Tepat pada saat malam pertamanya, Joseph Hunter harus menyaksikan sang istri--Camila Reyes--terjatuh ke laut, dalam upaya pelarian mereka dari ayah Camila yang tidak merestui pernikahan mereka. Dengan kondisi nyaris tewas, Joseph diselamatkan oleh pria misterius yang membuatnya terikat dalam kontrak hitam. Joseph harus mengejar pemimpin kartel The Demon, mafia senjata ilegal dan obat-obatan terlarang paling dicari di Amerika. Hingga suatu ketika, Joseph bertemu dengan seorang wanita bernama Vanessa, yang memiliki wajah sangat mirip dengan Camila. Sialnya, Vanessa adalah kekasih dari musuh bebuyutannya dari masa lalu. Sebuah fakta yang terungkap, membuat Joseph terperosok semakin jauh ke dalam dendam dan kebencian. Hingga dia harus berjuang untuk sebuah kepercayaan.
view more"I do," jawab wanita cantik dengan gaun sederhana berwarna putih sambil menatap lekat pada pria yang sangat dicintainya.
Janji suci telah terucap. Sepasang mempelai telah selesai melangsungkan ritual sakral mereka. Gurat kebahagiaan tak mampu lagi mereka tutupi. Hingga pendeta mempersilakan kedua mempelai untuk menutup ritual itu dengan ciuman penuh cinta mereka.
"You may kiss the bride," ucap si Pendeta sambil tersenyum bahagia menyaksikan betapa dua insan itu dimabuk cinta.
"I love you with all my heart and soul, Baby," ucap si pria sebelum menyatukan bibirnya dengan bibir si wanita yang sangat dicintainya itu.
"And I love you like you are my life, Baby," balas si wanita setelah mereka melepaskan ciumannya.
Tidak ada tepuk tangan riuh tamu undangan. Tidak ada ritual melempar bunga. Keduanya resmi menjadi pasangan suami istri di hadapan Tuhan, dengan disaksikan oleh sepasang suami istri penjaga rumah yang mereka sewa.
"Kami akan pergi ke kota untuk beberapa hari, Sir. Silakan menikmati bulan madu kalian," ucap pria penjaga rumah itu.
Tinggal satu atap dengan sepasang pengantin baru, bukanlah ide yang bagus. Sepasang suami istri penjaga rumah itu sengaja meninggalkan pasangan pengantin baru tersebut. Mereka ingin memberikan privasi bagi pasangan itu untuk menghabiskan waktu berdua.
"Hanya ada kita berdua sekarang," bisik manja si wanita.
Wanita itu berdiri nyaris tanpa jarak dengan si pria sambil menggigit bibir. Tangan lembutnya menari-nari di atas permukaan kulit suaminya, membentuk pola acak dengan gerakan menggoda, mulai dari rahang, leher hingga dadanya. Perlahan jari-jari lentik itu mengurai kancing kemeja yang masih melekat di tubuh suaminya.
Tak butuh waktu lama, tubuh bagian depan pria itu telah terbuka, menampilkan bulu-bulu halus di sekitar dadanya yang memanggil-manggil untuk disentuh.
Sebenarnya, pria itu telah mati-matian menahan diri. Sesuatu di bawah sana sudah menggeliat ingin dibebaskan. Hanya saja, dia ingin memberi kesempatan pada istrinya untuk memulai.
Pria itu menggeram sambil memejamkan mata saat tangan istrinya mulai bergerak nakal di bawah sana.
"I'm all yours, Baby," bisik wanita itu parau sebelum akhirnya berjinjit dan mencium bibir suaminya.
Seperti tidak mau membuang waktu lagi. Wanita itu mulai memimpin permainan. Dalam waktu singkat, tubuh mereka telah terbakar gairah. Si pria segera mengambil alih dengan mengangkat tubuh istrinya dan membawa wanita yang sangat dia cintai itu ke ranjang, tanpa melepaskan pagutan mereka.
