggu gugat sekalipun anak tak tau diri ini merangkak minta ampun.""Baik Ayah, Amie tidak akan minta hak apapun dari keluarga Wijaya. Cukup menikahkan Amie dengan Kang Danang!" Wajah Wijaya bersemu merah saat melihat putri kesayangannya saling menautkan jemari dengan pria yang sangat ia benci. Mata seorang ayah tak bisa di samarkan oleh penghalang apapun. Ia tahu betul seperti apa laki-laki yang sedang diperjuangkan oleh anaknya. Cinta memang buta, itulah yang sedang menutupi mata hati Amie Wijaya. Bukan tak beralasan Wijaya menolak pria yang akan menjadi menantunya. Tapi ia sudah lebih dulu tau banyak tentang sosok yang telah berhasil membius putrinya sampai tak mau lagi mendengarkan ia sebagai ayah yang telah membesar penuh cinta kasih.Selain pengangguran, Danang juga seorang pria plamboyan yang pi
Indah merebahkan tubuhnya di samping Euis. Gadis yang sedang terlelap tidur setelah pulang dari rumah sakit itu tak mau pulang ke rumah orang tuanya. Euis terlihat ketakutan.Tadi siang, Euis sudah diperbolehkan pulang. Saat mobil yang membawanya berhenti di depan rumah Lilis, Euis memegang erat tangan Indah sambil beberapa kali menggelengkan kepala. Indah paham betul ketakutan yang di rasakan anak umur tiga belas tahun itu. Rasa takut dan trauma mempengaruhi suasana hatinya. Butuh waktu lama untuk menyembunyikan luka batin yang ditimbulkan ibu kandung dan ayah tirinya. Ada rasa sakit menikam ulu hati Indah. Mungkin ini yang namanya terluka tapi tak berdarah. Dulu masa depannya di rampas paksa oleh pria yang telah membesarkannya. Sekarang hal yang sama terjadi pada Euis. Namun sekarang Indah paham betul mengapa Danang tega melakukan itu karena ia bukan darah dagingnya."Nasib kita sama, Is. Sekarang ini hidup Teteh pun sebatang kara. Danang memang benar-benar bajingan. Selain me
A-ayah!Bibir Aminah bergetar suaranya tercekat di tenggorokan saat melihat seorang pria terbaring di tempat tidur. A-amie!Pria yang sedang terpejam dengan tangan memeluk foto itu terbuka. Dua pasang mata yang penuh kerinduan saling beradu. "Anakku ... maafkan Ayah!" Wijaya mengusap kepala putrinya dengan linangan air mata."Amie yang minta maaf, Ayah!" Aminah memeluk tubuh pria yang selama dua puluh tiga tahun ia rindukan."Jangan pergi lagi, Nak. Ayah janji akan menuruti semua keinginanmu," ucap Wijaya lirih."Amie janji tidak akan pergi meninggalkan ayah." Aminah menciumi wajah ayahnya yang sudah banyak berubah.Bu Ajeng dan Kinara yang menyaksikan pertemuan antara ayah dan putrinya tak bisa menahan air mata harunya.***Indah heran dengan perubahan sikap Euis. Gadis yang biasanya pendiam dan kaku, kini terlihat lebih ceria. Begitupun dengan guru-guru di sekolahnya."Saya sebagai wali kelasnya salut sekali. Apa yang ditakutkan kami selaku pendidik justru terbalik. Kebanyakan k
Siang itu, Indah kedatangan tamu yang mengaku ayahnya Euis. Bik Wati yang mengantar pria tersebut ke rumah Bu Aminah karena Indah sedang menunggu kepulangan ibunya. "Apa benar Bapak ini ayahnya Euis?" Indah menatap pria di depannya. Kalau di lihat dari penampilannya mungkin seumuran dengan Danang."Iya. Tiga tahun yang lalu saya bercerai dengan Lilis. Hak asuh pengadilan agama waktu itu jatuh pada mantan istri saya." Indra menundukkan kepala. "Euis memang tinggal bersama saya. Bukan saya tidak percaya dengan Bapak, tapi saya heran mengapa selaku Ayah kandungnya baru menemui Euis sekarang ini?" Indah merasa geram melihat pria yang memasang wajah penuh penyesalan."Maafkan saya. Keadaan menyulitkan saya untuk bisa pulang," jawab pria tersebut."Memangnya Bapak tinggal di mana? Sampai tak bisa pulang di saat anaknya dalam masalah besar." Indah berusaha menahan gejolak dada. Setidaknya ia harus memberi kesempatan pada pria yang mengaku orang tua Euis."Saat saya mendapat kabar tenta
