Pagi itu, langit masih berkabut pasca hujan deras semalam. Awan mendung menggantung, menambah kesan suram suasana di daerah Sungai Kuning. Keadaan masih sangat sunyi, hanya suara kicau burung dan aliran air sungai yang deras terdengar seperti simfoni kehidupan.
Tiba-tiba keheningan itu terusik oleh suara langkah kaki tergesa-gesa. Seorang pria tua, dengan napas memburu, berlari menyusuri jalan setapak di sepanjang tepi sungai. Ia berusaha menghilang dari pandangan beberapa warga yang mengejarnya dengan marah.Para warga tersebut marah karena ia terlihat beberapa kali mencuri makanan yang tersaji di atas meja pengunjung kedai di kota, kali ini ia mencuri satu ekor utuh ayam panggang.Pencuri tua itu bersembunyi di balik alang-alang yang tingginya hampir seukuran anak usia dua belas tahun, diam tanpa suara sampai para pengejarnya pergi menjauh.“Fiuhh, hampir saja!” pria itu memandang hasil curian di tangannya dengan puas, seekor ayam panggang yLiu Heng terkekeh, "Benar-benar anak pintar!" “Bagaimana, Paman? Bersediakah Paman menerimaku sebagai murid?” Xin Ru memandang pria tua di depannya penuh harap. “Karena kau banyak akal sepertiku, kukira kau memang cocok jadi murid Pendekar Sinting … hahaha!” Liu Heng tertawa. “Terima kasih, Guru!” kening Xin Ru mencium tanah sebagai penghormatan pada Liu Heng. Pria itu melompat-lompat kegirangan, merasa sudah mendapatkan teman bermain. “Mari kita main petak umpet!” seru Liu Heng riang. “Aduh Guru, bukan Murid tidak mau bermain denganmu tapi …” Xin Ru berusaha menolak dengan halus namun malah membuat Liu Heng ngambek seperti anak kecil. “Aku hanya ingin mengajak bermain, apa gunanya memiliki murid kalau tidak mau diajak main petak umpet, huhh!” Liu Heng menghentakkan kaki dengan kesal. Xin Ru memutar otak cepat lalu memutuskan untuk membujuk pria tua itu. "Guru, daripada bermain petak umpet di sini, bagaimana kalau kita bermain menangkap pencuri!" "Menangkap pencuri? Wah, asyik
Setelah mengantarkan Qing Ning dan putranya ke kota Wenchuan, rombongan Yu Ping meneruskan perjalanan ke Hoa San. Qi Yue yang masih cemburu dengan sikap murid Fucanglong terhadap wanita lain, tak ingin berada di dekatnya selama perjalanan. Gadis itu lebih memilih berjalan bersama Xue Yi yang berjalan di belakang bersama beberapa tukang penarik kereta. “Calon istrimu cemburu!” Naga Dilong terkikik di telinga Yu Ping. “Sudah kubilang jangan sebut dia calon istriku!” sergah Yu Ping dengan nada tak suka. “Lalu siapa calon istrimu? Istri temanmu itu?” olok Dilong. Yu Ping mengetatkan gigi, tak ingin menimpali meski kesal. “Bukankah sudah kukatakan padamu takdir langit tak dapat ditolak? Jadi saranku, belajarlah untuk memedulikan calon istrimu mulai sekarang!” saran Dilong. Yu Ping tetap saja diam seribu bahasa, dalam hati masih ada rasa sakit menghadapi kenyataan Qing Ning tak mungkin menjadi miliknya. Namun Dilong ben
“Kak Xin Ru?” mata Yu Ping berkaca-kaca ketika kakak angkatnya mengangguk. Yu Ping segera menjatuhkan kedua lutut ke tanah, memberikan penghormatan pada orang yang berjasa dalam hidupnya saat ia masih kecil. “Aku menyewa Iblis Bayangan untuk menyelamatkan dirimu, tetapi mereka gagal dalam tugas dan melapor bahwa kau sudah …,” suara Xin Ru tercekat di kerongkongan. Yu Ping bangkit berdiri dan menggenggam tangan Xin Ru, “Aku selamat meski jatuh ke dalam jurang, semua karena pertolongan dewa.” Merasa diabaikan, Qi Yue berteriak kesal, “Apakah sudah selesai kalian bermesraan? Cepat bebaskan aku!” Xin Ru membungkuk dan membuka totokan di tubuh tuan putri kerajaan Qi. Begitu terbebas, gadis manja itu mendorong pundak kakak angkat Yu Ping dengan marah bercampur cemburu. Ia merasa Yu Ping selalu memberi perhatian lebih pada setiap gadis yang dijumpai, kecuali dirinya. “Menjauh dariku!” bentak Qi Yue seraya bangkit dari duduk.
