Share

5. CERITA KUNO

Author: Evita Maria
last update Last Updated: 2024-09-09 22:52:48

Sinar mentari pagi menembus melalui celah-celah dinding anyaman bambu sebuah pondok sederhana di lereng Gunung Tai Shan. Di dalam sebuah bilik kecil, di sudut ruangan, di atas sebuah dipan kayu sederhana yang dilapisi tikar rumput, terbaring sosok kecil Du Fei.

Seluruh tubuh bocah itu, dari ujung kaki hingga kepala, terbungkus rapat oleh perban putih. Perban-perban ini telah dilumuri dengan ramuan ganggang laut, mutiara, dan ginseng seribu tahun, menghasilkan aroma yang tajam namun juga menenangkan.

Empat belas hari telah berlalu sejak kejadian naas itu. Selama itu pula, Du Fei terbaring tak sadarkan diri, seolah tenggelam dalam tidur panjang yang tak berujung. Qing Ning, sang ibu, dengan setia merawat putranya tanpa kenal lelah tanpa mempedulikan lukanya sendiri. Ia mengganti perban, mengoleskan obat, dan membisikkan doa-doa pengharapan di telinga Du Fei setiap hari.

Xun Huan dan Ru Chen juga sibuk mencari dan membawakan bahan ramuan, serta memberikan dukungan moral pada Qing Ning yang nyaris putus asa. Mereka semua menanti dengan cemas, berharap keajaiban akan terjadi.

Ketika fajar menyingsing di hari kelima belas, sesuatu yang ditunggu-tunggu akhirnya terjadi. Jemari kecil Du Fei yang terbungkus perban bergerak perlahan, diikuti dengan erangan pelan yang nyaris tak terdengar. Qing Ning yang tertidur di samping dipan terbangun seketika, matanya melebar penuh harap.

"Du Fei?" bisiknya lembut, suaranya bergetar menahan tangis haru. "Ibu di sini, Nak. Kau aman sekarang."

Perlahan, kelopak mata Du Fei yang tak tertutup perban mulai bergerak-gerak. Akhirnya, sepasang mata itu terbuka menatap Qing Ning. Diserang kepanikan, ibunya bergegas keluar dari bilik, kakinya nyaris tak menapak tanah saat berlari.

Di ruang tengah pondok, Xun Huan dan Tabib Sakti, Shen Yi, sedang menikmati secangkir teh hangat sambil berbincang dengan suara rendah.

"Paman Tabib, Du Fei sudah siuman!" serunya, suaranya terdengar gemetar karena khawatir sekaligus bahagia.

Tanpa membuang waktu, Shen Yi dari duduk, diikuti oleh Xun Huan. Mereka bergegas mengikuti Qing Ning menuju bilik tempat Du Fei berbaring.

Tabib Sakti segera menghampiri Du Fei. Dengan gerakan yang tenang, ia memeriksa nadi bocah itu. Jemarinya yang berpengalaman merasakan denyut kehidupan yang mengalir. Namun, keningnya berkerut dalam, menandakan ada sesuatu yang tidak biasa.

Qing Ning yang memperhatikan ekspresi sang Tabib merasa cemas. Ia tak bisa menahan diri untuk tidak bertanya, "Bagaimana dengan putraku?"

Shen Yi menggeleng cepat, berusaha menenangkan. "Tidak apa-apa," ujarnya, meski nada suaranya tidak sepenuhnya meyakinkan. Dengan hati-hati, ia mulai membuka perban di tangan Du Fei untuk memeriksa luka bakarnya.

"Nadi normal, luka bakar juga sudah pulih dengan baik," Ia menggumam, akan tetapi ada keraguan dalam suaranya. "Hanya saja ada …."

"Katakan, Paman!" desak Qing Ning, rasa panik kembali menguasai dirinya. "Hanya saja apa?" Ia mencengkeram lengan Shen Yi, matanya memohon penjelasan.

