Jessi tidak bisa menolak lagi karena laki-laki itu sudah menutup panggilan teleponnya.
“Mereka semakin posesif saja. Aku sudah tidak nyaman dengan Jimmy dan Alan, tapi aku masih membutuhkan mereka.”
Jessi memijat pelipisnya sambil memejamkan mata. Ia sadar kalau perbuatannya salah, telah menyakiti hati kedua laki-laki itu. Tapi, ia juga tidak sepenuhnya salah karena menurutnya sama-sama saling menguntungkan. Ia mendapat bantuan dan dukungan dari kedua kekasihnya dan mereka pun mendapat keuntungan dengan menikmati tubuhnya.
Wanita cantik itu larut dalam pikirannya sendiri, hinga ia tidak menyadari kalau sang pengawal sudah berdiri di hadapannya. “Apa anda sakit, Nona?” Leon menaruh cangkir kopi itu di meja yang ada di depan sang nona.
“Aku tidak apa-apa, hanya sedikit lelah saja."
“Sebaiknya Nona istirahat, jangan bekerja terlalu keras!”
Walau bagaimanapun Jessi orang yang selama berbulan-bulan dekat dengannya. Walaupun ia ingin menghan
Jessi berhenti mengunyah, ia menatap kekasihnya dengan tatapan yang sulit diartikan, hingga Jimmy merasa kalau wanitanya tersinggung dengan ucapannya. “Lupakan ucapanku yang tadi! Sekarang kita makan lagi.” Jimmy menyendokkan makanan ke dalam mulutnya. “Apa aku terlihat seperti wanita kesepian, walau aku mempunyai dua kekasih yang selalu memuaskanku?” “Tidak, Sayang, maksudku bukan itu.” Jimmy menaruh sendoknya. “Sejujurnya aku hanya cemburu kepada Leon. Dia tingal satu atap denganmu. Dia bisa memandangmu setiap hari sedangkan aku tidak.” “Apa perlu aku jelaskan kembali siapa Leon?” “Tidak perlu. Sudahlah lupakan saja! Aku akan berusaha untuk menjernihkan isi kepalaku ini.” “Baiklah, ayo makan lagi!” Jessi kembali makan makanan yang dibawa Jimmy. “Sayang, apa kamu tidak tersinggung dengan uccapanku tadi? Aku benar-benar minta maaf. Ternyata cemburu itu susah sekali disingkirkan. Aku harus berusaha menahannya supaya tidak menyak
Alan tia-tiba saja muncul. Pria itu berjalan dengan santainya menghampiri sang kekasih. “Oh sedang ada tamu ya,” kata Alan sambil tersenyum ramah. Lalu mengulurkan tangannya pada laki-laki yang bersama kekasihnya. “Selamat siang, Tuan Jimmy.” “Siang, Tuan Alan.” Jimmy bangun dari duduknya lalu menerima uluran tangan itu. Kedua laki-laki itu saling menyapa, sedangkan Jessi hanya duduk bersandar sambil menumpangkan kakinya. Ia terlihat sangat santai, tidak seperti pasangan lainnya yang panik saat tertangkap basah. “Maaf, aku lansung masuk saja karena tidak tahu kalau sedang ada tamu. Sebaiknya aku tunggu di luar.” “Memangnya tidak ada Nona Julie di depan?” tanya Jimmy kepada kekasih pacarnya itu setelah ia kembali terduduk. “Julie sedang makan siang, ini waktunya beristirahat.” Jessi yang menjawab pertanyaan Jimmy. Ia tahu kalau Jimmy pasti sedang cemburu. Kepada Leon saja dia begitu cemburu apalagi kepada Alan yang jelas-jelas b
Satu jam sudah Jessi melakukan apa yang menjadi rutinitasnya setiap bertemu dengan teman kencannya. Leon sudah kembali sejak beberapa menit yang lalu. Ia tidak berani masuk karena mendengar suara aneh dari dalam ruangan boss-nya. Laki-laki tegap itu tahu apa yang sedang dilakukan boss-nya dengan sang kekasih, hingga ia tidak membiarkan siapa pun mendekati ruangan itu. Bahkan Julie sekretarisnya yang ingin bertemu dengan sang nona setelah makan siang, tidak diizinkan olehnya. Sebelum wanita cantik itu mendekati ruangan sang CEO, Leon berjalan menghampiri Julie yang sedang berjalan ke arah ruangan boss-nya. “Nona Julie, apa anda hendak ke ruangan Nona?” tanya Leon kepada wanita yang menaruh hati padanya. Julie memandang wajah Leon sambil tersenyum. “I-iya, Tuan. Saya ingin memberikan berkas yang harus Boss tanda tangani,” jawabnya dengan sedikit gugup berada sedekat itu dengan laki-laki yang ia kagumi. “Sebaiknya nanti saja.” “Ta
“Tidak apa-apa, Tuan, saya hanya terkejut saja,” ucap Julie sambil berusaha untuk tenang.“Baiklah. Silakan, Nona.” Leon mempersilakan Julie untuk berjalan terlebih dulu. Wanita cantik itu pun mengiyakannya.Ia berusaha untuk tenang, mengatur napasnya supaya tidak gugup lagi. Semakin berusaha untuk menghilangkan perasaannya terhadap laki-laki yang selalu siaga menjaga bosnya, semakin ia tidak bisa mengendalikan dirinya untuk terus menyukai Leon.Leon berjalan cepat untuk membuka pintu, wanita itu dibiarkan masuk seorang diri, ia kembali bediri di depan ruangan boss-nya.Julie mengembuskan napasnya perlahan sebelum berbicara. “Ini dokumen yang harus anda tanda tangani, Nona.”Jessi membuka berkas itu sambil berkata, “Kenapa baru sekarang diberikan padaku?”“Maaf, Nona, saya baru selesai mengerjakannya,” jawab julie. “Satu jam lalu saya ingin langsung meminta tanda t