Matahari pagi mulai menampakkan diri dari balik pegunungan ketika Liu Kang membuka mata, ia seperti baru saja mengalami tidur panjang dan mimpi indah. Tubuhnya terasa segar dan bersemangat, padahal dalam ingatan terakhir sebelum jatuh pingsan, ia dalam kondisi sekarat karena racun ‘Tangan Iblis Beracun.’ Perlahan Liu Kang bangkit berdiri dan mengamati sekeliling, ia berada di dalam sebuah gua di balik air terjun. “Siapa orang yang menolongku? Ia pasti seorang tabib sakti karena mampu menyembuhkan aku yang nyaris mati karena racun dahsyat!” Liu Kang berusaha mencari bayangan tabib sang penyelamat namun sia-sia, tak ada seorangpun di sana hingga tiba-tiba terdengar samar-samar suara memanggil namanya. “Kak Liu Kang!” Liu Kang bergegas keluar dari gua, menembus air terjun, dan mendarat di atas bebatuan. Suara-suara memanggil namanya semakin jelas, maka ia pun membalas dengan berteriak, “Aku di sini!” Tak lama terlihat tiga bayangan berlari menghampiri, mereka tak lain adalah ketiga
"Kau bukan kakakku,!"Adik Kedua menuding Liu Kang dengan gemetar, “Tunjukkan siapa dirimu sebenarnya!” Liu Kang tertawa menyeramkan, suaranya berubah menjadi tawa nyaring perempuan. Bulu kuduk Adik Kedua merinding, ia semakin yakin makhluk yang ada di depan mata bukanlah manusia melainkan siluman. Makhluk yang menyamar menjadi Liu Kang berputar seperti gasing, lalu perlahan berubah wujud menjadi wanita cantik bergaun putih. Adik Kedua mengambil ancang-ancang siap bertarung, meski dalam hati tak yakin mampu mengalahkan wanita siluman di hadapannya. “Setelah membuka penyamaranku, jangan harap kau bisa kabur dalam keadaan hidup!” Huli Bai menyeringai, sepasang gigi taring diikuti kuku-kuku jari memanjang menunjukkan ia tidak main-main dengan ancamannya. Meski ngeri, Adik Kedua tidak memiliki pilihan selain melawan habis-habisan. Pemuda itu sudah dibekali ilmu Cakar Harimau Besi sejak kecil, kemampuannya tidak diragukan lagi. Namun baru kali ini menghadapi siluman, ia harus ekstra ha
"Adik Kedua!" Liu Kang jatuh berlutut, menangis histeris sambil memeluk mayat adiknya yang sudah tidak utuh lagi. Adik Ketiga dan Keempat ikut mengelilingi dan meratap, mereka benar-benar tak menyangka akan kehilangan saudara dengan cara begitu tragis. “Ada hawa siluman di sekitar sini!” bisik naga Dilong di telinga Yu Ping, “Sepertinya korban tewas karena dimakan siluman.” “Siapa yang telah demikian tega membuatmu seperti ini, Adikku!” desis Liu Kang marah di sela isak tangis, “Aku tak akan mengampuninya, akan kucincang-cincang tubuhnya seperti ia mencincangmu!” “Hanya binatang yang tega melakukan ini pada adikmu, Saudara Liu!” kata Xue Yi, ikut miris melihat kondisi jenazah. “Aku kira siluman yang melakukannya!” celetuk Yu Ping, “Karena aku dapat merasakan hawa siluman di sekitar sini.” “Siluman? Mana ada siluman di kota seperti ini?” bantah Adik Keempat tak percaya. “Ya, memang agak aneh, kecuali ada yang menarik perhatian siluman itu hingga mengikuti ke mana saja!” terka pem
Tiba-tiba ada tangan terulur menyentuh pundak dan mengguncangnya, "Saudara Liu, Anda tidak apa-apa?" Liu Kang tersadar, berbalik untuk melihat Yu Ping sedang menatapnya penuh selidik. Tiba-tiba saja timbul kebencian dalam hati pada pemuda di depan mata. Pemuda yang berusaha menghancurkan hubungannya dengan sang kekasih. Kedua tangan Liu Kang saling mengepal erat, bibir mengatup rapat. Menahan diri untuk tak menyerang, sadar Yu Ping bukanlah lawan seimbang. “Saudara Liu?” Yu Ping mengguncang pundaknya lagi. “Aku tidak apa-apa,” Liu Kang berusaha tersenyum meski terlihat kikuk. “Kami melihatmu tidur sambil berjalan keluar dari penginapan hingga kemari, apakah ada sesuatu yang kau ingat?” tanya Yu Ping lagi. Liu Kang kesal, kesal karena ia tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Tetapi ia tahu, Yu Ping akan terus mendesak sampai menemukan jawaban yang masuk akal. “Hey, kalian di sini rupanya!” seru Xue Yi di belakang pun
"Aku akan memakannya kalau begitu, Ayah!" gurau Yu Ping lalu menyantap nasi dan sayur dalam mangkuk tanpa curiga. Wajah Liu Kang yang tegang berubah sumringah kembali, bahkan cenderung menyeringai. “Aku akan menghancurkanmu dan merampas seruling sakti yang kau miliki,” batin Liu Kang, senyum kemenangan terukir di bibir pria yang telah dikuasai mantra pemikat siluman rubah putih, Huli Bai. Setelah selesai sarapan, Yu Ping bangkit berdiri namun tiba-tiba ia terhuyung seperti mau pingsan. “Adik Yu, kau tidak apa-apa?” Liu Kang memegang lengan pemuda itu, berpura-pura cemas. Ia ingin memastikan, mantra penghancur kekuatan telah bekerja. Setelah Yu Ping duduk, ketua perguruan Harimau Utara itu memeriksa nadinya, “Nadimu kacau, apa yang terjadi?” “Entahlah, tiba-tiba aku merasa lemas,” keluh Yu Ping seraya memegangi kepalanya. Xin Ru dan Qi Yue spontan mendekati pemuda itu, “Pertandingan di Hoa San akan segera dimulai, sebaiknya Saudara Xue Yi dan dua Nona ini berangkat lebih dulu ke