Pria berusia sekitar 75 tahunan itu menghela napas panjang sebelum melanjutkan, "Aku memeriksa nadinya, semua tampak normal. Namun, ada sesuatu yang aneh. Seperti ada hawa panas yang tersimpan di dalam tubuhnya."

Ia berhenti sejenak, menatap Qing Ning dengan serius, "Hal ini tak pernah terjadi pada korban luka bakar sebelumnya. Pil Penyambung Nyawa memang mampu melindungi Du Fei dari hawa panas yang merusak, tetapi tak bisa mengeluarkan hawa panas itu dari tubuhnya."

Ruangan itu hening sejenak, hanya terdengar deru napas Du Fei yang lemah. Xun Huan, yang sejak tadi diam memperhatikan, akhirnya angkat bicara, "Apa artinya ini, Tuan Shen? Apakah berbahaya bagi Du Fei?"

"Aku rasa tidak," ujar Shen Yi lirih seolah tak yakin. "Tetapi kondisi ini mengingatkanku pada sebuah cerita kuno."

"Cerita kuno?" Xun Huan dan Qing Ning bertukar pandang, mata mereka dipenuhi keheranan dan rasa ingin tahu.

"Benar," Shen Yi mengangguk dalam, "Konon terjadi sebuah pertempuran dahsyat di dasar laut. Pertempuran itu melibatkan Dewa Naga Ying Long dan Panglima Laskar Langit, Fu Zhen."

Ia melanjutkan, "Dewa Naga Ying Long, dibantu oleh Dewa Naga terkuat, Qiulong yang mengambil wujud manusia untuk bertarung melawan Fu Zhen dan rekannya, Fu Ming karena kedua panglima laskar langit itu berusaha membunuh Dewa Air demi merebut cinta Dewi Lotus."

"Dalam pertempuran itu, Qiulong bersenjatakan Pedang Naga Api, sebuah hadiah istimewa dari Dewa Langit atas jasa-jasanya yang tak terhitung." Shen Yi berhenti untuk mengambil napas sejenak, matanya berkilat penuh kekaguman.

"Namun, tak disangka Pedang Naga Api memiliki kekuatan yang luar biasa saat digunakan dalam pertempuran di dasar laut. Energi api yang dikeluarkan menimbulkan gelombang tsunami dahsyat di pantai, menghancurkan beberapa desa dan memakan korban jiwa manusia yang tidak sedikit."

Qing Ning menutup mulutnya dengan tangan, terkejut mendengar kisah tersebut. Xun Huan mengerutkan kening, mencoba mencerna setiap detail cerita.

"Setelah pertempuran usai," lanjut sang Tabib Sakti, "Dewa Yinglong, dengan berat hati, melarang Qiulong membawa serta Pedang Naga Api kembali ke langit. Pedang itu telah menumpahkan darah manusia tak berdosa, sebuah pelanggaran berat dalam hukum para dewa."

"Meski berat hati melepaskan pedang kesayangannya, Qiulong terpaksa mematuhi perintah. Namun, sebelum membuangnya ke dasar palung laut terdalam, ia mengucapkan sebuah sumpah." Shen Yi berhenti sejenak, matanya menatap tajam ke arah Du Fei yang masih terbaring. "Qiulong mengatakan bahwa kelak, hanya manusia dengan energi api sejati yang mampu menguasai Pedang Naga Api."

"Aku tidak bisa memastikan," sangTabib Sakti melanjutkan dengan hati-hati, "apakah energi yang tersimpan dalam tubuh Du Fei sama dengan energi yang dimaksud dalam legenda, atau hanya efek dari kebakaran yang menimpanya." Ia berhenti sejenak, matanya memancarkan kilatan harapan. "Namun, jika benar sama, maka kelak Du Fei mungkin akan tumbuh menjadi pendekar yang luar biasa hebat."