Pria itu menjatuhkan istrinya di atas ranjang seraya menjauhkan wajah. Dia menatap lekat wajah cantik sang istri sambil membelai pipinya. Begitu pula wanita itu. Untuk sesaat, mereka menikmati momen dengan menyelami tatapan memuja satu sama lain, sebelum akhirnya mereka menyerahkan diri pada hasrat manusiawi yang sudah menggelora.
"I love you, Camila," bisik pria itu di sela luapan gairah yang semakin membakar jiwa dan raganya.
"Please... Joseph ...," mohon Camila dengan mata sayu yang berkabut, menahan sesuatu di dalam dirinya yang sangat mengharapkan sentuhan lebih dalam dari sang suami.
Pria itu mengakhiri pergulatan panas mereka dengan mendekap erat sambil menciumi kening Camila. Dia membiarkan wanita yang sangat dicintainya itu meringkuk, mencari kehangatan dan kenyamanan dalam dekapannya.
Tubuh yang lelah, membuat Camila begitu cepat terhanyut dalam alam bawah sadar. Dengan lembut Joseph menyibak rambut yang menutupi wajah wanita itu. Joseph tersenyum, melihat wajah damai Camila. Jemarinya bergerak perlahan, menelusuri wajah cantik Camila, seolah sedang menghafal setiap lekuk wajah istrinya.
"Aku akan melakukan apapun untukmu, Camila," bisiknya lembut di atas kepala wanita itu sebelum dia menyerahkan kesadaran pada alam mimpi.
Ucapan itu bukan semata ungkapan perasaan, namun itu adalah janji Joseph untuk Camila. Janji yang akan selalu dia pegang selama dia masih bernapas dan selama jantungnya masih berdetak.
Kedua mata Joseph yang tadinya terkatup rapat, tiba-tiba terbuka. Meski samar, dia bisa mendengar derap langkah seseorang di sekitar rumahnya.
Dengan meminimalisir suara, Joseph memungut celana yang tergeletak di lantai lantas mengenakannya. Dia membuka sedikit tirai kamar untuk melihat situasi di luar. Tidak ada apapun yang mencurigakan, tapi dia tahu ada seseorang yang sedang berusaha untuk masuk ke rumahnya.
Joseph berbalik, meninggalkan jendela kamarnya. Dia menyambar kemeja yang ada di ujung ranjang lalu memakainya. Setelah itu, dia membangunkan Camila.
"Camila, bangun," bisik Joseph sambil menggoyang pelan bahu istrinya.
Wanita itu menggeliat pelan lalu membuka kelopak matanya perlahan. Dia tersenyum melihat wajah Joseph yang begitu dekat dengannya.
"Kau mau sekali lagi?" tanyanya dengan suara serak dan senyum lemah.
Joseph tersenyum lantas berkata, "Aku selalu ingin melakukannya, tapi sekarang kau harus segera memakai pakaianmu."
Camila segera membuka matanya lebar-lebar saat mendengar jawaban Joseph. Dia mengerutkan wajah kebingungan.
"Ada seseorang di sini. Pakailah pakaianmu, Sayang," tutur Joseph.
Raut wajah Camila langsung berubah pias. Dia beringsut duduk sambil menarik selimut hingga batas dadanya.
"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Camila panik. Wanita itu melarikan pandangannya dengan liar karena ketakutan.
"Hei... hei... tenang! Ada aku di sini," bisik Joseph sambil menangkup sisi wajah Camila, menatap lekat kedua matanya untuk memberikan ketenangan.
"Berpakaianlah, kita harus pergi dari sini," ucap Joseph lagi.
Wanita itu mengangguk lantas mulai mengenakan pakaian yang tadi dia kenakan. Begitu selesai, Joseph menggenggam erat tangan Camila dan membimbingnya mengendap-endap untuk keluar dari rumah itu.
Mereka berhasil keluar dari kamar, namun sesaat kemudian tendangan keras mendarat di tubuh Joseph hingga membuat genggaman tangannya pada Camila terlepas.
Camila menjerit histeris, sementara Joseph berusaha bangkit dan melawan orang itu. Adu pukul pun tak bisa dihindari lagi. Joseph berusaha sekuat tenaga melawan pria penyusup tersebut. Begitu lawannya tumbang, Joseph tidak melewatkan kesempatan itu untuk membawa Camila keluar dari rumah.