"Astaghfirullah. Kang Danang itu benar-benar biadab!" Bu Aminah mengepalkan tangannya."Sayang dia sudah meninggal dunia jadi sulit bagi saya untuk mendapatkan langsung keterangan tentang bayi yang dia culik." "Sayang sekali kalau begitu. Saya jadi kehilangan jejak," sesal IndraBerbagai praduga memenuhi pikirannya indah. Namun ia tak ingin cepat menyimpulkan. Kalau memang bayi Pak Indra yang hilang diculik oleh Danang, besar kemungkinan bayi itu adalah dirinya."Benar kata Nak Indah tadi, kita tak pernah tahu cara Tuhan mengatur pertemuan. Berharap putri saya masih hidup dan bisa secepatnya di pertemukan," tutur indra."Ibu sama Pak Indra mengapa menatapku seperti itu?" Indah salah tingkah saat melihat Bu Aminah dan pak Indra menatapnya."Apa ada tanda lahir atau ciri-ciri lain pada putri Bapak?" Bu Aminah malah memberi pertanyaan pada Pak Indra."Yang saya ingat di bagian kiri punggung Anjani ada tanda lahirnya.""Anjani?""Itu nama Putri saya yang hilang," jawab Indra."Masya
"Kalau boleh tahu, kenapa bunda bisa masuk rumah sakit jiwa?" Indah akhirnya mengungkapkan rasa penasarannya."Ayah terpaksa harus memasukan Bundamu ke rumah sakit jiwa. Ayah tak bisa kalau setiap saat mengontrol kondisi Bundamu yang selalu mengamuk,""Lima tahun kami menunggu kehadiran seorang anak, namun setelah kamu lahir malah di culik orang. Itulah yang membuat Bundamu depresi dan berusaha mengambil bayi yang ia kira anaknya yang hilang."Bukan Ayah tak mau merawat Bundamu tapi kerja di laut itu tak bisa pulang ke rumah setiap hari.""Tadi waktu Ayah ngajak untuk bertemu Ibu, Indah kira mau ke kantor polisi bertemu Bu Lilis.""Ayah menikahi Lilis setelah lima tahun Bundamu di rumah sakit jiwa. Namun Ayah salah memilih wanita. Selain materialistis dia juga beberapa kali ketahuan selingkuh." "Berati, Indah sama Euis satu ayah beda Ibu?""Betul sekali, Nak. Ayah harap kamu bisa menerima Euis dan menyayangi dia walau kalian terlahir beda Ibu.""Indah sudah sayang sama Euis jauh s
Malam Minggu memang waktunya buat para muda mudi menikmati malam panjang. Walau sampai sekarang ngga ada yang bisa mengukur seberapa panjangnya dengan malam-malam yang lain. Malam naas bagi para jomblo. Itu kata Euis.Tampak kedai Indah malam itu sangat ramai pengunjung. Aroma jagung bakar dan wedang jahe seolah ingin mengusir udara Lembang yang terkenal dengan hawa dinginnya. Pasangan muda-mudi terlihat asik mengobrol di atas tikar sambil menikmati menu jajanan yang ada di tempat Indah. Saung terbuka yang terletak di pinggir jalan raya memang sangat strategis. Di sini kita bisa melihat kecantikan kota Bandung malam hari yang seperti berada di lembah."Lihat putri kita, dia percis bunda waktu masih muda. Ayah jadi ingat awal kita bertemu." Indra meraih jemari istrinya."Iya. Dulu Ayah pembeli jagung bakar bunda yang paling setia. Ngga tahunya ada udang di balik jagung." Diah tersipu."Alhamdulillah kita sekarang bisa berada di sini. Setelah melewati waktu yang begitu panjang. Mung
"Jadi Ayah sama orang tua Kang Milan sudah saling kenal?" "Iya, Nak. Kami dulu pernah tinggal bertetanggaan. Ya Allah, ngga nyangka kita bisa bertemu kembali setelah sekian lama." Indra menepuk-nepuk bahu Pak Dahlan."Dunia ini memang sempit, ya, Teh." Bu Diah merangkul bahu ibunya Milan. Mereka benar-benar terlihat akrab."Terus terang saya masih belum percaya kalau ini teh beneran nyata. Soalnya tadi waktu dikasih tahu ada tamu, saya baru saja lelap," ucap Bu Diah sambil menepuk-nepuk pipinya."Beneran atuh, Teh. Tuh lihat suami kita, duduknya mani kaya pengantin baru.""Bunda mah syirik saja. Memangnya kalian berdua juga engga? ini Kita sampe lupa sama anak-anak kita." Pak Dahlan menggeser duduk memberi tempat untuk Milan."Indah, kenalkan, ini teman Ayah namanya Pak Dahlan dan itu istrinya, Bu Dian. Kami dulu sangat dekat cuman sayang Pak Dahlan di pindah tugaskan. Pindah ke mana waktu itu, Kang?""Waktu itu kami di pindah tugaskan di daerah Kuningan Jawa-barat. Coba dulu sudah a