Share

BAB 6

Author: Ede Thaurus
last update Last Updated: 2024-09-29 14:41:21

"Kakek, ini tidak seperti yang kakek pikirkan, dia berbeda," jawab Dante mencoba meyakinkan kakeknya. 

Aku diam saja, aku perlu menganalisis keadaannya sebelum mengambil sikap.

"Sudahlah, kita bicarakan nanti saja setelah makan."

"Yes!" jawabku senang lalu menyadari kalau suaraku terlalu kuat hingga semua orang menatapku dengan kaget.

"Selamat makan," ucapku lembut sambil tersenyum canggung dan mengangguk perlahan. Aku melihat kakek menggelengkan kepalanya. Sepertinya aku kehilangan satu poin.

Makanannya sangat enak, ini bahkan lebih enak dari makanan yang disajikan saat tetanggaku menikah beberapa hari yang lalu. Aku yakin ini pasti dimasak dengan bahan-bahan terbaik dan oleh koki yang sangat handal.

"Nona, apa anda masih lapar?" tanya Pedro kepadaku sambil memberi tanda yang tidak aku mengerti.

Aku menatap sekelilingku, semua orang sudah berhenti makan. Lalu aku melihat makanan di atas meja, masih ada beberapa potong daging dan salad sayur yang tersisa. Mungkin Pedro bermaksud memintaku menghabiskan daging itu agar tidak terbuang.

"Aku akan menghabiskan ini. Sayang, kalau tidak dihabiskan," ucapku sambil mengambil daging itu dan menuangkan seluruh sisa salad sayur ke piringku.

Aku makan dengan cepat dan menghabiskan semuanya dengan puas. Aku menyeka mulutku dan akan minum ketika menyadari kalau semua orang sedang menatapku dengan tatapan aneh. Seakan-akan aku melakukan hal yang memalukan.

"Aku sudah selesai makan," ucapku lagi-lagi dengan canggung, sepertinya aku salah mengartikan tanda yang diberikan Pedro tadi.

Aku segera meletakkan tisu yang kupegang dan menurunkan tanganku dari meja, meskipun sebenarnya aku masih mau mengambil buah anggur yang tampak manis itu. Tapi tatapan semua orang membuatku menahan diri.

"Berkumpul di ruang kerjaku!" perintah kakek sambil berjalan duluan.

"Apa kau selalu makan sebanyak itu?" tanya Pedro kagum.

Aku menggelengkan kepala dengan bangga.

"Biasanya lebih banyak lagi," jawabku sambil mengangkat satu alis, lalu berjalan mengikuti kakek. 

Tiba-tiba Dante berdiri di hadapanku.

"Apapun yang kakek katakan, kau diam saja! Melihat tindakanmu tadi, sepertinya aku salah berpikir kau bisa meyakinkan kakek," bisiknya dengan wajah kesal.

Dia langsung berbalik dan berjalan cepat mengikuti kakek. Memangnya apa yang salah dengan tindakanku tadi? Kau lihat saja nanti, aku pasti bisa meyakinkan kakek dan mendapatkan 100 juta ku.

"Kalian berdua berdiri!" perintah kakek tua itu sambil menunjuk Dante dan aku begitu kami memasuki ruang kerja yang lagi-lagi ukurannya sangat besar.

Aku segera berdiri di samping Dante, tapi pria itu segera menjaga jarak seakan-akan aku akan menularkan virus bila menyentuhnya.

"Melihat gayanya, aku yakin dia bukan orang kaya. Selain itu, kelihatannya dia tidak begitu tertarik kepadamu. Selama ini gadis-gadis yang kau bawa adalah orang-orang berpendidikan dan dari keluarga berada, tapi sepertinya kali ini kau mencoba peruntungan dengan membawa gadis dengan gaya yang berbeda."

Setelah mengatakan hal sejahat itu, kakek tua itu menatapku dengan tajam.

"Berapa dia membayarmu agar mau berpura-pura menikahinya untuk mendapatkan warisanku?" 

Wah, meski tua tapi dia benar-benar jeli dan cerdas, jauh berbeda dari cucu tampannya.

"Kami tidak berpura-pura menikah, aku bisa memperlihatkan dokumen resmi bahwa kami benar-benar menikah," potong Dante sebelum aku membuka mulut.

"Apa yang tidak bisa kau lakukan? Memalsukan dokumen, mendaftarkan pernikahan lalu segera mendaftarkan perceraian, membawa keluarga besan palsu agar kakek percaya. Semua sudah kau lakukan. Kakek akui, ini berbeda. Baru kali ini kau membawa seorang gadis muda yang miskin untuk kau jadikan istri," sahut kakek tua itu membuat Dante tidak berkutik.

Saat seperti ini aku bersyukur mengambil klub teater di kampus, meskipun alasanku mengambilnya karena hanya itu klub yang tidak membutuhkan biaya tambahan seperti alat musik dan pakaian atau perlengkapan olahraga.

"Kakek!" seruku dengan suara dalam dan meyakinkan. Aku harus menunjukkan bakat aktingku yang luar biasa di hadapan pria tua ini.

"Aku memang miskin. Tapi aku bukan orang miskin biasa!" seruku sambil menatapnya tajam.

Pria tua itu terlihat terkesima mendengar suaraku, aku juga bisa merasakan ketegangan dari wajah Dante dan semua orang yang berada di ruangan itu.

"Aku adalah mahasiswi berprestasi. Saat sekolah menengah, aku mendapatkan beasiswa selama 3 tahun penuh, memenangkan lomba debat, olimpiade matematika, lomba pidato dan lomba menulis cepat setiap tahunnya. Aku juga cukup atletis, karena aku selalu mendapat nilai tertinggi dalam pelajaran olahraga, meski aku tidak pernah mengikuti lomba karena peralatannya cukup mahal. Di kampus juga aku mendapatkan beasiswa sehingga belum pernah sekalipun membayar uang kuliah. Aku juga pandai berakting, membaca puisi, bahkan bernyanyi. Apa kakek mau mendengarku bernyanyi?"

"Apa-apaan ini? Apa kau pikir aku pasti akan menerimamu hanya karena kau adalah siswa berprestasi? Sekarang sebaiknya kau keluar dari sini. Tapi sebelumnya, katakan berapa Dante membayarmu?"

"Apa kakek benar-benar mau aku keluar dari sini? Kalau begitu apa kakek bersedia membayarku sebesar 300 juta untuk membuatku keluar dari sini?" tanyaku lembut. 

Kalau dia membayarku 300 juta maka selesailah masalahku. Aku bisa membayar hutang ayahku dan keluar dari sini dengan uang 100 juta di tanganku.

"Apa kau sudah gila? Keluar dari sini!" teriak pria tua itu marah.

Sepertinya dia tidak berniat memberiku uang, kalau begitu aku tidak akan keluar. Aku akan berusaha untuk meyakinkannya bahwa aku dan Dante sungguh-sungguh saling mencintai.

"Tidak! Aku tidak akan meninggalkan suamiku!" tegasku sambil berdiri tegak.

"Anak ini benar-benar keterlaluan. Berani-beraninya kau menentangku dan membuat kepalaku sakit. Keluar kataku! Semua orang disini tahu, kalau dan Dante berpura-pura hanya supaya dia mendapatkan harta warisanku. Jadi berhentilah menunjukkan akting jelekmu itu disini!" bentak kakek itu sambil menunjukku.

Aku menatap Dante yang memberi tanda agar aku berhenti lalu mulai bicara.

"Baiklah, kakek, jangan khawatir. Kami akan-"

Apa? Dia mau menyerah begitu saja? Tidak boleh! Aku tidak boleh kehilangan 100 juta ku. Aku langsung berlari dan menutup mulut pria itu. Semua orang terkesima melihat tindakanku. Mata Dante dan kakeknya terbuka sangat besar seakan-akan mereka melihat seekor harimau muncul.

Aku menurunkan tanganku lalu meraih tangan Dante dan menggenggamnya dengan erat. 

"Kakek percayalah, aku akan jadi cucu menantu yang baik untuk kakek. Aku bersikap seperti tadi karena kesal. Kakek tidak boleh menghina dan merendahkan orang yang belum kakek kenal. Jadi tolonglah, beri aku kesempatan," ucapku memohon.

