Ruby seorang mahasiswi, dijual oleh ayahnya yang kalah judi kepada seorang pria kaya bernama Dante. Sejak pertemuan pertama Ruby dan Dante sudah saling benci. Tapi mereka terpaksa harus hidup bersama demi keuntungan keduanya.
view more"Papa, tolong biarkan aku pulang."
Aku memohon kepada ayahku yang menipuku untuk datang ke rumah judi dan menahanku disana, katanya untuk dijadikan jaminan pembayaran kepada bandar judi tempat dia berhutang.
"Dengar Ruby, kali ini hanya kau yang bisa menolong papa. Kalau tidak seluruh keluarga kita akan hancur. Apa kau mau bertanggung jawab kalau mereka membunuhku dan menyiksa ibumu?" sahutnya dengan tenang, seakan-akan ini semua salahku dan akulah yang harus bertanggung jawab.
"Tapi papa yang kalah judi, kenapa harus aku yang papa jual? Kenapa papa tidak menjual diri papa saja!" teriakku marah.
"Karena papa tidak laku!" balasnya berteriak.
Ayahku yang terlihat jauh lebih tua dari umurnya itu menatapku putus asa. Aku membalas tatapannya dengan tajam. Aku benar-benar membencinya.
"Bagaimana kalau orang yang membeliku menyiksaku?" tanyaku, kali ini berharap dia mau berubah pikiran.
"Dia tidak sekejam itu, percayalah. Ayo, masuk," ajaknya sambil menarik tanganku dengan kuat.
Aku mengikutinya tanpa berkata apa-apa. Dia bilang pria itu tidak kejam tapi dia takut pria itu membunuhnya dan menyiksa ibuku, benar-benar lucu. Di sudut hatiku aku berharap agar bandar judi itu menyiksa dan membunuhku di depan mata ayahku, agar dia mengingatnya sampai mati bagaimana dia telah membuat anaknya kehilangan nyawa.
"Tuan, ini putriku. Aku akan menjualnya sebagai pembantu di rumah anda, untuk melunasi hutang-hutangku," ucap laki-laki tua itu dengan wajah memohon seakan-akan dia sedang menghadap tuhan.
"Pembantu? Putrimu terlalu cantik untuk menjadi pembantu. Bagaimana kalau dia menjadi gundikku? Dan semua hutangmu akan kuhitung lunas."
Aku terkejut mendengar ucapan pria itu, tapi berusaha tidak menunjukkan reaksi apapun. Pria brengsek ini pasti senang kalau aku tampak ketakutan, dan aku paling benci melihat pria sepertinya senang.
"Tidak Tuan, dia masih sekolah dan belum tahu apa-apa. Tapi dia sangat cekatan dalam pekerjaan rumah dan memasak, jadi dia akan lebih berguna sebagai pembantu daripada gundik," jawab ayahku panik.
Aku tertawa dalam hati, tidak yakin pria yang sudah menghadirkanku ke dunia ini benar-benar panik karena bodoh atau hanya berpura-pura tidak mengerti untuk membohongiku. Aku yang baru berusia 19 tahun saja tahu, mana mungkin laki-laki dengan wajah semesum itu mau membayarku hanya untuk dijadikan pembantu.
"Apa kau bodoh? Hutangmu sebesar 100 juta dan kau membayarnya dengan seorang pembantu rumah tangga?" teriak bandar judi itu sambil mengangkat tangannya hampir memukul ayahku.
Aku diam saja, berdiri tegak memandang adegan yang aku yakin sudah sering dialami ayahku.
Pria paruh baya itu langsung menutupi kepalanya dengan tangan dan menangis ketakutan.
"Tapi dia adalah putriku satu-satunya, Tuan. Masa depannya akan hancur kalau dia menjadi gundik," jawabnya seakan-akan melindungiku.
"Terserah! Kalau kau mau melunasi hutangmu, berikan putrimu sebagai gundikku. Kalau tidak, maka lunasi hutangmu sekarang juga! Atau aku akan membunuhmu dan menjual ginjalmu sebagai ganti hutangmu!" bentak pria bertato itu dengan bengis, lalu mengedipkan satu mata ke arahku.
Melihatnya benar-benar membuat aku ketakutan, rasanya aku ingin lari dari tempat ini. Tapi harga diriku membuat aku tetap berdiri disana dengan wajah dingin, untuk menujukkan keberanianku.
Pria itu membalikkan tubuhnya dan membuang puntung rokok yang masih panjang ke lantai lalu menginjaknya. Dia baru melangkahkan kaki ketika ayahku tiba-tiba berkata dengan keras.
"Baik Tuan, saya akan-"
"Papa!" teriakku memotong perkataannya.
Apa pria tua ini sudah gila? Aku tahu dia adalah laki-laki brengsek, tapi apa dia sekejam itu hingga mau menjualku sebagai gundik kepada pria semenjijikkan itu?