Mereka berhasil berlari sampai ke halaman. Namun tak berselang lama, langkah kaki mereka dihujani oleh tembakan senjata api. Tidak ada tempat untuk berlindung, tidak ada waktu untuk berhenti berlari. Joseph membawa Camila masuk ke dalam hutan. Di tengah pekatnya malam, Joseph dan Camila terus berlari menerabas semak dan tumbuhan liar yang ada di hadapan mereka.
"Teruslah berlari, aku akan menahan mereka," ucap Joseph saat dia merasa pelariannya akan sia-sia jika tidak ada yang menahan orang-orang itu.
Camila menggeleng. "Tidak, aku tidak akan meninggalkanmu di sini," tukasnya.
Joseph menangkup wajah Camila. "Dengarkan aku, Camila! Aku akan segera menyusulmu. Kau ingat jalan setapak menuju tebing? Tunggu aku di sana, okay?"
Wajah cantik Camila telah basah dengan air mata. Bukan hanya takut dengan kegelapan malam dan hewan buas di dalam hutan, tapi dia juga takut akan terjadi sesuatu pada suaminya.
"Jangan takut, Sayang. Kau lihat bintang itu?" Joseph menunjuk rasi bintang orion di langit barat. "Ikuti arah bintang itu, maka kau tidak akan tersesat. Aku akan segera datang menjemputmu," kata Joseph.
Tangis Camila semakin menjadi. Tapi dia tidak punya waktu lagi untuk sekadar merasa takut. Yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah percaya pada Joseph. Dia memeluk erat tubuh pria itu lalu menciumnya sebelum berlari mengikuti arah rasi bintang yang ditunjuk suaminya tadi.
"Run, Baby! Run! Don't look back!" perintah Joseph saat Camila berkali-kali berpaling padanya.
Sementara Joseph, pria itu bersembunyi di balik pohon menunggu orang-orang yang mengejarnya. Salah satu dari mereka datang, dengan cepat Joseph menendang tubuh orang itu lalu menghujaninya dengan pukulan tanpa ampun hingga orang itu tidak berdaya.
Satu orang lagi datang menyerang Joseph dari belakang. Joseph tersungkur, namun dia bisa bangkit dengan cepat dan memberikan serangan balasan hingga orang itu tumbang.
Joseph tetap waspada melihat situasi. Ketika di rasa aman, dia kembali berlari menyusul Camila. Namun ketika sampai di tengah jalan, sebuah timah panas melesat dan menyerempet lengannya. Joseph berbalik dan mendapati beberapa orang mengepung.
Meski dengan tangan kosong, Joseph tidak gentar menghadapi kepungan orang-orang itu. Satu persatu dari mereka berhasil Joseph tumbangkan meski dia harus mendapat luka di beberapa bagian tubuh yang menghambat pergerakannya.
Tertatih-tatih Joseph kembali menyusul Camila. Dia hanya terus berlari tanpa menghiraukan rasa sakit yang mencoba menguasai dirinya. Hingga akhirnya, dia sampai di tempat yang dia janjikan pada Camila. Namun, lagi-lagi hal tidak terduga terjadi. Di depan sana, Camila tampak sedang berjuang untuk melepaskan tangannya dari cekalan dua orang pria yang masing-masing dari mereka menahan satu tangan Camila.
"Camila!" seru Joseph sambil berlari mendekat.
"Joseph, tolong aku!" jerit Camila yang masih meronta mencoba melepaskan diri.
Satu pria itu melepaskan tangan Camila dan berlari menerjang Joseph. Di saat Joseph sedang disibukkan dengan lawannya, di depan sana, Camila berhasil mengehempas cekalan di tangannya hingga terlepas. Namun nahas, saking kerasnya dia menarik tangan dari pria itu, tubuhnya terhuyung ke belakang lalu kakinya tergelincir hingga membuatnya terjatuh dari atas tebing.