Tapi kakek sepertinya sama sekali tidak mendengarkanku, dia malah menatap Dante dengan wajah khawatir. Begitu juga dengan Pedro dan dua pria lainnya mereka hanya menatap Dante dengan serius.

"A ... apa kau baik-baik saja?" tanya kakek kepada Dante yang menurutku terlihat baik-baik saja.

"Kenapa? Apa sesuatu terjadi kepadamu?" tanyaku masih menggenggam tangan Dante.

"Aku ... Aku baik-baik saja. Kakek, aku baik-baik saja," ucap Dante sambil memandang tanganku yang sedang menggenggam tangannya dengan tatapan tidak percaya.

Ada apa ini? Mengapa mereka semua bersikap aneh dan tampak lega.

Kakek tua itu menatapku, kali ini dengan tatapan yang sangat berbeda.

"Baiklah, aku menerimamu sebagai istri cucuku."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 106

    "Di ... dimana?" tanyaku gugup sambil memeriksa sekelilingku."Dia menunggu di mobil," jawabnya datar."Baik, aku akan mengikutimu," jawabku berpura-pura tenang, sambil mengeluarkan telepon genggamku, mencoba melaporkan apa yang terjadi kepada Dante.Pria itu masih berdiri di tempatnya."Berjalanlah duluan!" seruku berpura-pura membereskan barang-barangku."Telepon anda," sahutnya sambil menjulurkan tangan.Sepertinya dia tahu kalau aku sedang berusaha menghubungi Dante.Aku menghela napas panjang sambil menyerahkan telepon genggamku. Sial! Aku tidak mungkin lari, karena dia pasti bisa menangkapku dengan mudah. Naomi tampak bingung melihat kami."Sekarang berjalanlah! Aku akan mengikutimu!" tegasku, berpura-pura berani.Pria itu langsung melangkah keluar."Foto kami dari belakang, kirim kepada Dora, minta dia kirim ke Mister X dan bilang aku bersama pamannya!" bisikku dengan cepat kepada Naomi sebelum berjalan dengan cepat mengejar pria berpistol itu.Aku takut tapi juga tenang, karen

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 105

    "Berhenti!"Aku mengangkat wajahku dan melihat Dante berdiri di pintu masuk. Dia langsung berjalan ke arah kami dan berdiri di antara aku dan Cherry."Berani-beraninya kau mengangkat tanganmu di hadapan istriku! Pergi dari sini sekarang juga!""Aku tidak akan pergi, sebelum kau menghentikan tuntutan kepada salonku!" bantah Cherry dengan marah."Hanya karena aku lupa memberitahu perubahan kostum pesta ulang tahunku, kalian berdua langsung melakukan hal sekeji itu! Aku akan memberitahu ayahku dan kakek!" rengek Cherry sambil menghentakkan kakinya.Dante hanya melipat tangan di depan dadanya sambil menatap Cherry dengan dingin."Kau pikir aku main-main?" teriak Cherry lalu segera mengambil teleponnya dan menghubungi ayahnya.Aku berbisik kepada Dante."Apa yang terjadi?""Tunggu saja, nanti juga kau akan tahu," jawab Dante juga berbisik."Ayahku akan segera datang! Kalian berdua akan berakhir kalau ayahku tiba. Sekarang perintahkan anak buahmu untuk menghentikan tuntutannya, Dante!" teri

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 104

    "Apa kau sungguh-sungguh?" tanyaku dengan suara bergetar. Dante mengangguk sambil tersenyum manis.Aku menatapnya tidak percaya, lalu mataku mulai berkaca-kaca. Aku benar-benar cengeng."Hei, kenapa menangis? Bukankah sekarang kau seharusnya bahagia?""Aku rasa ini adalah airmata bahagia."Dante kembali tersenyum lalu meraih tubuhku dan mendekapku dengan erat. Untuk pertama kalinya dalam hidup, aku merasakan kebahagiaan yang tidak dapat kuungkapkan dengan kata-kata. Melebihi mendapatkan kemenangan dalam kompetisi atau juara di kelas. Melebihi hadiah yang kudapatkan atau pujian yang diberikan kepadaku. Aku membalas dekapan Dante dengan tidak kalah erat. Rasanya aku tidak ingin melepaskannya, takut ini hanya mimpi."Aku sangat ingin menciummu seperti saat kita berciuman di kamar waktu itu. Tapi rasanya kurang pantas melakukannya disini," bisik Dante membuatku tersipu malu, lalu kubenamkan wajahku ke pundak Dante.Perlahan Dante melepaskan dekapannya, lalu menatap wajahku dengan lembut.

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 103

    "Bukan ... Bukan seperti itu," sahut Dante sambil menahan tawa."Kenapa kau menertawakan aku? Apa aku tampak menggelikan bagimu?" tanyaku kesal."Ruby, aku mohon dengarkan aku dulu. Aku tidak bermaksud menertawakanmu.""Lalu?" tanyaku cemberut. Dia harusnya tidak meremehkanku hanya karena tidak memiliki perasaan yang sama denganku."Sepertinya aku harus mengulangi kata-kataku, aku tidak menganggapmu gadis bodoh yang miskin. Tapi sepertinya kau memang cukup polos," jawabnya sambil tersenyum."Berhentilah bermain-main! Kalau kau membenciku katakan saja terus terang. Aku berjanji akan benar-benar menjauhimu dan menghapusmu dari hatiku. Mulai-""Ruby, sudah aku katakan dengarkan aku dulu," potong Dante lalu meraih tanganku perlahan.Apa yang dia lakukan? Kenapa dia memegang tanganku seperti ini? Sial! Jantungku berdetak sangat cepat, aku bisa mati karena perasaan ini.Aku segera menarik tanganku sebelum aku tidak bisa mengendalikan diri."Apa yang kau lakukan?" tanyaku ketus, berusaha men

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 102

    "Apa maksudmu?" tanyaku langsung bangun dan menatapnya dengan marah."Akhirnya kau bangun juga. Maafkan-""Apa maksudmu?" potongku tidak ingin mendengar permintaan maafnya."Maksud yang mana? Penawaranku kalau boleh terus mencintaiku?" tanya Dante sambil tersenyum."Apa kau pikir lucu mempermainkan aku? Kau melarangku jatuh cinta kepadamu, tapi kau melakukan hal-hal yang membuatku tertarik kepadamu. Kau menciumku lalu mengatakan kau menyukaiku, tapi kemudian meminta kita bercerai karena aku mencintaimu," ucapku dengan suara bergetar.Dadaku tiba-tiba terasa sesak, airmata mulai menetes. Aku marah dan merasa terhina."Lalu aku bertekad untuk melupakan perasaanku demi kakek dan sekarang tanpa ada angin apapun, kau mengizinkanku mencintaimu asal memaafkan kesalahanmu? Siapa kau hingga merasa berhak mengatur perasaanku sesuka hatimu? Apa karena di hadapanmu aku ini gadis polos bodoh yang miskin? Sehingga kau bisa memerintahkan aku harus merasa seperti apa?" bentakku tidak tahan lagi.Meng

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 101

    Beberapa orang mulai berbisik-bisik dan sebagian lagi menahan tawa. Aku menyapu seluruh ruangan dengan mataku. Semua orang berpakaian resmi, jas dan gaun mewah. Bahkan Cherry mengenakan gaun seorang putri. Aku satu-satunya yang mengenakan piyama dengan rambut terkepang dua."Apakah istri sepupumu akan menampilkan sesuatu?""Apa dia badut?" "Dia benar-benar gila, kenapa dia memakai piyama ke pesta?""Sepertinya dia berencana mempermalukan Cherry. Dasar jahat!"Aku bisa mendengar orang-orang mulai membicarakanku. Seharusnya sekarang aku berbalik dan pulang ke rumah sambil menangis. Tapi entah kenapa tubuhku hanya diam disana, menatap semua orang yang sedang menertawaiku.Otakku masih kesulitan memproses keadaan yang sedang terjadi ini. Aku masih tidak percaya kalau aku dipermainkan dan dipermalukan seperti ini.Tiba-tiba seseorang menarik tanganku."Ayo, pulang!" tegasnya sambil menyeretku keluar."Dante," gumamku pelan.Dante menghempaskan tanganku begitu kami keluar dari Ballroom."A

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status