"Itu tidak boleh terjadi!" Sergah Qing Ning tiba-tiba, suaranya bergetar penuh emosi. Matanya yang berkaca-kaca memancarkan ketakutan yang mendalam.

Shen Yi terkejut oleh reaksi yang tak terduga ini. Kedua alis putihnya yang tebal tertaut, menciptakan kerutan dalam di dahi. "Mengapa, Nyonya Qing?" tanyanya tak mengerti, "bukankah seharusnya Anda bangga memiliki putra yang berpotensi menjadi pendekar hebat?"

Qing Ning menggeleng kuat-kuat, rambutnya yang terurai berayun mengikuti gerakannya. "Pokoknya aku tak ingin anakku jadi pendekar," tegas wanita cantik itu. Tanpa diduga, ia berlutut di hadapan Shen Yi, tangannya menggenggam ujung jubah sang tabib. "Kumohon, tolong keluarkan energi api itu dari tubuh Du Fei!"

Tabib Sakti menghela napas panjang, tangannya yang keriput mengelus jenggotnya yang panjang. "Aihh," gumamnya sambil menggeleng-gelengkan kepala, "semua orang berlomba-lomba ingin menjadi pendekar terhebat, tetapi Anda justru sebaliknya!"

Qing Ning menundukkan kepalanya, bahunya bergetar menahan tangis. "Karena aku tak ingin ia menjadi seperti ayahnya," gumamnya dengan suara yang nyaris tak terdengar, namun sarat akan kesedihan yang mendalam.

Sesaat hening, tak lama kemudian Qing Ning mengangkat wajahnya. "Aku hanya ingin putraku hidup dengan normal.”

Ia berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Menjadi pendekar hanya akan membangkitkan darah iblis yang mengalir dari ayahnya."

Shen Yi menghela napas panjang, tangannya yang keriput kembali mengelus jenggotnya yang panjang. "Tetapi siapa yang kuasa menentang takdir, Nyonya?" ujarnya dengan nada bijak. "Sia-sia saja menghindar, kita tak bisa menghalangi kuasa langit."

Tiba-tiba suasana tegang itu dipecahkan oleh suara lemah yang memanggil, "Ibu."

Qing Ning segera menghambur ke sisi putranya, menggenggam tangan kecil Du Fei dengan penuh kasih sayang. "Du Fei," bisiknya lembut, "bagaimana perasaanmu, Nak?"

Du Fei mengerjapkan matanya, berusaha memfokuskan pandangannya. Dengan suara yang masih lemah namun polos, ia menjawab, "Aku lapar, Bu."

Qing Ning mengusap lembut rambut putranya, "Aku akan menyiapkan makan untukmu, Sayang."

Shen Yi tersenyum lega, "Baiklah, setelah Du Fei selesai makan, baru kita buka perban yang membalutnya. Kita perlu memeriksa kondisi lukanya secara menyeluruh."

Qing Ning mengangguk setuju, lalu bergegas keluar ruangan untuk menyiapkan makanan. Sementara itu, Xun Huan mendekati Du Fei, tersenyum hangat pada bocah itu. "Kau anak yang tangguh., Du Fei. Sekarang, fokuslah untuk memulihkan dirimu."

Du Fei mengangguk lemah, namun tiba-tiba matanya terbuka lebih lebar seperti mengingat sesuatu. “Paman Penolong … di mana dia?”

Tabib Sakti Shen Yi dan Xun Huan hanya menggeleng tak mengerti siapa yang bocah itu maksudkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
mantap bah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   6. MENENTANG LANGIT

