Setelah mengantar Andra dan Erfan, Eva segera bergegas untuk mencari tempat makan. Sebenarnya ia belum makan dari pagi karena menantang dirinya untuk berbelanja di pasar. Akhirnya sampai matahari sudah tepat berasa di atas kepala, perutnya masih belum terisi dengan apa pun. Ia mengamati setiap tempat yang ada di pinggir jalan. Beberapa kali ia melihat rumah makan, tapi entah mengapa ia sangat tidak tertarik untuk ke sana. Sampai saat ia melihat sebuah restoran yang menjadi tempat pertemuan pertamanya dengan Andra. Ia segera memasuki kawasan parkir restoran tersebut. Dari awal turun sampai memasuki restoran itu, ia benar-benar merasa tidak asing dengan keadaan ini. Waktu itu ia datang mengendarai mobil, walaupun mobil itu milik Ina. Eva melirik jam yang melingkar di tangannya. Rupanya sudah masuk waktu makan siang. Waktu itu juga ia datang tepat di waktu makan siang. Ia tersenyum lalu membuka pintu restoran tersebut.
Eva menyapukan pandangannya ke segala arah, ia berusaha meng
Sedih, marah, dan gelisah. Kata-kata itu sangat cocok untuk menggambar perasaan Eva saat ini. Ia benar-benar tidak menyangka kalau pertemuan mereka saat itu malah berujung mempercepat perceraian seperti ini. Padahal ia yakin selama pertemuan itu, tidak melakukan kesalahan. Ia ingin menanyakannya pada Andra, tentang alasan sebenarnya mengapa pria itu ingin sekali berpisah dengannya. Tapi ia sudah tidak bisa main-main dengan pekerjaannya kalau tidak mau dipecat. Eva memijat pelipisnya, pusing sudah mulai menyerangnya. Tiba-tiba sebuah tangan ikut memijat pelipisnya dari belakang. Eva sama sekali tidak menepis tangan itu, karena cukup membantunya mereda pusing."Apa yang membuat Eva ini terlihat sangat pusing?" tanya Ina.Eva menoleh sekilas dengan senyumnya. "Kehabisan uang, Bunda."Ina langsung melebarkan kedua matanya saat Eva memanggilnya dengan sebutan bunda. Ia memukul bahu Eva cukup keras hingga membuat sahabatnya itu meringis. Eva membentuk jarinya membentu
Langit jingga perlahan mulai meredup, Eva masih tetap duduk di tempatnya. Ia memandangi kue berwarna kuning yang ada di mejanya. Andra yang memesankan kue itu padanya. Rupanya pria itu melihat Eva dan Robi kemarin. Katanya, Andra sudah memiliki alasan yang cukup untuk berpisah dengannya. Entah mengapa ia benar-benar merasa bersalah, padahal ia sama sekali tidak melakukan sesuatu yang aneh dengan Robi. Kemarin ia hanya makan kue pemberian pria itu.Eva menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Ia menarik napas dalam berulang kali untuk meredakan rasa sakit di hatinya. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang berhenti di dekatnya. Eva mengangkat kepalanya, lalu ia melihat Robi dengan senyum lebarnya. Pria itu langsung menempati kursi kosong yang semula ditempati oleh Andra. Padahal Eva belum memberi izin untuknya. Ia meletakkan tisu di meja sambil tersenyum. Eva mengernyitkan dahinya, ia menatap Robi dengan bingung."Apa maksud kamu selama ini? Kenapa kamu dekatin saya?
Ruri yang melihat kepergian Eva yang begitu tergesa-gesa jadi curiga. Ia pamit pada Linda untuk mengambil sesuatu di mobil. Linda yang tidak menaruh curiga pada tamunya itu pun mengiyakan saja. Ruri berjalan cepat menuju ke gerbang, sesekali ia menoleh ke belakang untuk memastikan tidak ada yang mengikutinya. Setelah benar-benar aman, ia mengendap-endap dan mengintip keluar melalui celah gerbang. Ia melihat Eva yang memunggunginya, lalu di sampingnya ada seorang pria yang tengah tersenyum begitu manis. Ruri mengernyitkan dahinya, ia yakin kalau pria itu yang memicu perceraian Andra dan Eva. Walaupun mereka memang menikah kontrak, tapi Andra tidak mungkin meminta agar perceraian mereka dipercepat seperti itu.Tiba-tiba pintu gerbang itu dibuka oleh Eva. Ruri dan Eva sama-sama terkejut, begitu juga dengan Robi. Mereka terjebak dalam diam beberapa saat, mereka hanya bisa saling memandang dengan bingung. Robi yang mengira kalau Ruri itu ibunya Eva langsung menjabat tangan wanita
Dua minggu setelah pertemuan dadakan antara orang tua Andra dan Eva, akhirnya mereka dipertemukan lagi di pintu keluar pengadilan. Andra menatap Eva yang berdiri di sampingnya. Ia tidak menyangka hari ini akan tiba, padahal beberapa minggu yang lalu semuanya baik-baik saja. Eva menatap sekilas ke arah Andra, lalu tersenyum tipis. Kedua orang tua Andra terlihat menatapnya dengan sinis. Mungkin karena ucapannya terakhir kali yang memicu dendam wanita tersebut. Apalagi sekarang ia sudah bercerai dengan Andra, sudah tidak ada lagi alasan bagi Ruri untuk menjaga sikapnya. Mungkin wanita itu akan lebih sering menunjukkan wajahnya yang asli.Linda menepuk bahu Eva dari belakang. Ia mengisyaratkan untuk melanjutkan perjalanan. Eva mengangguk, ia menatap Andra terlebih dahulu. Lalu ia pamit pulang terlebih dahulu. Andra hanya menanggapinya dengan senyuman. Sebelum masuk ke dalam mobil, Eva kembali memutar tubuhnya. Ia menatap Andra dan kedua orang tuanya secara bergantian. Walau hanya
