Hola, happy reading and enjoy!
Teman tapi Mesra "Mau minum kopi? tanya Romero saat Sheila menjawab panggilan telepon dari pria tampan itu. "Kurasa aku tidak perlu kopi malam ini," jawab Sheila seraya menatap pantulan dirinya di cermin yang terbalut jubah mandi berwarna merah muda dan handuk berwarna senada di kepalanya. Kelelahan terlihat di wajah cantiknya. "Si Gila Kerja menolak untuk minum kopi. Hmmm... tidak seperti biasanya." "Aku sedang tidak memerlukan caffeine malam ini, besok aku ada persidangan pagi-pagi sekali," ucap Sheila seraya menyentuh tengkuknya yang terasa pegal. Sepertinya ia perlu pijatan dan spa. "Kalau begitu bagaimana dengan makan malam?" tanya Romero. Sheila berpikir sejenak, di kulkasnya hanya ada beberapa potong roti, ham, dan buah-buahan. Ia hampir tidak memiliki waktu mengurus dirinya sendiri seiring dengan banyaknya klien yang ditanganinya. "Tidak. Aku tidak ingin mengganggu waktu kencan kalian," jawab Sheila setelah menimbang-nimbang mungkin akan berada di antara Romero dan kekasih sahabatnya. "Dia sudah pergi," ucap Romero kemudian berdehem. "Buka gorden jendelamu, aku sudah lama sekali tidak melihatmu." Sheila mengejawantahkan perintah Romero, dibukanya tirai jendelanya dan di seberangnya Romero hanya mengenakan handuk yang melilit rendah di pinggangnya. Satu tangannya berpegangan pada kusen jendela dan tangan satunya memegangi ponselnya. Sialan. Pria itu pasti baru selesai mandi setelah melakukan seks dengan kekasihnya. Sheila tersenyum memikirkannya. "Baiklah." "Lima belas menit, aku menunggumu di mobilku." "Lima belas menit? Hei, itu tidak cukup!" "Lima belas menin, waktumu tinggal empat belas menit sepuluh detik, Nona." "Sialan!" Sheila mengumpat lalu melemparkan ponselnya ke atas tempat tidur dan melepaskan seluruh kain yang menempel di tubuhnya lalu mengaduk-aduk lagi pakaian dalamnya, memilih pakaiannya dengan cepat lalu mengaplikasi lipstik di bibirnya dan menyambar tasnya. Wanita itu berlari-lari kecil keluar rumahnya. "Akan kuingat hari ini, Romero!" ucapnya seraya membanting pintu mobil Romero. Romero terkekeh dan menginjak pedal gasnya. "Apa yang akan kau lakukan?" "Membuat video seksmu dan menyebarkannya." Romero tertawa keras. "Video seks bersamamu?" "Bersama kekasihmu, Bodoh!" Romero tiba-tiba menepikan mobilnya dan menatap Sheila. "Kapan terakhir kau melakukan seks?" "Aku benar-benar lupa. Aku tidak memiliki banyak waktu luang sepertimu." "Aku hanya mengingatkan, seks itu penting." Sheila memutar matanya dengan enggan. "Kau tidak perlu mengingatkanku pada hal seperti itu, oke? Omong-omong, untuk apa kita berhenti di tepi jalan seperti ini?" Romero menyeringai. "Bagaimana performaku tadi?" "Aku tidak melihat secara keseluruhan. Jadi, aku tidak tahu," jawab Sheila dengan ketus. "Aku bisa membuat reka ulang adegan itu." "Dasar, Mesum!" Romero tertawa renyah lalu kembali mengemudikan mobilnya menuju sebuah cafe sekaligus bar, di sana mereka baru saja melewati pintu ketika berpapasan dengan seorang wanita separuh baya yang menyapa Romero. "Hai, Romero." Wanita itu tersenyum ramah kepada Sheila. "Hai, Mrs. George. Kau di sini juga?" sapa Romero. "Ya. Hidangan di sini sangat lezat. Sayangnya klienku membatalkan janji padahal aku terlanjur memesan ruangan VIP." Mrs. Goerge adalah istri dari atasannya dan wanita itu adalah seorang jaksa. "Sayang sekali. Apa kau mau bergabung bersama kami?" "Kurasa tidak, aku tidak ingin mengganggu anak muda berkencan," kata Mrs. George dengan nada ramah dan ringan. Romero menyeringai mendengar ucapan Mrs. George. "Itu bukan masalah bagi kami. Bukan begitu, Sayang?" Sheila melotot kepada Romero, tetapi pria itu justru mengedipkan sebelah matanya membuatnya sangat kesal. "Begini, bagaimana jika kalian menggunakan ruangan VIP itu, aku akan bicara pada pelayan." Romero tersenyum senang. "Wow. Kau baik sekali. Terima kasih." Sheila kesal bukan main karena Romero terus saja membuatnya seperti seekor kelinci yang berada di bawah cengkeraman singa hingga tidak berkutik. Ya, tapi itu memang bakat yang sebagai agen DEA Setelah mengejar