    Dengan hati-hati, Tabib Sakti Shen Yi mulai membuka perban yang membalut tubuh Du Fei. Jemari tuanya bergerak dengan hati-hati, seolah takut menyakiti kulit yang masih sensitif. Setiap lapisan kain yang terlepas membuat jantung Qing Ning berdebar semakin kencang.Ketika perban terakhir di bagian kepala dilepaskan, ruangan itu dipenuhi oleh tarikan napas tertahan. Wajah Du Fei yang dulunya mulus, kini terpampang bekas luka bakar yang menyerupai sisik ikan. Pola unik itu ada di area pipi kiri dan pipi kanannya, berwarna merah kehitaman.Qing Ning tanpa sadar melayangkan tangan ke mulutnya yang menganga, menutupi keterkejutan yang tak mampu ia sembunyikan. Matanya yang indah seketika berkaca-kaca, menyaksikan perubahan drastis pada wajah putra satu-satunya yang begitu ia kasihi.Tanpa mengucapkan sepatah kata pun

    Last Updated : 2024-09-18
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   7. PENGORBANAN IBU

    Qing Ning terdiam, matanya menekuri cahaya lilin di atas meja. Ia tak tahu bagaimana harus menjawab penawaran dari sahabat kakeknya yang baik hati ini. Di satu sisi, ia membutuhkan perlindungan, namun di sisi lain, kecemasannya akan masa depan Du Fei masih menghantuinya."Apakah kau tidak bersedia?" Xun Huan bertanya lagi, suaranya penuh pengertian.Qing Ning mengangkat wajahnya, menatap Xun Huan dengan mata berkaca-kaca. "Bukan begitu," jawabnya lirih, suaranya serak. "Aku sangat berterima kasih atas kebaikan Anda, tetapi …," ia berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam. "Aku tidak ingin Du Fei mengenal dan belajar ilmu bela diri."Xun Huan mengangguk paham, wajahnya serius namun penuh empati. "Aku berjanji," ujarnya tegas, "tidak akan mengajarkan ilmu apapun kepada putramu bila itu yang kau inginka

    Last Updated : 2024-09-18
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   8. PENOLAKAN

    Dari dalam saku bajunya, Xun Huan mengeluarkan sebuah penutup wajah yang terbuat dari kain halus berwarna biru gelap. Dengan hati-hati, ia memasangkan penutup wajah itu pada Du Fei, menutupi pipinya yang bersisik."Nah, bagaimana? Lebih nyaman?" tanya Xun Huan dengan senyum kebapakan.Du Fei mengangguk, matanya yang polos memancarkan rasa terima kasih yang dalam. Meski penutup wajah itu sedikit mengganggu, ia merasa jauh lebih tenang, tahu bahwa kini ia bisa berbaur tanpa menarik perhatian berlebihan."Terima kasih, Kakek Xun," ucap Du Fei riang.Xun Huan menepuk pundak Du Fei dengan penuh kasih sayang. "Ingatlah, Nak. Apa yang ada di wajahmu tidak menentukan siapa dirimu. Yang penting adalah apa yang ada di dalam hatimu. Menanam kebaikan, kelak akan menuai kebahagiaan."

    Last Updated : 2024-09-18
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   9. PAMAN MISTERIUS

    Du Fei terbangun oleh guncangan keras di bahunya. Lin Mo berdiri di samping tempat tidur, wajah ssang senior dipenuhi kebencian yang tidak ia pahami."Ikut aku!" perintah Lin Mo, menarik tangannya kasar.Du Fei, masih setengah mengantuk dan kebingungan, tersandung-sandung mengikuti Lin Mo. Mereka melewati lorong-lorong gelap hingga tiba di sebuah pintu kayu usang.Lin Mo mendorong pintu itu terbuka, menampakkan ruangan berdebu yang dipenuhi barang-barang usang. Bau apak menyeruak, membuat Du Fei terbatuk-batuk."Mulai hari ini kau tidur di gudang!" Lin Mo melemparkan selimut dan tikar tidur ke lantai berdebu.Du Fei menatap Lin Mo dengan mata berkaca-kaca. "Apakah aku melakukan kesalahan, Kakak Lin?" tanyanya lirih, menahan t

    Last Updated : 2024-09-19
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   10. INGKAR JANJI