Sepulangnya Eva dari restoran itu, ia langsung masuk ke kamarnya. Ia tidak berpikir untuk pergi bekerja, padahal masih ada waktu tiga jam lagi sebelum pulang. Pasti besok Ina dam Vira akan memakannya, karena pekerjaannya yang banyak itu terbengkalai. Soalnya, kalau dalam satu tim ada yang tidak menyelesaikan pekerjaan, maka tidak ada jatah libur pada hari sabtu. Tim itu akan dipaksa untuk masuk di hari sabtu, bahkan lembur agar bisa libur di hari minggu. Kejam? Tidak, itu memang sudah kesepatakatan dari awal masuk ke perusahaan tersebut. Jika memilih masuk, artinya sudah menyetujui kesepakatan itu. Sialnya, Eva memilih untuk masuk dan menyetujuinya. Ia cukup tergoda dengan gaji yang banyak. Saat itu ia baru saja lulus dari sebuah universitas yang tidak ternama, sangat sulit untuknya mendapatkan pekerjaan. Lalu datanglah sebuah lowongan pekerjaan di tempat yang sampai saat ini masih menjadi tempatnya bekerja. Ia yang saat itu sangat membutuhkan pekerjaan, tanpa pikir panjang langsung
Andra pulang ke apartemennya pada malam hari. Ia yang sangat frustasi itu menghabiskan waktunya di dalam club malam. Ia tidak peduli jika ada muridnya atau teman kerjanya yang melihat. Saat ini ia hanya ingin melupakan beban perasaan yang ada di hatinya. Ia tersenyum lebar dengan langkah sempoyongannya ke arah kamar. Saat membuka pintu kamar, ia menghentikan langkahnya. Kedua mata sayupnya itu mengerjap beberapa kali. Ia melihat Eva yang tengah duduk di tepi kasur, wanita itu menatapnya dengan wajah sedih. Andra mengucek matanya dengan kedua tangan. Tapi Eva masih tetap ada di sana."Apa ini pengaruh alkohol?" tanya Andra pada dirinya sendiri.Andra berjalan maju, perlahan ia mendekati Eva yang masih duduk di tempatnya. Ia meletakkan tangannya di bahu Eva, ia bisa menyentuhnya. Andra tersenyum lebar lalu memeluk tubuh mantan istrinya tersebut. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan wanita itu saat ini. Ia benar-benar tidak bisa menahan rasa rindunya. Ia benar-benar keh
Eva dan kedua sahabatnya berkeliling kota Jakarta cukup lama. Mereka mengunjungi semua tempat yang belum pernah mereka datangi. Tibalah saatnya pulang karena matahari sudah hampir terbenam. Sebelum pulang, Ina mengusulkan untuk makan terlebih dahulu. Lalu Eva merekomendasikan restoran yang menjadi tempat favoritnya, tidak lain restoran milik Robi. Kedua sahabatnya yang pernah beberapa kali ke sana pun menyetujuinya. Mereka langsung tancap gas ke tempat tersebut. Sebelum tiba di sana, Eva mengirim pesan singkat pada Robi. Ia memberitahukan pria itu bahwa ia sedang menuju ke sana. Jika dilihat dari balasannya, Robi terlihat sangat senang. Ia bahkan mengatakan akan mengosongkan satu meja untuk Eva dan kedua sahabatnya. Ia juga akan memberikan hidangan spesial untuk mereka. Robi benar-benar menanti kedatangan mereka. Tanpa terasa, mereka sudah tiba di depan restoran tersebut. Eva dan Vira langsung menghambur keluar. Sedangkan Ina memarkir mobilnya terlebih dahulu. Saat b
Malam ini Andra memutuskan untuk mendatangi rumah Eva. Ia tidak tahu apa ia bisa kembali dalam keadaan bernyawa atau tidak. Kini yang ada dipikirannya, ia ingin bicara dengan Eva. Ia ingin tetap memiliki hubungan yang baik-baik saja dengan wanita itu. Meskipun mereka sudah bercerai, setidaknya mereka bisa kembali berteman. Ya, walaupun sempat ada niat untuk menjadi lebih dari teman. Entah mengapa rasanya Andra tidak bisa melepas wanita itu begitu saja. Ia merasa sangat marah saat wanita itu dekat dengan pria lain. Padahal sekarang statusnya bukanlah orang yang bisa melarang wanita itu dekat dengan orang lain. Ia sudah menjadi orang lain bagi Eva. Tapi tidak bagi Andra, wanita itu bukanlah orang lain. Wanita itu masih tetap memiliki ruang di hatinya. Bodohnya ia yang terlalu mendahulukan ego dibanding perasaannya.Andra tiba di depan gerbang kompleks rumah Eva. Dari kejauhan, ia melihat sebuah mobil Honda Jazz berwarna hitam terparkir di depan gerbang rumah wanita itu. Perlaha