“Leon pilihlah jas yang kamu suka dan yang cocok dengan gaunku. Aku tidak bisa datang bersama Alan ataupun Jimmy. Aku khawatir mereka malah merusak rencanaku untuk bertemu dengan Tuan Hans.” “Baik, Nona.” Tidak mau mempermalukan sang nona di pesta itu, ia mengiyakan saja apa yang menjadi kemauan boss-nya. “Ini, Nona Jessi.” Pegawai butik itu memberikan paper bag berwarna hitam kepada Jessi, tapi Leon yang menerimanya. "Biar saya saja." Leon mengambil paper bag itu dari tangan pegawai butik. “Carikan setelan jas yang cocok dengan gaunku untuk Leon!” titah Jessi kepada pegawai itu. “Baik, Nona,” jawabnya dengan sopan. “Sebentar saya ambilkan.” Wanita muda itu bergegas mengambilkan pesanan pelanggan setianya. Setelah beberapa menit ia sudah kembali dengan beberapa setelan jas. “Silakan dipilih, Tuan.” “Yang ini saja.” Leon menunjuk setelan jas berwarna hitam. “Tunggu sebentar, Tuan!” ucap pegawai buti
Jessi membenamkan wajahnya pada dada bidang Leon yang membuat langkah sang pengawal semakin cepat. Ia khawatir sang nona terbangun dan terutama ia harus tetap menjaga batasannya sebagai seorang pengawal. “Tidurlah yang nyenyak!” ucap Leon setelah membaringkan wanita cantik itu di tempat tidur. “Dia memang sempurna,” gumamnya setelah menyelimuti wanita cantik itu. Laki-laki berpengawakan tegap itu keluar dari kamar sang boss, lalu masuk ke dalam kamarnya. Kemudian menelpon seseorang dengan serius sambil berjalan mondar-mandir. Entah apa yang direncanakannya, laki-laki itu tampak serius dan tersenyum setelah selesai menelepon. “Tidak lama lagi rencana ini berhasil, saya harus berhati-hati dengan wanita itu. Dia mempunyai sejuta pesona untuk memikat para lelaki,” ucapnya sambil membuka pakaian, lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum beristirahat. Pagi harinya Jessi bangun sudah berada di tempat tidurnya. “Kenapa aku ada d
“Julie bagaimana dengan yang lainnya, apa ada kendala juga?” tanya Jessi kepada sekretarisnya yang duduk di hadapannya. “Yang lain tidak ada masalah, Nona. Kendalanya hanya dia bagian ini saja. Ini berjalan sangat lambat sehingga yang lain mengeluhkan kinerja dari departemen ini.” Julie menyerahkan berkas laporan dari masing-masing divisi. “Dia lagi,” gumamnya saat melihat laporan yang diberikan oleh sekretarisnya. “Beritahu yang lain, sepuluh menit lagi meeting.” “Baik, Nona.” Julie segera mengumumkan ke setiap departemen yang bertanggung jawab atas perilisan produk baru. Jessi dan Julie bangun dari duduknya, mereka hendak ke ruang meeting untuk membahas kendala yang dialami pembaruan produk yang akan diluncurkan dua bulan lagi. Leon belum tahu masalah yang terjadi dengan sang boss. Ia mengikuti dua wanita cantik yang berjalan begitu tergesa dengan kebingungan. ‘Sepertinya ada masalah lagi, tapi apa?’ gumam Leon dalam hatinya sambil t
“Hahaha … anda tidak sadar? Baru saja anda mengakuinya?” Jessica tertawa mengejek laki-laki paruh baya itu. Marcus menjadi gelagapan karena ucapannya secara tidak langsung mengakui perbuatannya. “Maksudnya bagaimana anda bisa menuduh saya seperti itu? Apa anda mempunyai bukti?” “Aku diam bukan tidak tahu atas semua perbuatanmu.” Salah satu sudut bibir Jessi terangkat. “Aku tahu anda selalu memberikan semua info penting di Beauty Corporation kepada CEO D. R Corporation. “Itu tidak benar, Boss. Semua itu bisa saya jelaskan.” Laki-laki paruh baya itu masih mengelaknya. Ia pikir semua yang ia lakukan tidak akan tercium oleh atasannya. “Silakan anda jelaskan di kantor polisi,” sahut Jessi. “Kantor polisi?” Marcus terkejut, lalu bangun dari duduknya. “Anda tidak bisa seenaknya seperti, Nona Jessica.” “Aku yang berkuasa di sini, apa pun yang aku lakukan itu demi kebaikan perusahaanku dan kesejahteraan para pegawai Beauty Corporation yang bekerja sungguh-sungguh dan tentunya selalu s