    Nun jauh di Kerajaan Qi, saat matahari mulai tenggelam di ufuk barat, suasana di dalam istana megah tampak tenang dan damai. Di bagian timur kompleks istana, terbentang sebuah taman yang sangat luas dan indah.Di tengah taman terdapat sebuah kolam ikan yang tak kalah luas dan indahnya, airnya yang jernih memantulkan cahaya keemasan dari langit senja.Di tengah kolam, berdiri sebuah gazebo berukir naga dan phoenix. Gazebo tersebut terhubung ke daratan oleh sebuah jembatan kayu yang panjang dan berliku, dicat dengan warna merah cerah khas kerajaan.Sepanjang tepian kolam dan jembatan, pohon-pohon persik berjajar rapi. Saat ini, di puncak musim semi, bunga-bunga persik bermekaran dengan indahnya.Di tengah keindahan taman istana, Ratu Sayana berdiri dengan

    Last Updated : 2024-09-19
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   11. KEBENCIAN SAYANA

    'Semua gara-gara wanita itu!' hati Sayana dipenuhi dendam. Bayangan wajah Qi Yue, sang madu, melintas di benaknya, memicu gelombang kebencian tak terbendung.Sejak hari pernikahannya dengan Yu Ping, Qi Yue terus berusaha mengambil hati sang Raja. Dengan kecantikan dan kelembutan yang memikat, perlahan tapi pasti berhasil meluluhkan hati Yu Ping, menggeser posisi Sayana sebagai istri utama.Emosi yang selama ini ditahan Sayana akhirnya meledak. "Aaahh!" teriaknya murka. Dengan satu gerakan kasar, ia menyapu semua hidangan di atas meja. Piring-piring keramik mahal dan cawan-cawan emas beterbangan, menghantam lantai marmer dengan suara pecahan yang memekakkan telinga.Makanan dan minuman berhamburan ke segala arah, menjadikan lantai gazebo yang tadinya bersih mengkilap, kotor dan berantakan. Aroma masakan yang tadinya

    Last Updated : 2024-09-19
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   12. JANJI QI YUE

    Di penjara bawah tanah yang berbau apek dan lembab, seorang pria tua mengenakan baju putih tahanan dengan leher terikat rantai besi, duduk bersila di atas jerami. Ia tak bergeming seperti patung, kepala tertunduk menekuri lantai.Kepalanya baru terangkat saat mendengar pintu besi penjara berderit terbuka. Seorang wanta muda berwajah cantik dengan perut yang membuncit memasuki ruangan sambil membawa dua susun keranjang bambu.“Ayah, Qi Yue datang!” sapa wanita cantik itu sambil tersenyum.Pria tua yang tak lain adalah Qi Xiang melengos, membuang wajah ke arah lain.“Ayah kira kau sudah melupakan kami orang tuamu karena sudah jadi istri raja,” kata Qi Xiang sinis.Dalam keremangan penjara, Qi Yue berlutut di hadapan ayahnya, Qi

    Last Updated : 2024-09-20
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   13. PERSAINGAN

    Pesta perayaan sembilan bulan kehamilan Ratu Sayana dan Putri Qi Yue dilangsungkan secara meriah. Para menteri dan jenderal menghadiri perjamuan tersebut.Aula utama istana Kerajaan Qi dipenuhi kemewahan dan kemeriahan. Aroma dupa harum dan masakan lezat memenuhi udara, bercampur dengan dengung percakapan para tamu undangan.Raja Yu Ping duduk di singgasana utama, mengenakan jubah kebesaran raja dengan hiasan naga emas di bagian dada. Di kepalanya, terpasang mahkota raja berhiaskan giok dan emas, yang merupakan simbol kekuasaan. Wajahnya yang tampan dihiasi senyum bahagia, matanya bergantian menatap kedua istrinya yang duduk di sisi kanan dan kirinya.Di sisi kanan, Ratu Sayana duduk dengan anggun dalam balutan jubah kerajaan. Perutnya yang membuncit dibalut kain emas, menonjolkan kehamilannya yang sudah memasuki bu

