Hal pertama yang perlu dilakukan setelah gagal adalah mencoba cara lain yang lebih ekstrem. Itu semua bisa dimulai dengan mencari tahu apa yang orang inginkan.
Psikologi orang yang ingin memakai warna berani seperti warna neon chartreuse atau warna kulit merah itu sebagai bentuk pelarian dari kenyataan yang penuh tekanan.
“Vareena, kamu bertanggung jawab atas kaus polos, dan Sabrina kamu bertanggung jawab atas gaun. Minta sampel kain pada tim manufktur handmade. Aku akan pergi untuk mengatur semuanya.” Ucap Felice saat rapat tim.
Setiap tahun, kurang lebih para desainer membuat 200.000 pakaian. Tapi pakaian bukanlah sekedar rancangan. Namun, para desainer merancang kebutuhan 200.000 orang.
Kebutuhan akan mantra yang orang yakini agar mereka akan tampak menonjol atau tampil cantik dengan pakaian tertentu. Sebut saja itu hipnosis diri atau penghiburan diri. Satu pakaian membuat ilusi orang menjadi kenyataan. Jika kamu ingin bahagia, jadikanlah itu milikmu.
“Siapapun yang mengatakan uang tidak bisa membeli kebahagiaan adalah orang yang tidak tahu harus berbelanja dimana.” Kutipan Gertrude Stein.
“Kurasa bahunya agak terlalu lebar dan kurang tinggi. Kerahya miring.” Ucap Felice saa sedang mengecek sampel baju untuk next season.
“Kami akan perbaiki.” Ucap Luna.
“Mari tinggalkan kantongnya untuk dekorasi.” Ucap Felice sambil melihat desain kasarnya sambil mengubah beberapa detail. “Periksa yang ada di gantungan.” Lanjut Felice.
“Baiklah.” Balas Sabrina lalu dia segera bergegas untuk melakukannya dan menunjukkannya pada Felice.
Drtt drtt
“Nona Felice aku akan segera tiba.” Pesan dari Xavier.
“Nona Felice ini laporan penjualan yang diminta. Lauré adalah merek pakaian wanita paling populer di Indonesia, tapi kehilangan posisi pertamanya untuk kali pertama. Jadi, menurutku itu masalah besar.” Ucap Luna saat memberikan laporan penjualan pada Felice.
“Katakan saja. Kami jelas memesan blouse etnis ke pabrik karena manajer toko bilang stoknya tidak cukup. Tapi blouse itu dibuat bukan karena Direkur Arina pergi ke Paris tanpa menandatangani formulir.” Ucap Luna.
Felice mencabut flasdisk untuk keperluan meeting penjualan. “Taruh laporan perjalanan bisnisnya di mejaku begitu selesai.” Ucap Felice.
“Penjualan rendah karena stoknya kurang. Tanggalnya tertulis di formulir pemesanan.” Ucap Luna.
“Rapat penjualan biasanya untuk mengevaluasi satu bulan. Dia mengadakan rapat darurat hanya untuk membahas tentang penjualan pekan lalu. Itu artinya ada hal lain yang ingin dia katakan.” Ucap Felice.
***
“Kita akan mulai rapatnya sekarang.” Ucap Manajer Umum.
“Berikut adalah 13 penjualan terlaris dari tiga pusat perbelanjaan terbaik pekan lalu. Di Zona muda dan Kasual, Enji masih beraadi posisi ketiga. Di Zona karier, La Cart naik dari peringkat 6 ke 5. Lauré kehilangan posisi pertamanya untuk pertama kali.” Ucap Emilio.
“Nona Felice, bagaimana kamu akan mengatasi kekacauan ini?” Tanya Manajer Umum.
“Itu hanya pekan lalu. Perbedaan keseluruhannya hanya 0.6 persen.” Ucap Felice.
“Maksudmu penurunan 0,6 tidak signifikan? Gara-gara sering menyepelekan hal kecil, kamu gagal kolaborasi dengan Anthony.” Sahut Manajer Umum.
“Kamu seharusnya menunggu sampai aku datang.” Ucap Direktur Arina.
“Dia melakukannya tanpa memberitahumu?” Tanya Manajer Umum pada Direktur Arina.
“Nona Felice, kamu tidak menyadari posisimu di perusahaan? Kami memberimu gelar itu agar kamu bekerja keras. Bukan agar kamu bisa bertindak semaumu.” Protes Manajer Umum.