penjahat yang menyelundupkan narkotika ia harus bekerjasama dengan FBI untuk menginterogasinya. Ia sangat mahir membuat penjahat merasa terintimidasi, tetapi dirinya bukan penjahat. "Lain kali aku akan menamparmu jika kau mengakui aku sebagai kekasihmu lagi!" ucap Sheila setelah Mrs. George menjauh. Namun, Romero justru cengengesan karena ucapan Sheila. Setelah mereka tiba di ruangan VIP yang berada di lantai dua, tempat itu memiliki balkon yang mengarah ke lantai satu dan di sana mereka dapat mendengarkan musik yang dibawakan oleh pemain band juga DJ. Sheila dan Romero berdiri di sana. Romero tiba-tiba memeluk Sheila dari belakang. "Sheila, aku dan Shelomita sudah merencanakan pernikahan." "Selamat," ucap Sheila dengan acuh. "Hanya itu?" "Kalian sudah bersama lima tahun, kurasa itu sudah cukup untuk saling mengenal." "Dan kau?" Orang tua Sheila bercerai, ayah Sheila seorang diplomat yang hampir tidak pernah berada di Chicago. Sementara ibunya sudah menikah lagi dengan pria Rusia dan tinggal di negara suaminya. Ayahnya membeli rumah itu saat Sheila duduk di bangku kelas tiga SMP, mereka sempat beberapa bulan tinggal bersama sebelum ayahnya meninggalkan Chicago untuk pekerjaan dan menikah lagi. Kemudian yang tersisa di rumah itu hanya dirinya yang mau tidak mau harus mengurus dirinya sendiri di usia yang sangat muda. Asisten rumah tangga hanya datang tiga kali dalam seminggu untuk membersihkan rumah, untungnya pemuda sebelah rumahnya, Romero adalah tipe orang yang supel sehingga ia tidak pernah kesepian. Namun, seiring bertambahnya usia mereka jarak di antara mereka mulai terasa karena kesibukan masing-masing. Sheila menghela napasnya dengan tenang. "Aku baik-baik saja." "Tapi, aku tidak." "Apa kau bilang?" tanya Sheila karena Romero mengucapkannya dengan pelan dan bersamaan dengan bunyi musik. "Aku tidak mengucapkan apa-apa." Sheila melepaskan tangan Romero yang melilit di pinggangnya lalu berbalik dan menatap Romero. "Kau mengucapkan sesuatu tadi." "Kau salah dengar. Aku hanya menghawatirkan dirimu." "Kau tahu, 'kan? Aku tidak akan menikah. Aku tidak ingin mengulang kebodohan orang tuaku dan kebodohan klien-klienku."Chapter 29Happy Beberapa hari kemudian, siang itu Sheila dan Cameron duduk berhadap-hadapan di sebuah restoran yang terletak tidak jauh dari kantor Cameron. "Miss Rikkard, aku mengajakmu bertemu karena bermaksud ingin mencabut gugatan perceraianku," kata Cameron. Sheila tersenyum lebar dan matanya berbinar-binar menatap Cameron. "Sungguh berita yang bagus." "Ya. Kurasa itu yang terbaik untuk kami." "Aku bahagia kau membatalkan gugatan perceraianmu," kata Sheila. Dia tidak sedang bermulut manis, tetapi benar-benar mengungkapkan apa yang dirasakannya. Cameron tersenyum. "Aku menyadari jika tidak seharusnya aku meninggalkan suamiku hanya karena sedikit kekurangannya tanpa berkaca kalau aku juga memiliki banyak kekurangan. Hanya saja suamiku tidak pernah mempermasalahkan kekuranganku sehingga aku menjadi lupa diri." Sheila setuju dengan ucapan Cameron, terkadang manusia terlalu sibuk dengan kekurangan orang lain dan tidak menyadari kekurangannya. "Jangan khawatir, semua manusia p
Chapter 29Cherryl dan SeanSementara di dapur Cheryl, setelah Sheila berpamitan pergi dan Jack juga meninggalkan rumahnya, wanita itu berlutut di depan Sean. Mulutnya berisi kejantanan Sean yang kokoh dan berurat. "Cheryl, Sayang," geram Sean seraya memegangi kepala Cheryl. Cheryl mendongak, menyeringai kemudian memaju mundurkan kepalanya sementara tangannya menggenggam kejantanan Sean yang tersisa. "Fuck!" geram Sean lagi, kenikmatan menyelimutinya. Mulut Cheryl terasa sangat lembut dan terlalu hangat hingga ia sepertinya hendak meledakkan dirinya di dalam mulut wanita itu. Tetapi, ia tidak ingin meledak di dalam mulut Cheryl karena itu sama sekali tidak adil bagi Cheryl. Sean menjauhkan dirinya lalu memagut bibir Cheryl yang berwarna merah, ciumannya dalam dan bergairah, sementara tangannya menelusuri punggung dan pinggang Cheryl yang masih dibalut pakaian. "Apa kau sudah memutuskannya?" tanya Sean ketika tautan bibir mereka terlepas. Cheryl membuka matanya, Sean adalah pria