Jerit ketakutan Camila berhasil menarik perhatian Joseph yang sedang berduel. Sekuat tenaga Joseph berlari ke tepi tebing, namun sudah terlambat. Dia hanya mampu menyaksikan tubuh Camila yang tertelan besarnya gelombang air laut.
"CAMILA ...!!!" Sekuat apa pun Joseph memanggil, tubuh Camila tidak pernah muncul kembali.
Joseph merasakan tubuhnya ditarik paksa oleh seseorang. Bukan untuk membantunya bangkit, melainkan untuk di hajar habis-habisan. Berapa pun banyaknya pukulan dan tendangan yang mendarat di tubuhnya, semua itu tidak mampu membuat Joseph mengerang kesakitan. Bahkan beberapa timah panas yang menembus kulitnya tak mampu membuat pria itu mengeluh. Raga dan jiwanya telah mati rasa bersama kepergian Camila. Sampai dia merasakan gelap menjemput.
Ruangan itu terasa begitu sunyi meskipun ada orang di sana. Joseph baru saja menunjukkan pada Camila sebuah rekaman asli yang diambil dari markas The Demon pada saat penyerangan. Dalam rekaman itu terlihat dengan jelas, peluru dari senjata siapa yang melesat dan menewaskan Andrew Reyes. Tangan Camila gemetar ketika perempuan itu menyingkirkan ponsel yang disodorkan oleh Joseph. “Cukup,” lirih wanita itu dengan bibir pucat yang bergetar, seraya memejamkan mata rapat-rapat. “Dengar, Camila.” Joseph mengubah posisi duduknya menjadi serong ke arah sang istri. Dia ambil tangan Camila lalu menggenggamnya. “Selain ibuku, kau adalah orang yang paling mengenal diriku. Saat aku mengatakan bahwa aku tidak membunuh ayahmu, maka aku mengatakan yang sebenarnya. Aku berada dalam dilema besar antara tugas dan dirimu. Dan aku memang tidak akan sanggup melakukannya,” tutur pria itu. Dalam keadaan kelopak mata yang masih terpejam, Camila melepas napas dalam. Bulir air mata menetes dari celah netra, s
Tubuh Jill terempas dan menabrak Joseph. Kuatnya entakan peluru itu membuat si wanita ambruk seketika.“Jill!” seru rekannya yang lain.Dreyfus yang waktu itu masih berada di jarak lumayan jauh pun langsung berlari mendekat untuk melihat kondisi gladiatornya.“Apa yang kau lakukan?” Joseph memangku kepala wanita itu sambil menatap khawatir. Beberapa kali perhatiannya terdistraksi oleh darah segar di perut Jill.Jacob menekan kuat luka tembak itu untuk meminimalisir darah yang keluar. Kendati demikian, darah yang terlanjur mengucur sudah cukup banyak dan membuat wanita itu tampak begitu kesakitan.“Bagaimana kondisinya?” tanya Dreyfus seraya menekuk lutut di dekat Jill.“Aku butuh sesuatu untuk menyumbat luka ini,” ujar Jacob saat melihat darah yang tetap merembes dari bawah telapak tangannya, meski luka itu sudah dia tekan cukup kuat.Mendengar penuturan rekannya itu, Joseph langsung melepas kaus yang dia kenakan dan memberikannya kepada Jacob.“Gunakan ini,” kata Joseph.Dengan sigap
Senyum miring di bibir pria itu membuat Dreyfus tak bisa berkata-kata. Wajah Abram Federov tentu sudah tidak asing lagi baginya. Namun, sosok di sisi yang berlawanan dengan Abram lah yang membuat Dreyfus tercengang bukan main. Pria yang tampak seperti sedang tersenyum lebar, namun hanya satu sudut bibirnya yang tertarik ke atas.“Remember me?” Pertanyaan itu terdengar sangat bodoh di telinga Dreyfus. Ah, dan jangan lupakan Jacob serta Helena yang juga membuka bibir dengan kelopak mata melebar. Ekspresi yang sama dengan yang ada di wajah Dreyfus.“Ini tidak mungkin,” gumam Jacob.“Aku pikir dia sudah mati,” timpal Helena.“Aku seperti melihat hantu,” balas Jacob dengan netra tak lepas dari sosok itu.Tak jauh dari kedua gladiator itu, Jill terlihat seperti berusaha mengingat siapa pria yang sedang tersenyum puas melihat keterkejutan mereka. Jill tidak tahu siapa pria itu. Namun, dia merasa seperti pernah melihat wajah ini di suatu tempat. Untuk itu, Jill berusaha menggali ingatan tent