“Kita kehilangan kesepakatan karena uang. Sono menawarkan tiga kali lipat royalti yang kita tawarkan. Untuk itu, kita harus membayar setidaknya dua kali lipat dari itu, yaitu enam kali lipat royalti yang awalnya kita tawarkan. Manajer Umum Alano, apa kamu tidak keberatan dengan itu?” Ucap Felice.
“Jadi, kamu membuang kesepakatan itu begitu saja?” Tanya Manajer Umum.
“Dia bahkan meminta hak atas proyek dan desainnya. Artinya, mereka juga akan mengatur pembagian keuntungannya. Apa ada alasan bagi kita untuk bekerja sama dengan mereka kalau kita sangat jelas tidak diuntungkan sama sekali?” Tanya Felice.
“Dengarkan saya, Nona Felice!!! ‘Maafkan saya. Itu karena saya kurang kompeten.’ Hanya itu yang perlu kamu katakan untuk menyelesaikan masalah. Kamu pikir kamu siapa bisa membantah seperti itu?” Ucap Manajer Umum.
“Aku hanya memberimu alasan di balik keputusanku.” Ucap Felice.
“Jika kamu punya alasan cerdas, katakan ini kepadaku. Ulang tahun perusahaan kita yang ke 34 sebentar lagi. Tapi Layr mengadakan acara besar di jam dan hari yang sama. Merek lokal sudah menyebutkan bahwa merek asing mengambil alih pasar. Bagaimana kita bisa melakukan promosi tanpa Anthony?” Ucap Manajer Umum.
Felice segera bangkit dari kursinya untuk menjelaskan strategi yang sudah Ia miliki. Felice mempresentasikan siapa saja influencer yang banyak membawa pengaruh besar untuk industri fashion.
“Orang-orang yang mempengaruhi industri mode atau fashion adalah sebritas dan influencer. Nilai sebuah pakaian dinilai berdasarkan siapa yang memakainya daripada karakteristiknya.” Ucap Felice.
“Bagaimana kamu dapat menjamin kita bisa menghasilkan pemasaran yang efektif dengan membuat mereka memakai pakaian kita?” Tanya Manajer Umum.
“Para influencer ini memiliki lebih dari 500.000 pengikut bahkan ada yang sampai 1 juta pengikut di sosial media mereka. Sekalipun kita mempertimbangkan jumlah pengikut yang tumpang tindih, kita masih bisa mempromosikan pakaian kita ke 2.000.000 orang.” Ucap Felice.
“Kamu akan mengadakan acara dengan semua ikan-ikan kecil itu? Kita butuh orang penting seperti Anthony.” Sahut Manajer Umum.
“Krystal, adalah salah satu ikon bagi banyak wanita saat ini. Dia akan menjadi selebritas utama acara kita. Apa ada yang ingin ditanyakan lagi?” Sahut Felice.
Semua orang terdiam lalu Presdir Edward bangun dari kursinya. “Kurasa cukup untuk hari ini. Nona Felice, aku ingin bicara berdua denganmu.” Ucap Presdir Edward.
“Ini semua karena dia terlalu hebat. Saat memiliki perusahaan, kamu suka karyawan yang tampil dengan baik, tapi pegawai seperti itu juga bisa cukup mengintimidasi.” Gumam Manajer Ellie dari tim desain dua yang memegang brand La Cart.
***
“Akan merepotkan meneken semua formulir ini untuk persetujuan. Aku mempercayai kalian untuk menanganinya. Prosedurnya terlihat tidak diperlukan.” Ucap Presdir Edward saat menandatangani Laporan Persetujuan.
“Kamu orang yang tahu kapan harus bicara dan tetap diam. Ada apa denganmu? Apa pun rencananya, seharusnya kamu membiarkan Arina mengambil inisiatif. Tugas Arina adalah menuntaskan dan tugasmu adalah mendukungnya.” Sahut Presdir Edward.
“Aku luput soal itu.” Balas Felice.
“Aku ingin melihat Arina memainkan peran besar untuk acara hari jadi ke 34.” Sahut Presdir Edward.
“Aku akan mendukungnya dan memastikan semua berjalan lancar.” Balas Felice.
“Direktur Arina akan masuk, Pak.” Ucap sekretaris Presdir dari luar ruangan Presdir.
Direktur Arina segera masuk ke ruangan Presdir Edward. “Apa ini waktunya diskusi satu lawan satu lagi? Jadi, apa yang ingin…” Ucap Direktur Arina.
“Nampaknya, kencan butamu berjalan lancar. Kamu akan menemuinya lagi?” Ucap Presdir Edward yang membuat Felice dan Direktur Arina saling melirik satu sama lain.
“Aku ingin memilih pasanganku sendiri..” Jawab Direktur Arina.
“Dia tampak tertarik. Jadi, temui dia lagi.” Balas Presdir Edward.
Flashback on
“Aku bukan Arina Greesa Reine.” Ucap Felice.
“Aku tahu. Kamu Nona Felice Chiara Farfalla.” Sahut Xavier sambil menertawakan Felice.
“Lalu kenapa kamu berpura-pura tidak tahu?” Tanya Felice.
“Lantas aku harus bagaimana?” Sahut Xavier.
“Sepertinya kita pada akhirnya saling memperkenalkan diri. Kurasa kamu juga ingat yang terakhir aku katakan kepadamu. Aku akan pergi ke Jakarta besok.” Ucap Felice.
“Aku akan kembali ke Jakarta hari senin.” Sahut Xavier.
“Nikmati perjalananmu. Good bye!” Ucap Felice.
“Aku akan tiba besok siang.” Balas Xavier.
“Aku tidak bertanya.” Balas Felice.
“Aku akan menginap di Hotel Sauver.” Ucap Xavier.
“Aku juga tidak menanyakan hal itu.” Sahut Felice yang sudah hampir terbawa emosi.
“Aku tidak ada kegiatan. Jadi, aku akan punya banyak waktu luang. Aku berlangganan layanan roaming. Jadi, nomorku akan sama.” Ucap Xavier.
“Berapa nomor kamar hotelmu?” Tanya Felice.
“Kurasa informasi yang tadi sudah cukup.” Ucap Xavier.
Flashback off
***
“Dia pasti menyukaimu.” Ucap Direktur Arina saat dia dan Felice sudah ada di ruangan Direktur Arina.
“Sulit untuk tidak menyukaiku.” Balas Felice.
“Berkat kamu, keadaan jadi semakin sulit.” Balas Direktur Arina.
“Sepertinya ayahmu sendiri yang akan memeriksamu. Jadi, apa rencanamu?” Ucap Felice.
“Sudah terlambat untuk mengatakan yang sebenarnya dan memulai hubungan jarak jauh. Hubungan seperti itu membutuhkan energi. Bahkan bukan di Bali atau pun Bogor. Maksudku, dia tinggal jauh di Paris. Oh my god! Jika harapan hidupmu pendek, kalian bahkan mungkin tidak bisa berpegangan tangan.” Sahut Direktur Arina sambil memperbaiki Make up nya.
“Apa itu artinya aku bisa mengurusnya sendiri?” Tanya Felice.
Ting! Direktur Arina dan Felice saling menatap satu sama lain. “Kenapa kamu tidak menggunakan kecerdasan kamu untuk bekerja?” Ucap Felice.
“Itu aneh. Kamu seharusnya mengakhirinya di Paris. Kenapa masih berlangsung? Ini tidak seperti dirimu.” Sahut Direktur Arina.
“Kenapa kamu tidak tanya sendiri kepadanya? Kantor sekretaris mungkin punya nomornya.” Ucap Felice.
“Aku akan diluar seharian. “Ucap Direktur Arina lalu dia pergi keluar.
“Aku senggang sampai hari Jumat.” Pesan dari Xavier.
“Siapa itu?” Tanya Direktur Arina.
“Hm? Apa?” Sahut Felice.
Drtt drtt (Telepon dari Luna)
“Hallo.” Ucap Felice langsung mengangkat telepon.
***
“Kamu meminjam uang dari pinjol?” Tanya Arka saat akan mengantar Xavier ke hotel.
“Orang-orang bertanya apa aku bisa bekerja dengan mereka musim depan.” Sahut Xavier.
“OH MY GOD, aku iri kamu tidak perlu menjual dirimu. Saat pertama kali kamu memutuskan untuk menjadi fotografer, aku tidak menyangka kamu akan menjadi sangat sukses. Momen keberuntungan tidak tahan lama. Bekerja keraslah dan hasilkan uang selagi masih ada orang yang menginginkanmu.” Ucap Arka.