Chapter 24Bertemu Jack Sepulang dari kantor, Shelia tidak langsung pulang karena Cheryl meminta untuk datang ke rumahnya. Kata Cheryl, ada sesuatu yang ingin dibicarakan. Shelia sudah menawarkan berbicara melalui telepon saja, tetapi Cheryl bilang kalau pembicaraan itu tidak bisa dibicarakan di telepon. Karena mereka berteman sudah sangat lama, tentu saja Sheila tidak bisa menolak permintaan Cheryl meskipun sebenarnya ia ingin sekali segera kembali ke rumahnya untuk beristirahat. Otak dan tubuhnya cukup lelah hari ini setelah menangani dua sidang perceraian. Namun, baru saja Shelia memasuki rumah Cheryl yang interiornya didesain penuh dengan kemewahan ia harus menghela napas jengkel karena menyadari jika dirinya masuk ke dalam jebakan Jack. Ia benar-benar geram harus kembali berurusan dengan Jack lagi padahal semua sudah sangat gamblang. Sheila mengabaikan Jack yang melemparkan senyum padanya dan memilih menghampiri Cheryl yang bersandar pada kusen pintu dengan gaya santai seraya
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 21Patah Hati Sheila baru kembali ke rumahnya jam enam sore dan menyempatkan diri mampir ke supermarket untuk membeli bahan-bahan makanan, buah, dan sayuran segar. Setelah menyusun barang-barang belanjaannya, Sheila pergi ke kamarnya dan mengganti pakaiannya lalu mengambil ponselnya. Ia membuka gorden kamarnya dan berdiri di balik jendela yang berseberangan tepat dengan kamar Romero. "Apa kau sudah siap?" tanya Sheila dengan nada tenang saat Romero menjawab panggilannya. "Kau ingin aku pergi?" Kemudian gorden jendela kamar Romero terbuka dan pria itu berdiri tepat di seberangnya. "Kau boleh pergi jika kau ingin." Romero tersenyum dan Sheila bisa melihatnya dengan jelas. "Sebenarnya aku tidak ingin pergi." "Jika kau tidak pergi, apa itu menyelesaikan masalah?" "Beri aku waktu untuk berpikir, apa kau bersedia jika aku memerlukan sedikit waktu agar dapat menemukan celah untuk mengakhiri hubunganku dengan Shelomita?" Sheila menyisir rambutny
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 25Saran Gila dari Amy Romero bermalam di kantornya karena ada insiden mendesak yang harus segera diatasi. Semula Sheila ragu jika Romero benar-benar menginap di kantor, tetapi ia tidak bisa jika terus berkutat dengan kecurigaan hanya karena hubungan mereka dimulai dari perselingkuhan. Jadi, ia berusaha berpikir positif meskipun semalam dirinya hampir tidak bisa tidur dan pagi ini berakhir dengan kesiangan sampai tidak sempat membuat sarapan.Sheila singgah di salah satu kedai kopi karena masih memiliki waktu setidaknya tiga puluh menit sebelum bertemu kliennya. Ia memerlukan kopi dan beberapa gigitan kue untuk mengisi lambungnya, tidak ingin pingsan di depan kliennya karena kelaparan. Di konter kasir ada seorang pria yang sedang dilayani dan di belakang pria itu, dirinya adalah satu-satunya orang yang mengantre. Pria itu adalah pria yang masuk bersamanya tadi, berpenampilan pria itu cukup rapi, Shelia bahkan sempat memperhatikan sepatunya yang
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 20Menghindari Jack "Sayang, orang tuaku datang dan mereka ingin sekali bertemu denganmu," kata Shelomita seraya meletakkan kantong belanja yang berisi makanan siap saji ke atas meja."Orang tuamu?" tanya Romero dengan alis berkerut lalu ekor matanya tertuju pada Shelia yang menyandarkan pinggulnya di konter dapur dengan santai seraya mengambil gelas berisi cokelat panas. "Ya. Aku sudah menceritakan rencana pernikahan kita dan mereka tidak sabar ingin melihatmu." "Apa ini tidak terlalu terburu-buru?" tanya Romero sementara Sheila menikmati cokelat panasnya."Kita sudah cukup lama berhubungan, kurasa bertemu orang tuaku sekarang tidak terburu-buru." Romero menjilat bibirnya. "Kita bahas lain kali, oke?" Shelomita melirik Sheila. "Orang tuaku mengundangmu makan malam di rumahku malam ini." Romero yang sedang memindahkan telur orak-arik ke dalam piring menghentikan gerakannya beberapa detik, begitu juga Shelia. Wanita itu menjauhkan gelasnya b