Melihat dua putra Blight saling mengacungkan senjata, bukanlah hal yang aneh untuk Dreyfus dan para gladiatornya. Karena mereka sudah sama-sama tahu bahwa ini adalah tujuan Joseph kembali ke mansion. Yaitu untuk memancing Julian keluar dari tempat persembunyian lalu menuntaskan misi.Hanya saja, untuk pihak lain yang saat itu juga ada di sana, pemandangan ini menjadi hal yang sangat menarik untuk disaksikan. Orang-orang The Assassin serempak menurunkan senjata—meski tetap tidak mengurangi kewaspadaan, demi untuk dapat melihat duel senjata ala koboi yang dilakukan Julian dan Joseph.“Ini akan menjadi tontonan yang menarik,” gumam Federov seraya menoleh pada pria di sampingnya.Di depan sana, Julian tampak sangat marah. Sebenarnya, dia sudah tidak begitu terkejut dengan hal ini. Namun, posisinya saat ini sungguh tidak menguntungkan. Posisinya lemah, hanya ada Morgan yang bersama dirinya. Julian seperti sedang menghadapi dua kubu lawan yang menginginkan kematiannya. Dan sekarang, dia sed
Perhatian Joseph dan Julian terfokus pada Camila yang datang dengan berderai air mata.Wanita itu langsung meminta Morgan untuk mengantarnya ke mansion ketika dia tahu bahwa Julian sedang berada di tempat tersebut untuk menghentikan Joseph yang sedang berusaha merusak kenangan Georgina.“Hentikan apa pun yang kalian lakukan!” jerit Camila untuk kedua kali.“Nona,” panggil Morgan seraya menahan tangan Camila yang berjalan mendekat ke arah dua pria yang sedang berkelahi itu.“Lepaskan tanganku!” sentak Camila seraya menepis tangan Morgan. Wanita itu masih terus berjalan ke arah dua pria di hadapannya.Masih tak melepaskan cengkeraman satu sama lain, Julian memberi titah dengan suara keras, “Tetap di tempatmu, Camila!”Wanita itu tersentak. Tak pernah sekalipun dia mendengar Julian membentak dirinya seperti ini. Selama bersama pria itu, Julian selalu memperlakukannya dengan sangat lembut. Keterkejutan itu membuat gerak kaki Camila berhenti. Si wanita menatap nanar pada Julian, seolah tak
Auman Julian seolah menggetarkan seluruh bangunan, mengalahkan deru mesin ekskavator yang sedang mengeruk tanah untuk dijadikan kolam raksasa. Orang-orang yang ada di sana menoleh ke arah sumber suara. Tak terkecuali Joseph yang sedang mengawasi para pekerja. Saat melihat Julian berdiri di sana dalam keadaan masih benyawa, perlahan sudut bibir pria itu terangkat, membentuk senyum miring sarat kepuasan.“Hentikan apa pun yang sedang kalian lakukan!” perintah Julian dengan suara menggelegar, seraya melotot pada para pekerja.Deru mesin ekskavator pun berhenti saat si Operator mematikannya. Mereka tahu siapa pria yang baru saja berteriak memberi perintah itu. Memangnya siapa yang tidak mengenal wajah Julian Blight? Pengusaha sukses yang wajahnya wara-wiri di berbagai media cetak maupun elektronik. Terlebih lagi beberapa pekan terakhir, di mana Julian dikabarkan meninggal dunia dalam tragedi Pulau Horsche. Dan ketika mereka melihat sosok itu kini sedang berdiri menghadap mereka dengan tat
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments