Share

BAB 2

Author: Ede Thaurus
last update Huling Na-update: 2024-09-26 23:35:09

Aku membalikkan tubuhku dan mataku langsung menatap sebuah pemandangan yang seharusnya tidak muncul di tempat seperti ini.

Seorang pria tinggi dengan tato di lengannya, hanya ada satu tato tidak seperti bandar judi itu yang seluruh lengan hingga lehernya dipenuhi tato. Wajah pria ini sangat tampan dengan rambut hitam kecoklatan. Dia memakai kemeja putih dengan pola daun, seakan-akan dia akan berlibur ke pantai.

Di belakangnya berdiri tiga orang pria memakai pakaian yang mirip dengan pria tampan itu, hanya saja dua diantaranya tampak menyeramkan dengan tubuh besarnya. Sementara seorang lagi tampak masih sangat muda, sepertinya usianya tidak jauh berbeda denganku.

Aku berbalik dan menatap ayahku. Pria tua itu tampak lebih ketakutan daripada kepada sang bandar judi tadi. Dia tidak bisa berkata apa-apa dan hanya berdiri diam dengan tubuh gemetar.

Pria tampan itu memberi tanda kepada pria besar di belakangnya, lalu salah satu dari pria berwajah seram itu pergi keluar.

"Siapa kau?" tanya si bandar judi sambil menunjuk pria tampan itu.

"Itu bukan urusanmu, yang penting uangmu kembali!" jawab pria tampan itu dengan ketus.

Pria besar berwajah seram itu kembali dan membawa sebuah tas hitam, lalu menyerahkannya kepada si bandar judi.

"Hitunglah, semuanya seratus juta!" ucap pria besar itu, membuat si bandar judi tersenyum senang lalu berseru sambil mengambil  dan membuka tas itu.

"Baik, aku akan menghitungnya dan bila kurang, aku pasti akan menagihnya."

Ayahku sama sekali tidak berani mengangkat wajahnya. Apa yang terjadi dengannya dan siapa pria tampan ini?

"Papa," bisikku sambil menyentuh lengannya.

"Sst," jawabnya sambil meletakkan jari telunjuk di bibirnya.

"Tuan Alfredo, mari kita bicara diluar," ajak pria tampan itu.

Dia mengenal ayahku, dia bahkan mengetahui namanya. Aku semakin bingung dan langsung ikut keluar, ayahku pasti sedang menyembunyikan sesuatu.

"Tuan Dante, maaafkan saya," sapa ayahku canggung. 

"Siapa kau? Mengapa kalian saling mengenal," potongku sambil berdiri diantara pria tampan itu dan ayahku.

"Ruby, jangan begitu. Mundurlah!" perintah ayahku sambil menarik tanganku dan mendorongku mundur.

"Kenapa? Siapa dia?" tanyaku terkejut karena ditarik.

"Ayahmu sudah menggadaikanmu kepadaku untuk membayar hutangnya, lalu melarikan diri."

Aku menatap muak ke arah ayahku.

"Apa kau pikir aku tidak akan bisa menemukanmu Tuan Alfredo?" lanjut pria tampan itu sambil tersenyum.

"Ma ... maafkan saya Tuan, saya bukan melarikan diri. Saya hanya mencoba mencari uang untuk membayar hutang saya kepada anda."

Aku semakin muak melihat wajah ayahku. Ternyata dia sudah menggadaikan aku? Apa dia pikir aku benda? Benar-benar menjijikkan!

"Lalu mengapa kau menjual putrimu padahal kau sudah terlebih dahulu menggadaikannya kepadaku?" tanya pria itu sangat tenang, hingga semakin menakutkan.

"Saya ... saya minta maaf, Tuan," tangis ayahku sambil berlutut di hadapan pria tampan itu.

"Kalau begitu mulai hari ini putrimu akan menjadi milikku!"

Aku menatap pria itu dengan penuh kebencian. 

"Apa maksudmu? Aku bukan milik ayahku! Dia tidak berhak menjualku!" teriakku marah.

Ayahku menarik tanganku, memohon agar aku diam.

"Dengar, saat ini aku sangat membutuhkan seorang istri. Dan hari ini juga aku harus menikah. Jadi aku hanya akan bertanya sekali kepadamu Tuan Albert. Siapa yang akan kau berikan untuk aku nikahi, putrimu atau istrimu?" 

"Apa?" teriakku tidak percaya.

"Kau benar-benar binatang? Bagaimana bisa kau menjadikan ibuku istrimu?" teriakku marah.

Aku benar-benar berhadapan dengan iblis. Dia tetap tenang dan menatap ayahku tanpa memedulikan teriakannya.