    Last Updated : 2024-09-20

Latest chapter

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   255. TERLAMBAT UNTUK MERUBAH RENCANA

    Di singgasana, di kursi yang biasa ditempati raja Yu Ping, Qi Lung duduk dengan sikap angkuh. Mengenakan jubah kebesaran berwarna biru tua dengan sulaman naga emas, ia tampak seperti raja muda yang baru dinobatkan.Di hadapannya, beberapa menteri dan pejabat tinggi berlutut dalam barisan rapi, wajah-wajah mereka menunduk dengan campuran rasa takut dan bingung. Sudah tiga hari Raja Yu Ping tidak muncul di aula penghadapan, dan Qi Lung dengan mudah mengambil alih tanpa perlawanan berarti."Laporan dari perbatasan utara, Yang Mulia," Mentri Wei membacakan gulungan yang dibukanya. "Hasil panen tahun ini diperkirakan akan meningkat dua puluh persen dari tahun lalu. Gudang-gudang beras kita akan penuh hingga musim dingin."Qi Lung mengangguk puas. "Kabar baik. Pastikan pasokan beras didistribusikan dengan baik ke seluruh wilayah.""Dan mengenai perjanjian dagang dengan Kerajaan Ming di timur," lanjut Mentri Wei, membuka gulungan lain. "Mereka mengajukan proposal untuk menurunkan pajak perda

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   254. KETAKUTAN QI LUNG

    Di istana, Raja Yu Ping terbaring gelisah di pembaringannya. Mimpi-mimpi buruk terus menghantui tidurnya—bayangan wajah-wajah yang menderita, jeritan-jeritan yang tak terdengar, dan sosok naga hitam yang mengintai dari kegelapan."Zhen Yi…," sang Raja mengigau, keringat dingin membasahi dahi. "Di mana... kau?"Xiao Lan, yang duduk di samping tempat tidur, mengelap keringat raja dengan kain lembap. Ekspresinya kosong, matanya hampa seolah jiwanya tidak hadir di sana.Pintu kamar terbuka perlahan, dan Qi Lung melangkah masuk. Ia mengenakan jubah tidur mewah berwarna biru tua dengan sulaman emas, tapi wajahnya tampak segar seolah belum akan tidur dalam waktu dekat."Bagaimana kondisinya?" tanya Qi Lung lirih, mendekati tempat tidur ayahnya."Masih sama," jawab Xiao Lan datar. "Racunnya bekerja seperti yang direncanakan. Ia terus bermimpi buruk, membuatnya tidak bisa beristirahat dengan tenang."Qi Lung mengangguk puas, "Sempurna. Sekarang di mana Yun Hao? Aku tidak melihatnya sejak sore

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   253. MENEMUI LIAN XI

    Hujan rintik-rintik membasahi jalanan kotaraja saat Yun Hao memacu kudanya menyusuri lorong-lorong sempit yang menjauh dari istana. Matahari nyaris terbenam sepenuhnya, menyisakan semburat oranye keunguan di langit barat. Ia mengenakan jubah hitam sederhana dengan tudung menutupi kepalanya—bukan pakaian yang biasa dikenakan seorang pangeran, tetapi sempurna untuk seseorang yang ingin bergerak tanpa menarik perhatian.Di belakangnya, istana megah dengan atap-atap merahnya berdiri angkuh, semakin mengecil seiring jarak yang ia tempuh. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Yun Hao merasa istana bukan lagi rumahnya—bukan lagi tempat yang aman. Sejak Qi Lung mengambil alih kekuasaan, dinding-dinding istana seolah menyimpan mata-mata di setiap sudutnya.Yun Hao membimbing kudanya memasuki wilayah kota yang lebih tua, di mana bangunan-bangunan kayu berjejer rapat dan papan-papan nama toko bergoyang tertiup angin malam. Jalanan semakin sepi, hanya beberapa pedagang yang sedang membereskan dag

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   252. Kekecewaan Yun Hao

    Matahari sudah mulai terbenam saat kereta tahanan berhenti di sebuah pos jaga di perbatasan antara wilayah hijau dan gurun pasir. Para pengawal menurunkan Zhen Yi, yang kakinya terasa kaku setelah seharian duduk di kereta yang sempit."Kita akan bermalam di sini," kata komandan pengawal. "Besok pagi-pagi sekali kita akan melanjutkan perjalanan ke Istana Pasir."Zhen Yi mengangguk. Ia tidak melihat gunanya melawan atau mencoba melarikan diri. Enam pengawal bersenjata lengkap mengawalnya, dan tidak ada tempat untuk bersembunyi di padang pasir yang terbentang luas di hadapannya.Komandan pengawal, seorang pria setengah baya, menatap Zhen Yi dengan ekspresi antara iba dan "Anda akan ditempatkan di kamar belakang, Pangeran," katanya, suaranya terdengar sedikit lebih lunak. "Tidak terlalu nyaman, tapi setidaknya lebih baik daripada sel tahanan.""Terima kasih," jawab Zhen Yi tulus. "Bolehkah tanganku dilepaskan? Sudah hampir sehari penuh terikat, dan aku tidak merasa nyaman."Komandan tamp

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   251. SAUDARA YANG TELAH BERUBAH

    Kereta tahanan bergerak lambat meninggalkan gerbang kota, roda kayunya berderit membelah jalanan berbatu. Di dalam kereta, Zhen Yi duduk bersandar pada dinding kayu yang kasar, tangannya masih terikat di belakang punggung.Melalui celah kecil di jeruji jendela, ia melihat kotaraja yang semakin mengecil di kejauhan—istana megah dengan atap-atap merah dan dinding putih yang selama ini menjadi rumahnya. Semua kenangan, semua kehidupannya, kini hanya tinggal titik kecil di cakrawala. Ia memejamkan mata, berusaha menenangkan pikirannya yang berkecamuk."Kenapa, Qi Lung?" bisiknya pada diri sendiri. "Apa salahku padamu?"Kereta berguncang keras saat melewati lubang di jalan, membuat Zhen Yi terlempar ke depan. Pengawal yang duduk di ujung kereta menatapnya tanpa ekspresi, seolah membawa seorang pangeran ke pembuangan adalah tugas biasa."Bisakah tanganku dilepaskan?" tanya Zhen Yi dengan suara tenang. "Aku tidak akan kabur."Pengawal itu mendengus. "Maaf, Pangeran. Perintah langsung dari Pa

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   250 HUKUMAN PENGASINGAN

    Di antara para pejabat, beberapa mulai berbisik-bisik. Beberapa menunjukkan ekspresi ragu, sementara yang lain tampak terkejut dan kecewa."Siapa yang menjebakmu, Pangeran Zhen Yi?" tanya Menteri Wei dengan sikap hati-hati. "Dan untuk tujuan apa?"Sebelum Zhen Yi bisa menjawab, terdengar keributan di luar aula. Suara teriakan dan hentakan langkah kaki saling bersahutan."Aku ingin masuk! Lepaskan aku!" Suara Yun Hao terdengar dari balik pintu. "Aku berhak menghadiri pengadilan saudaraku!""Lanjutkan sidang!" perintah Qi Lung dengan tenang. "Pengawal, pastikan tidak ada gangguan dari luar!"Suara keributan terus berlanjut beberapa saat sebelum akhirnya mereda—tanda bahwa Yun Hao telah berhasil disingkirkan dari area tersebut."Kau tidak bisa melakukan ini, Qi Lung," kata Zhen Yi, matanya menatap lurus ke arah saudaranya. "Ayah akan mengetahui kebenaran. Semua orang juga akan tahu bahwa aku tidak bersalah."Qi Lung tersenyum tipis. "Ayahanda sedang sakit parah, Adikku. Dan sulit dipasti

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   249. PENGADILAN UNTUK ZHEN YI

    Qi Lung berdiri di depan cermin besar yang terbuat dari perunggu mengkilap. Jari-jarinya yang panjang merapikan jubah kebesaran kaisar berwarna emas dengan bordiran naga hitam—jubah yang seharusnya hanya dikenakan oleh Raja Yu Ping. Ia menarik napas dalam-dalam, menikmati sensasi kain sutra berkualitas tertinggi yang menyentuh kulitnya, serta beban mahkota raja yang terasa pas di kepalanya."Apakah semuanya sudah siap?" tanya Qi Lung tanpa menoleh ke belakang, tatapannya masih terpaku pada refleksi dirinya di cermin.Kasim kepala membungkuk dalam-dalam. "Sudah, Yang Mulia. Aula Keadilan Langit telah disiapkan sesuai perintah. Para menteri dan pejabat tinggi telah dikumpulkan.""Dan tahanan kita?""Pangeran Zhen Yi sedang dibawa ke aula. Ia masih... belum sepenuhnya sadar, Yang Mulia."Senyum tipis tersungging di bibir Qi Lung. "Sempurna." Ia berbalik, merapikan sedikit lagi jubahnya. "Dan pastikan tidak ada yang menginterupsi sidang hari ini. Terutama Pangeran Yun Hao.""Hamba menger

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   248. SINGA YANG TAK BERDAYA

    Kabut tipis melayang di atas taman istana, menyelimuti paviliun-paviliun dan kolam teratai dalam kehampaan pagi yang sunyi. Tidak ada kicauan burung, tidak ada bisikan angin—seolah seluruh istana menahan napas, menunggu dalam kecemasan. Para dayang dan kasim berjalan hampir tanpa suara di sepanjang koridor yang mengarah ke paviliun tempat Raja Yu Ping terbaring sakit.Di dalam kamar utama yang luas, hawa dingin menyelinap melalui celah-celah jendela meskipun beberapa tungku pemanas telah dinyalakan. Tirai-tirai sutra merah keemasan menutupi jendela, membuat ruangan temaram meski matahari sudah merangkak naik di langit pagi. Di atas pembaringan megah berlapis sutra, Raja Yu Ping terbaring lemah. Wajahnya yang biasanya tegas dan berwibawa kini pucat, dengan lingkaran hitam di bawah matanya yang tertutup. Napasnya berat dan tidak teratur, kadang tersengal seolah setiap tarikan udara membutuhkan usaha besar. Keringat dingin membasahi dahinya meskipun udara di ruangan terasa sejuk.Di sam

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   247. MERACUNI RAJA

    Paviliun Bulan Musim Gugur berdiri megah di sudut timur istana, dikelilingi oleh pohon-pohon maple yang daunnya mulai berubah kemerahan. Cahaya temaram dari lentera-lentera merah menyinari ruangan tengah paviliun dimana tiga sosok pangeran duduk mengelilingi meja bundar dari marmer."Sudah lama sekali kita tidak berkumpul seperti ini," ucap Qi Lung sambil menuangkan arak berwarna keemasan ke dalam tiga cawan porselen putih berukir naga. "Terakhir kali mungkin saat perayaan musim semi tahun lalu."Uap tipis mengepul dari cawan-cawan tersebut, membawa aroma manis arak berkualitas tinggi. Di atas meja tersaji berbagai hidangan mewah – daging angsa panggang dengan saus plum, ikan sungai dikukus dengan jahe, dan berbagai hidangan langka lainnya."Arak langka dari Wilayah Barat," Qi Lung mengangkat cawannya. "Hanya ada beberapa guci saja yang dikirim sebagai persembahan untuk Ayahanda."Zhen Yi menatap cairan di cawannya dengan ragu. Sebagai penghuni biara, ia sudah hampir tak pernah menyen

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status