Share

4. Tabiat buruk

SEBUNGKUS MIE INSTAN #4

Karena langit semakin pekat aku memutuskan untuk memesan ojek online dari pada aku sendiri yang capek dan sakit karena besok masih harus kerja lagi. Lebih baik aku pikirkan saja alasan yang tepat sambil jalan.

Usai menunggu beberapa menit, akhirnya ojol yang aku pesan sampai juga.

Di sepanjang perjalanan, aku terus memikirkan alasan yang tepat untuk aku sampaikan pada suamiku.

Tidak terasa setelah tiga puluh menit ojol yang aku tumpangi sampai di depan rumah. Aku segera turun dan segera menyelesaikan pembayaran.

Perlahan aku melangkah dan ketika sampai di depan pintu pagar rumah yang sengaja di pasang mika plastik agar tidak terlihat dari luar. Aku mendapati mobil suamiku ada di rumah. Lalu kenapa ia tidak juga datang menjemput istrinya ini.

Mas Jimmy adalah pengangguran tetapi dia akan tersinggung bahkan akan jika disebut demikian. Ia beralasan menjaga anak, mengantar dan jemput aku bahkan berbohong dengan mengatakan jika ia juga telah gantikan tugas aku di rumah.

Pembohong besar. Aku tidak hanya sebagai tulang punggung tetapi juga ba*u gratisan untuk mereka.

Aku ingin lepas, tapi jiwaku terasa terperangkap di suatu tempat. Aku dipaksa tunduk dan takut pada suami dan juga keluarganya.

Aku merasa ada yang tidak baik-baik saja dengan diri ini. Tapi untuk mengungkapkannya sangat sulit bahkan orang mungkin tidak akan percaya.

Aku seolah-olah sengaja dibuat tunduk dan bergantung pada mereka.

Aku segera melangkah dan berhenti tepat di depan pintu.

"Baru pulang kamu! Kamu tahu sudah jam berapa ini, hah! Kelayapan kemana saja kamu!" Saat tangan ini hendak memutar gagang pintu. Tiba-tiba saja pintu terbuka, dan aku dikagetkan oleh suara suamiku yang tiba-tiba saja mencacii-maki aku. Harusnya pertanyaan itu keluar dari mulut ku. Kemana dia yang biasanya selalu datang menjemput dan tega membiarkan istrinya menunggu hingga berjam-jam.

Aku menatap mata suamiku, namun anehnya keberanian yang tadi sudah aku tata sedemikian rupa nyatanya lenyap begitu saja di depan mas Jimmy.

"Aku dari tadi nungguin kamu, Mas. Aku juga sudah puluhan kali menghubungi nomer kamu tapi tidak aktif. Biasanya kamu yang datang menjemput, kenapa juga tidak ada kabar. Kantor sudah sepi tidak ada orang akhirnya aku nekad pulang." Aku beralasan dan memang alasanku ini adalah benar adanya.

"Manja kamu, kalau suami gak jemput itu mikir, inisiatif atau apa," rutuk-nya. "Sudah sana, Kamu masuk." Mas Jimmy menarik tanganku dan setelahnya ia mendorongku hingga aku hampir saja tersungkur di atas lantai.

"Aku kira kamu itu nyiapin kejutan untuk ulang tahun ibuku. Tapi apa? Kamu bikin kecewa. Aku dan lainnya baru saja keluar makan malam ngerayain ulang tahun ibu. Tapi sampai di rumah kamu tidak menyiapkan apapun bahkan kamu sengaja pulang terlambat. Apa kamu memang sengaja? Kamu sengaja buat ibuku kecewa!"

Belum juga aku duduk dan berniat minum air putih karena tenggorokan dari tadi sudah terasa kering, perut juga terasa perih karena terakhir kemasukan makanan adalah saat makan tadi siang.