“Entah apakah itu hal yang baik atau bukan, saat orang-orang ingin bekerja denganku. Memang bagus karyaku menjadi populer, tapi itu juga berarti karyaku menjadi lebih pasaran.” Sahut Xavier.
“Jika pekerjaanmu bagus, pasti ada seseornag yang mengakui karyamu.” Ucap Arka yang membuat Xavier teringat akan Felice.
Flasback on
“Kamu lebih baik daripada dugaanku. Aku suka hasil foto-fotomu.” Ucap Felice pada Xavier.
Flashback off
Ingatan itu membuat Xavier senyum-senyum sendiri dan membuatnya merindukan Felice.
Drrt drtt
“Ya, pak.” Ucap Arka saat menerima telepon.
“Bagaimana ini? Krystal ingin berkolaborasi dengan Layr.” Ucap Liam.
“Apa? Dia sudah mengambil uangnya. Dia tidak bisa melakukan itu. Bisa tolong hubungi manajernya? Aku akan segera kesana.” Ucap Arka kemudian segera memutar balik mobilnya.
“Hotelnya bukan ke arah sini.” Ucap Xavier saat Arka memutar balik mobilnya.
“Ini darurat. Aku harus ke kantor dulu.” Balas Arka.
***
“Aku sibuk. Aku harus menemui seseorang.” Protes Direktur Arina saat ikut dengan Felice untuk mengurus masalah Krystal yang tiba-tiba ingin menerima kerja sama dengan tim Layr.
“Kita akan pergi menemui orang yang harus kamu temui. Kamu direktur The Premiére. Gunakan posisi itu untuk meneken kontrak mereka. Suruh mereka bekerja dengan benar.” Sahut Felice.
“Tidak bisakah kamu yang melakukan pekerjaan semacam itu? Hentikan mobilnya aku akan turun.” Ucap Felice.
Trululut trululut (Telepon dari Tim PR Arka Nolan Jude)
“Hallo Pak Arka!” Ucap Felice.
“Hallo Nona Felice. Bisakah kita bertemu di kantor?” Sahut Arka.
“Saya sedang menuju kesana.” Ucap Felice.
Janji yang kita buat dan cintamu menunjukkan jalannya. Serta berjalan di jalur itu adalah caraku membalas kepadamu. Felice Chiara FarfallaXavier menikmati tempat rekreasi itu sambil naik gondola untuk melihat pemandangan di sekitarnya. Saat sedang melihat ke sekitar, Xavier tidak sengaja berpapasan dengan wanita yang mirip Felice sedang naik gondola yang berbeda arah dengannya. Matanya langsung tertuju pada wanita cantik itu.Xavier ingin memastikan itu benar atau tidak. Namun, gondolanya terlalu cepat bergerak dan mereka saling menjauhi satu sama lain. Xavier terus memperhatikan sampai benar-benar tidak terlihat.Nalurinya berkata bahwa itu adalah Felice. Tapi bagaimana mungkin Felice masih tidak berubah sejak terakhir bertemu. Dia masih selalu cantik, anggun dan elegant. Xavier berharap ingin bertemu orang itu lagi untuk memastikan dia Felice atau bukan.Setelah turun dari gondol
Berjalan di jalanan yang sama seperti dua tahun lalu, di malam yang berbeda dan tidak ada yang seseorang yang menemani setiap langkah kaki ini terasa sangat asing bagi Xavier. Udara di sekitar, pepohonan yang rindang jalanan yang basah setelah diguyur hujan, semuanya tidak banyak yang berubah.Xavier memandangi pemandangan di jalanan yang terguyur hujan itu sambil memikirkan kenangan dua tahun lalu bersama Felice. Matanya terus memperhatikan setiap sudut di kanan dan kiri jalanan itu.“Satu atau dua tahun dari hari ini. Jika aku bisa berjalan di jalur seperti ini di hari ini, aku akan memikirkanmu dan kita hari ini.” Suara hati Xavier.Drttt drttt [+62813003680996]Xavier menghentikan langkahnya untuk membuka pesan di ponselnya.“Aku mengirimimu pesan dari Jakarta. Apa kamu tiba dengan selamat? Sampai jumpa besok di Jakarta.”Setelah membaca pesan itu, enta