"Papa! Kau lihat akibat dari tindakanmu! Kalau kau tidak bisa menjaga istri dan anakmu, seharusnya kau tidak pernah menikah dan menghadirkanku ke dunia!" 

Aku memukuli punggung ayahku yang masih berlutut. Pria tua itu terus menangis seakan-akan dia menyesal, tapi aku yakin itu adalah tangisan palsu karena takut kepada pria bernama Dante itu.

"Satu lagi, menikahi salah satu anggota keluargamu tidak cukup untuk membayar hutangmu. Karena itu kau juga akan bekerja untukku! Kau akan menjadi anak buahku dan berada di bawah pengawasanku."

Aku diam dan kembali menatap pria itu.

"Bawa dia!" perintahnya kepada  kedua pria besar dibelakangnya, yang langsung bergerak menyeret ayahku dan memasukkannya ke dalam mobil. 

Ayahku terus menangis ketakutan dan aku tidak peduli, dalam hati aku berharap pria tampan ini memotong tangan ayahku sebagai bayaran dari hutangnya.

"Jadi, bagaimana? Apakah kau mau menikahiku? Ataukah aku harus pergi ke rumahmu dan menjemput ibumu?"

Aku menghela napas dalam menyiapkan keberanianku lalu dengan sekuat tenaga mengayunkan tanganku ke pipi pria itu.

Plak!

Suaranya terdengar sangat keras. Tiba-tiba aku merasa ketakutan, aku melihat tanganku yang merah dan terasa panas. Apa yang sudah aku lakukan? Mengapa aku menampar pria itu? Apa aku sudah gila?

Perlahan kuangkat wajahku, ekspresi pria itu belum berubah dia masih menatapku seperti tadi dengan pipi yang memerah.

"Jawab aku sekarang. Aku tidak punya banyak waktu karena harus segera ke catatan sipil untuk mendaftarkan pernikahanku!" ucapnya seakan-akan tamparan itu bukan apa-apa.

"A ... aku akan menikahimu," jawabku dengan suara gemetar.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 114

    "Apa?" Kali ini aku benar-benar terbangun, karena Dante tidak bisa berhenti mengejutkanku."Tontonlah TV, seluruh negeri sedang membahasnya, bahkan di media sosial berita ini menjadi tajuk utama!"Aku segera mengambil telepon genggamku dan menghubungi Dante, tapi dia tidak menjawabnya. Dante benar-benar membuat hari-hariku naik turun.'Sebaiknya aku mandi dan pergi menemuinya,' batinku lalu lari ke kamar mandi dan membersihkan tubuhku."Nona, anda mau kemana?" tanya Myrna begitu melihatku keluar dari kamar."Aku mau menemui Dante.""Tapi, kata penjaga di luar gerbang ada kumpulan wartawan yang sedang menunggu.""Mereka cepat sekali, lalu apa yang harus aku lakukan? Dante tidak mengangkat teleponnya," ucapku panik."Nona, sebaiknya anda menunggu Tuan Dante. Sabarlah, dia pasti sedang melakukan yang terbaik untuk anda."Aku menatap Myrna yang tersenyum sangat ramah kepadaku, membuatku sedikit tenang.***Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Dante pulang. Aku yang dari tadi duduk denga

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 113

    "Selamat pagi, Nona Ruby. Silakan duduk di depan, masih ada kursi kosong di sini," panggil Dante dari depan, begitu aku dan Dora memasuki ruang kelas Dante yang adalah aula.Semua orang langsung menoleh ke arah kami dengan tatapan terganggu.'Sial!' batinku kesal. Sepertinya pria ini tidak akan pernah membiarkan aku hidup tenang.Aku berjalan sambil menunduk, untuk menghindari bertemu mata orang lain.Setelah aku duduk di kursi kosong paling depan, aku langsung duduk sambil menatap sepatuku. Lalu tersadar kalau Dora tidak ikut ke depan denganku. Benar-benar menyebalkan."Terima kasih sudah menghadiri kelas ini, Nona Ruby," ucap Dante dengan pengeras suara.Aku langsung melotot ke arahnya, memintanya berhenti mempermalukan aku.Para mahasiswa mulai ribut, terutama para mahasiswi. Aku bisa mendengar kata-kata mereka meskipun mereka berbisik-bisik."Siapa gadis itu?""Apa mereka punya hubungan?""Tidak mungkin mereka punya hubungan, dia pasti saudaranya!""Ah, aku juga ingin dipanggil ol

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 112

    Dante meneruskan sentuhannya, lalu perlahan dia merebahkan tubuhnya di atasku. Kami saling menatap dengan napas yang tidak teratur dan tubuh gemetar, tanpa kata hanya mata yang mencerminkan perasaan yang sama. Akhirnya inilah orang pertama yang menyatukan tubuhnya denganku.Dante perlahan memasuki tubuhku, tidak sempurna karena dia pun tidak benar-benar tahu apa yang harus dia lakukan. Sementara tubuhku menegang, menahan rasa perih yang tiba-tiba menusuk."Sakit?" tanya Dante langsung berhenti."Aku bisa menahannya," jawabku cepat tidak ingin Dante berhenti lalu kecewa."Apa kau mau kita berhenti dulu?" "Jangan, kau sudah-""Jangan pikirkan aku. Kalau kau tidak nyaman, kita bisa berhenti," ucap Dante berusaha melepaskan diri, tapi aku langsung memeluk dan menahannya."Aku menginginkannya. Jangan berhenti! Aku yakin nanti juga rasa sakitnya akan hilang," paksaku mencegah dia berhenti."Kalau begitu aku akan melakukannya perlahan."Aku mengangguk.Dante mencium dahiku dan bibirku denga

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 111

    'Kami adalah suami istri yang sah di mata hukum. Jadi, tidak apa-apa kalau dia melihatku,' batinku mencoba menahan getaran yang terus muncul di dadaku.Dante membuka bajuku perlahan dengan wajah yang tampak tegang. Apa dia juga merasakan ketakutan yang kurasakan?Semua kancing piyama ku sudah terbuka. Dante mengeluarkan tanganku dan akhirnya atasan piyama itu jatuh ke lantai. Lalu perlahan dia menurunkan bagian bawah piyamaku hingga mengekspos hampir seluruh kulitku. Hanya bagian-bagian privat saja yang masih tertutup.Dante tertegun menatap tubuhku, secara refleks aku langsung menutupi tubuh bagian depanku. Aku takut dia menilai tubuhku dan mendapatinya tidak menarik."Kenapa?" tanyanya lembut."Aku malu," jawabku tanpa menatap Dante."Kenapa malu? Tubuhmu sangat indah," jawabnya sambil menurunkan tanganku perlahan.Aku menurutinya.Tiba-tiba Dante membopong tubuhku, lalu menurunkanku di bawah pancuran."Bolehkah aku membuka semuanya?" tanyanya dengan suara bergetar, aku mengangguk.

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 110

    "Kakek!" teriak Pedro begitu suara senjata yang memekakkan telinga berbunyi.Aku segera memeriksa dadaku, mencari bagian tubuh mana yang terkena tembakan kakek.Tidak ada! Kenapa tidak ada apa-apa di tubuhku, bahkan darah setetespun tidak ada.Aku langsung mengangkat kepalaku dan melihat kakek yang sedang rebah di pangkuan Pedro dengan kepala bersimbah darah.Apa yang terjadi? Apa dia menembak dirinya sendiri? Tiba-tiba sekelompok orang dengan pakaian seperti tentara dan senjata di tangan menyerbu tempat itu. Para anak buah kakek terlihat kaget tapi pasrah, dengan keadaan kakek yang seperti itu, sepertinya mereka tidak berani melawan."Ruby!" teriak Dante yang langsung memelukku dengan erat."Dante apa yang terjadi? Bagaimana kau bisa menemukanku disini?" tanyaku dengan nada tidak percaya."Aku akan menjelaskannya nanti. Apa kau baik-baik saja?" jawab Dante khawatir.Aku mengangguk pelan, lalu tiba-tiba semuanya menjadi gelap.***Aku membuka mataku perlahan dan suara Dante langsung m

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 109

    "Sial! Cepat mundur!" teriak Dora panik.Kami bertiga langsung menengok ke belakang. Tapi tiba-tiba beberapa mobil keluar dari balik pepohonan, dan menutup jalan. Kami bertiga semakin ketakutan."Telepon polisi!" perintah Dora sambil memukul Rahul."Tapi semua telepon kita sudah aku singkirkan!" jawab Rahul ikut panik.Aku menghela napas dalam."Sudah! Tenanglah! Aku akan keluar. Kalian tetaplah disini dan kunci pintunya," perintahku mencoba tenang, meski jantungku berdetak sangat kencang."Tapi-"Aku segera keluar dari mobil sebelum Rahul selesai bicara.Aku berjalan perlahan ke arah kakek, yang menatapku tanpa reaksi apapun. "Apa kau pikir kau bisa melarikan dariku? Benar-benar bodoh!" maki kakek sambil menatapku berjalan mendekatinya."Untuk apa anda menangkap saya?" tanyaku dengan suara bergetar."Bukan urusanmu!" bentaknya sambil memukulkan tongkatnya ke aspal."Apa anda ingin menghancurkan keluarga Randall melalui saya? Apa anda pikir bisa membuat keturunan Randall habis dengan

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status