"Baru pulang kamu, Kar? Apa kamu lupa hari ini hari apa?" dari arah dalam muncul ibu mertua dengan wajah ketusnya. Jika dua manusia ini menunjukkan ketidak persahabatan maka tamatlah riwayatku. Alamat malam ini aku tidak akan bisa tidur nyenyak karena jika sudah seperti ini makan baik ibu maupun mas Jimmy akan menghukum aku dan dan menyuruhku agar aku tidur di teras belakang.

"Iya, Bu. Tadi Sekar sengaja nungguin mas Jimmy tapi mas Jimmy gak datang jemput Sekar juga gak kasih kabar kalau gak bisa jemput."

"Alasan!" cibir ibu mertuaku. "Kamu pasti beralasan kan. Sengaja kamu telat-telat in pulangnya biar gak capek-capek nyiapin kejutan. Apa kamu dari jauh-jauh hari nyiapin kejutan dan kado untuk orang tua sendiri. Padahal cuma setahun sekali. Kamu iri dasar menantu perhitungan tidak bisa dibanggakan sama seperti orang tua kamu. Dikasih harta melimpah tapi pelit sama anak menantu." Ibu mertua terus mencaci bahkan sampai membawa nama orang tuaku hanya karena hal kecil. Masalah ulang tahunnya. Umur sudah tua juga tapi tingkah dan cara berpikir seperti anak kecil.

Apa aku tidak salah dengar dia mengatakan bahwa menantunya ini pelit tidak bisa dibanggakan. Memangnya selama lima tahun ini siapa yang sudah ngasih dia dan anak-anaknya makan. Bahkan meski uangnya ini rela mengalah dan menahan keinginan hanya agar mereka senang.

Aku yang selama lima tahun ini hanya bisa melihat mereka menikmati apa yang sudah aku hasilkan. Bahkan demi menyenangkan mereka aku rela berganti pakaian dengan pakaian yang sudah tidak dipahami lagi oleh anak perempuannya.

Aju sadar perlakuan mereka. Tapi entah mengapa sulit untuk memberontak. Sulit untuk melepaskan diri dari mereka. Pikiran dan hatiku seolah sengaja diikat oleh mereka. Anakku yang menjadi salah satu kelemahanku juga ada dalam kuasa dan kendali mereka. Putra semata wayangku sengaja dijauhkan dan dijaga jaraknya dengan ibu kandungnya sendiri oleh mereka.

"Kamu sudah siapkan kado apa untuk ibu, Kar?" Mas Jimmy tiba-tiba menyela. Bukan meyelamatkan tapi keberadaan seperti sengaja untuk memperkeruh keadaan.

"Maaf, Mas. Aku tidak ada menyiapkan kado untuk ibu. Aku benar-benar tidak ingat jika hari ini adalah hari ulang tahun ibu kamu ..."

"Apa ...!'"

Plak!

Pipi ini tiba-tiba terasa panas. Iya, dengan sadarnya tangan suamiku telah melayang di pipiku.

"Apa aku tidak salah dengar! Kamu tidak siapkan kado untuk ibu? Menantu macam apa kamu itu!"

"Aduh, sakit, Mas!" Aku merintih kesakitan karena rambutku ditarik dengan kuat oleh suamiku dan ibu mertuaku hanya melihatnya dengan tatapan puas melihat kesakitanku.

"Aku tidak ada uang, Mas untuk beli kado. Semua uangku dan ATM ku kamu yang pegang. Bagaimana aku bisa belu kado buat ibu."

"Tutup mulut kotor mu itu. Jangan pernah lagi aku dengar kamu mengatakan uangku. Uangmu adalah uangku. harusnya kamu pakai otak bagaimana caranya agar bisa menyiapkan kado spesial untuk ibu mertuamu sendiri. Bukannya tiap hari aku kasih kamu pegang uang sepuluh ribu. Harusnya dari uang itu kamu tabung. Toh tiap pergi dan pulang kerja aku yang ngantar dan jemput kamu."

Aku seperti berada di dalam neraka. Sudah badan capek, perut perih, masih juga mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari suami dan juga ibunya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status