“Kamu sudah menikah?” Tanya Xavier.“Astaga! Kamu bahkan tidak mengirimi aku undangan pernikahan. Kamu pikir seperti itulah teman yang setia? Wahh! Aku kecewa padamu.” Keluh Xavier.“Haha. Tenang dulu! Kita tidak menikah. Kita hanya tinggal bersama.” Jawab Arka.“Benarkah? Kamu tidak takut dengan omongan orang? Ini Indonesia bukan Eropa atau America.” Ujar Xavier.Drttt drtt [Nona Luna]“Halo, ini Arka Nolan Jude, CEO Galaxy PR.”“Halo, Pak Arka. Aku menelepon dari tim Lauré.” Ujar Luna.“Ya, Nona Luna.” Balas Arka sambil melihat ke arah posisi Xavier duduk beberapa saat.“Bagaimana perkembangan iklan produk kami?” Tanya Luna.“Oh itu Pak Liam yang akan bertanggung jawab atas iklan produk tahun ini. Anda tidak usah khawatir. Tenag saja. Tunggu saja
Xavier hanya sempat memasak mie instan hari ini. Saat mie sudah dimasukan, Xavier hendak memasukan telur. Namun, Xavier teringat sesuatu saat memegang telur itu.Flashback On“Kamu selalu mengaduk telur setelah menambahkannya ke mie instan, bukan?” Ujar Felice.“Tidak.” Balas Xavier.“Wah! Astaga, kita sungguh berbeda. Kita benar-benar tidak cocok. Sepertinya kita akan sering bertengkar.” Balas Felice.Flashback OffXavier membatalkan niatnya yang akan langsung memecahkan telur di atas mienya. Dia memutuskan untuk mencoba selera makan Felice.Xavier pecahkan telur itu di atas mangkuk kecil lalu diaduk hingga terampur rata. Setelah itu baru dimasukan ke dalam mie.Setelah mienya matang, Xavier segera memakannya sebelum mie itu menjadi dingin. Xavier makan mie sambil sesekali melihat ke arah foto Felice yang ada di hadapannya.Flashback On
“Itu sesuatu yang harus kamu ulur dan kamu bumbui sedikit. Hehehe…” Ujar Alano yang agak malu malu tapi akhirnya mengaku juga.“Hahaha!”“Hehe! Ya, memang aku yang mengatur semua ini.” Ujar Alano sambil mengajak yang lain untuk cheers.“Terima kasih, Pak Al dan semua yang hadir di sini. Aku akan menerima semua bantuan kalian.” Ujar Felice.“Heah! [Menghela nafas] Aku sangat putus asa hingga tidak peduli untuk menyelamatkan wajahku. Kini aku punya dua pegawai yang harus kuberi makan. Aku terima tawaran kalian dengan senang hari dan terima kasih untuk semuanya. Terima kasih banyak.” Ucap Felice dengan berlinang air mata penuh haru“Kamu pasti bisa, Nona Felice!” Ujar Diana.“Aku akan memasok kain terbaik. Tenang saja! kamu tinggal buat desain yang bagus untuk karya baru di brand pribadimu.” Ujar Budi.“Hubungi aku meski hanya untuk satu atau dua hal. Aku akan menjahitnya meskipun harus mengurangi waktu tidurku.” Ujar Selena.“Wahh!”“Astaga! Benarkah?” Ujar Felice.“Ya!” Balas Selena.“W
Pagi ini, Felice memulai harinya dengan mengecek semua hasil desainnya kemarin. Felice melihatnya satu persatu. Desainnya cukup unik tapi Felice merasa bingung bagaimana cara merealisasikan gambar ini di saat tidak ada orang yang mempercayainya.“Kamu membuat semua desain ini? Dalam sebulan?” Ujar Xavier.“Ya.” Balas Felice sembari tersenyum.Felice melirik ke sebelah kanannya sambil tersenyum senang. Felice merasakan Xavier membuka sketsa desainnya lembar demi lembar.“Wah!” Puji Xavier.“Bagaimana bisa kamu menyimpan semua ini?” Tanya Xavier sembari terus membuka lembaran pada buku itu.“Aku tidak tahu apakah aku sangat berbakat atau sedang penuh inspirasi. Aku merasa seperti Mozart.” Ujar Felice.“Apa kamu juga genius? Hehe!” Puji Xavier.“Hehe..” Felice tersenyum bahagia sambil merasakan Xavier membuka buk