"Ruby, papa mau-"
"Papa memang tidak pernah menjadi ayah dan suami yang baik. Tapi apa papa tidak punya hati sama sekali sampai tega menjualku sebagai gundik, demi membayar hutang judi papa? Bahkan binatang akan melindungi anaknya!" bentakku marah.
"Hei! Gadis manis, jangan membantah ayahmu. Kalau dia mau menjualmu kepadaku, maka itu haknya. Lagipula kau belum tahu rasanya menjadi gundikku. Aku yakin kau akan ketagihan begitu merasakan sentuhanku."
Pria menjijikkan itu mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipiku, tapi ditepis oleh ayahku.
"Apa yang kau lakukan? Kalau kau mau menjualnya sebagai gundik, setidaknya biarkan aku menyentuhnya sedikit sebagai pembukaan," ucap pria itu dengan lembut sambil tersenyum mesum. Rasanya aku sangat ingin memukul wajah pria ini.
"Saya tidak mengatakan kalau saya akan menjualnya. Saya mau mengatakan kalau saya akan mencari uang untuk membayar semua hutang saya," sahut ayahku sambil menunduk ketakutan.
"Oh, jadi sekarang kau mau berakting menjadi ayah teladan? Baik! Aku berikan waktu 24 jam! Lunasi hutangmu atau aku akan mengambil putrimu dengan paksa dan menjadikan dia gundikku!" teriak pria itu dengan ludah yang bersemburan.
Ayahku tiba-tiba menangis. Aku sama sekali tidak iba, malah ingin rasanya aku memakinya dengan keras dan mengatakan inilah balasan dari sikap tidak bertanggungjawabnya. Dia bukan hanya kehilangan hartanya tapi juga kehilangan keluarganya. Tapi aku kehilangan minat untuk melakukannya, karena tahu itu hanya akan membuang energiku. Sementara pria dihadapanku ini, tidak akan pernah berubah sama sekali.
Tiba-tiba terdengar suara berat dan dalam dari seorang pria yang berdiri tepat di belakangku.
"Aku akan membayar semua hutangnya!"
"Di ... dimana?" tanyaku gugup sambil memeriksa sekelilingku."Dia menunggu di mobil," jawabnya datar."Baik, aku akan mengikutimu," jawabku berpura-pura tenang, sambil mengeluarkan telepon genggamku, mencoba melaporkan apa yang terjadi kepada Dante.Pria itu masih berdiri di tempatnya."Berjalanlah duluan!" seruku berpura-pura membereskan barang-barangku."Telepon anda," sahutnya sambil menjulurkan tangan.Sepertinya dia tahu kalau aku sedang berusaha menghubungi Dante.Aku menghela napas panjang sambil menyerahkan telepon genggamku. Sial! Aku tidak mungkin lari, karena dia pasti bisa menangkapku dengan mudah. Naomi tampak bingung melihat kami."Sekarang berjalanlah! Aku akan mengikutimu!" tegasku, berpura-pura berani.Pria itu langsung melangkah keluar."Foto kami dari belakang, kirim kepada Dora, minta dia kirim ke Mister X dan bilang aku bersama pamannya!" bisikku dengan cepat kepada Naomi sebelum berjalan dengan cepat mengejar pria berpistol itu.Aku takut tapi juga tenang, karen
"Berhenti!"Aku mengangkat wajahku dan melihat Dante berdiri di pintu masuk. Dia langsung berjalan ke arah kami dan berdiri di antara aku dan Cherry."Berani-beraninya kau mengangkat tanganmu di hadapan istriku! Pergi dari sini sekarang juga!""Aku tidak akan pergi, sebelum kau menghentikan tuntutan kepada salonku!" bantah Cherry dengan marah."Hanya karena aku lupa memberitahu perubahan kostum pesta ulang tahunku, kalian berdua langsung melakukan hal sekeji itu! Aku akan memberitahu ayahku dan kakek!" rengek Cherry sambil menghentakkan kakinya.Dante hanya melipat tangan di depan dadanya sambil menatap Cherry dengan dingin."Kau pikir aku main-main?" teriak Cherry lalu segera mengambil teleponnya dan menghubungi ayahnya.Aku berbisik kepada Dante."Apa yang terjadi?""Tunggu saja, nanti juga kau akan tahu," jawab Dante juga berbisik."Ayahku akan segera datang! Kalian berdua akan berakhir kalau ayahku tiba. Sekarang perintahkan anak buahmu untuk menghentikan tuntutannya, Dante!" teri
"Apa kau sungguh-sungguh?" tanyaku dengan suara bergetar. Dante mengangguk sambil tersenyum manis.Aku menatapnya tidak percaya, lalu mataku mulai berkaca-kaca. Aku benar-benar cengeng."Hei, kenapa menangis? Bukankah sekarang kau seharusnya bahagia?""Aku rasa ini adalah airmata bahagia."Dante kembali tersenyum lalu meraih tubuhku dan mendekapku dengan erat. Untuk pertama kalinya dalam hidup, aku merasakan kebahagiaan yang tidak dapat kuungkapkan dengan kata-kata. Melebihi mendapatkan kemenangan dalam kompetisi atau juara di kelas. Melebihi hadiah yang kudapatkan atau pujian yang diberikan kepadaku. Aku membalas dekapan Dante dengan tidak kalah erat. Rasanya aku tidak ingin melepaskannya, takut ini hanya mimpi."Aku sangat ingin menciummu seperti saat kita berciuman di kamar waktu itu. Tapi rasanya kurang pantas melakukannya disini," bisik Dante membuatku tersipu malu, lalu kubenamkan wajahku ke pundak Dante.Perlahan Dante melepaskan dekapannya, lalu menatap wajahku dengan lembut.
"Bukan ... Bukan seperti itu," sahut Dante sambil menahan tawa."Kenapa kau menertawakan aku? Apa aku tampak menggelikan bagimu?" tanyaku kesal."Ruby, aku mohon dengarkan aku dulu. Aku tidak bermaksud menertawakanmu.""Lalu?" tanyaku cemberut. Dia harusnya tidak meremehkanku hanya karena tidak memiliki perasaan yang sama denganku."Sepertinya aku harus mengulangi kata-kataku, aku tidak menganggapmu gadis bodoh yang miskin. Tapi sepertinya kau memang cukup polos," jawabnya sambil tersenyum."Berhentilah bermain-main! Kalau kau membenciku katakan saja terus terang. Aku berjanji akan benar-benar menjauhimu dan menghapusmu dari hatiku. Mulai-""Ruby, sudah aku katakan dengarkan aku dulu," potong Dante lalu meraih tanganku perlahan.Apa yang dia lakukan? Kenapa dia memegang tanganku seperti ini? Sial! Jantungku berdetak sangat cepat, aku bisa mati karena perasaan ini.Aku segera menarik tanganku sebelum aku tidak bisa mengendalikan diri."Apa yang kau lakukan?" tanyaku ketus, berusaha men
"Apa maksudmu?" tanyaku langsung bangun dan menatapnya dengan marah."Akhirnya kau bangun juga. Maafkan-""Apa maksudmu?" potongku tidak ingin mendengar permintaan maafnya."Maksud yang mana? Penawaranku kalau boleh terus mencintaiku?" tanya Dante sambil tersenyum."Apa kau pikir lucu mempermainkan aku? Kau melarangku jatuh cinta kepadamu, tapi kau melakukan hal-hal yang membuatku tertarik kepadamu. Kau menciumku lalu mengatakan kau menyukaiku, tapi kemudian meminta kita bercerai karena aku mencintaimu," ucapku dengan suara bergetar.Dadaku tiba-tiba terasa sesak, airmata mulai menetes. Aku marah dan merasa terhina."Lalu aku bertekad untuk melupakan perasaanku demi kakek dan sekarang tanpa ada angin apapun, kau mengizinkanku mencintaimu asal memaafkan kesalahanmu? Siapa kau hingga merasa berhak mengatur perasaanku sesuka hatimu? Apa karena di hadapanmu aku ini gadis polos bodoh yang miskin? Sehingga kau bisa memerintahkan aku harus merasa seperti apa?" bentakku tidak tahan lagi.Meng
Beberapa orang mulai berbisik-bisik dan sebagian lagi menahan tawa. Aku menyapu seluruh ruangan dengan mataku. Semua orang berpakaian resmi, jas dan gaun mewah. Bahkan Cherry mengenakan gaun seorang putri. Aku satu-satunya yang mengenakan piyama dengan rambut terkepang dua."Apakah istri sepupumu akan menampilkan sesuatu?""Apa dia badut?" "Dia benar-benar gila, kenapa dia memakai piyama ke pesta?""Sepertinya dia berencana mempermalukan Cherry. Dasar jahat!"Aku bisa mendengar orang-orang mulai membicarakanku. Seharusnya sekarang aku berbalik dan pulang ke rumah sambil menangis. Tapi entah kenapa tubuhku hanya diam disana, menatap semua orang yang sedang menertawaiku.Otakku masih kesulitan memproses keadaan yang sedang terjadi ini. Aku masih tidak percaya kalau aku dipermainkan dan dipermalukan seperti ini.Tiba-tiba seseorang menarik tanganku."Ayo, pulang!" tegasnya sambil menyeretku keluar."Dante," gumamku pelan.Dante menghempaskan tanganku begitu kami keluar dari Ballroom."A
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments