Share

Part-3: Jagoan Tak Takut Setan

     Syahera yang sedang berlarian ingin menuju ke geladak bahagian depan mendadak kaget. Dia mendengar suara ribut-ribut dan teriakan.

     “Tunggu dulu Nit!” Syahera berhenti sesaat. Pergelangan tangan Nita dia pegang erat.

     “Sepertinya tadi aku ada dengar suara teriakan Ganta dari arah depan,” sebut Syahera. Dia semakin mempertajam pendengarannya.

     “Aku tadi juga dengar Ra, kayaknya si Ganta itu habis terpeleset deh.”

     “Mungkin jadi karena sambaran halilintar tadi Nit.”

     “Emang kayaknya, soalnya aku tadi juga hampir tersungkur.”

     “Kita tunggu di sini saja ya Nit, tadi aku juga dengar mereka semuanya mau pindah ke belakang.”

     “Iya Ra, aku juga takut ke depan, katanya masih ada badai terlihat di depan sana.”    

     Langkah Nita dan Syahera akhirnya tertahan sebelum mereka melewati akses jalan sempit yang ada di pinggiran dinding-dinding sisi sebelah kanan ruangan penumpang. Hanya jalan sempit selebar setengah meter yang dibatasi oleh dinding ruangan dan pinggir lantai di sisi kiri dan kanan geladak itulah akses termudah yang dapat mereka lewati secara bergantian untuk bisa menuju ke lantai geladak kapal bahagian depan. Dalam suasana tegang seperti itu, Syahera merasa gamang untuk bisa melewatinya. Soalnya, sedikit saja terpeleset, pastilah nyemplung ke laut risikonya. Boleh jadi langsung disergap paus lapar jika kebetulan mereka ada yang berenang di sekitar sana. Jalan lain untuk bisa mencapai lantai geladak kapal bahagian depan hanyalah dengan naik ke atas ruangan penumpang. Lalu meluncur ke bawah melalui kaca bening yang ada di ruangan paling depan di mana ruangan kemudi kapal ditempatkan. Namun hal itu tentunya sulit jika dilakukan oleh kaum perempuan.

     “Aduuuuh, sakiiiiiit! Sakiiiiiit! Tolong bawa dulu aku ke belakang Wend.” Teriakan kesakitan kembali terdengar hingga sampai ke geladak bahagian belakang.

     “Lah, itu kan memang benar suara teriakan Ganta, iya kan Nit?” Syahera mengangkat alis matanya mendengar teriakan.

     “Iya, benar Ra.”

     “Kenapa dia dia sampai berteriak-teriak minta tolong begitu ya Ra.?”

     “Nggak tahu juga sih, mungkin saja hempasannya keras tadi.”

     Syahera kemudian melongokkan kepalanya ke arah geladak kapal bahagian depan untuk mendapatkan penglihatan. Ganta dan juga teman-teman mereka yang lainnya tak tampak dari sana karena terhalang oleh ruang kemudi kapal dan ruangan penumpang yang memblokade pandangan. Namun Syahera bisa menyaksikan bagaimana hitamnya angkasa di atas lautan yang mulai bergelombang.

     “Sepertinya ada yang nggak beres nih Nit, lihat tuh ke arah sana, warna awannya semakin menghitam.” Syahera semakin melongokkan kepalnya ke arah depan. Dia bahkan berjinjit untuk bisa melihat lebih jelas. Nita ikut-ikutan melongok ke depan, dia juga ikut berjinjit menyaksikan.

     “Mampus deh! Bisa karam kita semuanya di sini nanti Ra.” Nita terperangah memelototkan mata. Badai yang muncul di sisi utara perairan itu dilihatnya begitu hitam dan mulai menggila.

     “Husss! Jangan gegabah gitu kamu kalau ngomong Nit,” hardik Syahera membelalakkan kedua bola matanya pada Nita.

     “Ya deh, sorry Ra.” Nita menyekap mulutnya yang keceplosan bicara.

     “Hoi Ganta, ada apa sebenarnya di sana?” Syahera berteriak. Kedua tangannya dia bulatkan di mulut membentuk corong yang mengarah ke geladak kapal bahagian depan.

     “Syahera, kamu jangan di luar sana, cepat masuk ke dalam ruangan, soalnya di depan sana masih ada badai, suruh juga tuh si Nita untuk masuk ke dalam ruangan penumpang sekarang!” Suara sahutan terdengar dari arah geladak depan. Namun Wendra yang menyahut, bukannya Ganta.

     “Nggak bisa Wend! Pintu ruangan penumpang tadi tiba-tiba saja terhempas, lalu tertutup rapat. Kami berdua nggak berani masuk ke dalam.”

     “Buka paksa saja Ra!”

     “Aku nggak berani Wend, takut!”

     “Ngapain kamu pakai acara takut segala Ra, memangnya ada setan di sana!”

     Syahera langsung terdiam mendengar kalimat Wendra. “Kenapa dia katakan ‘ada setan’ ya, memangnya dia itu sudah tahu?” pikir Syahera.

     “Benar Wend, tadi ketika aku mau masuk ke dalam, pintunya tiba-tiba saja terhempas tanpa aku pegang. Mungkin saja memang ada setan di dalamnya Wend, kalian yang cowok-cowok kemari dong bantuin kami.” Nita menceletuk di belakang Syahera. Dia juga membulatkan kedua tangannya di mulut membentuk corong menirukan gaya Syahera.

     “Hah, ada setan? Mana mungkin! Kamu jangan ngarang yang aneh-aneh deh Nit, nanti bisa kualat kamu.”

     “Nita itu nggak ngarang Wend, soalnya aku tadi juga lihat pintu ruangan itu tiba-tiba saja tertutup rapat.” Syahera langsung mendahului Nita dengan jawabannya.

     “Oke deh kalau gitu, tunggu saja, aku sekarang mau ke sana!”

     Wendra bergegas menuju ke geladak belakang kapal melewati akses jalan yang ada di pinggiran dinding-dinding ruangan penumpang. Ratih, Cici, Vivi dan Nining masih tak terlihat. Ganta kemudian muncul di belakang Wendra. Namun Ganta terlihat dipapah oleh Sapta untuk bisa berjalan. Syahera yang melihatnya keheranan.

     “Wendra, itu si Ganta ngapain?”

     “Terantuk pagar kapal.” Wendra menjawab singkat sambil lewat.

     “Jadi, di mana setannya? Ayo sini, aku mau lihat.” Kalimat Wendra bagai menantang. Bak seorang jagoan tak takut setan, Wendra melangkah tegap membusungkan badan. Dengan sombongnya dia berlalu begitu saja di hadapan Syahera dan Nita, kemudian langsung menuju ke arah pintu ruangan penumpang.

     Aneh, belum lagi sempat Wendra meraih gagang pintu itu untuk membukanya, pintu geser yang ada di ruangan penumpang itu tiba-tiba saja terbuka dengan sendirinya. Seperti halnya pintu mall dengan sensor suhu dan kamera yang otomatis terbuka dengan sendirinya jika ada seseorang berdiri di depannya.

     Tak pelak lagi, Wendra yang katanya tak takut setan langsung terperanjat. Wajahnya yang tadi garang berubah pucat. Kedua bola mata Wendra telak terbelalak melihat. Carut-marut pun berkecamuk dalam pikiran. Galau, takut, gundah dan cemas kesemuanya menyatu dalam pergulatan. Nyali Wendra seketika menghilang. Dia mundur dengan kedua lutut gemetaran.

     Dalam kegalauan pikiran, lagi-lagi keterkejutan datang menghadang. Halilintar kembali menyambar permukaan lautan. “Braaaaaaaaak...! Duaaaaaar...! Duuuuuuuum...!” Suara gelegar yang dahsyat kembali menyentak pendengaran.

     Kejadian yang lebih mengerikan mendadak datang. Saat bersamaan dengan terjadinya sambaran, sesosok kelelawar raksasa hitam seukuran badan serigala jantan melejit gesit secepat kilat tepat di belakang ruangan penumpang. Wendra yang masih berdiri di sana sontak tercengang. Semua bulu-bulu halus yang tertancap di sekujur tubuh Wendra langsung meremang. Termasuk bulu keteknya yang baru saja dicukur ikut-ikutan garang menegang.

     Lutut Wendra yang tadi gemetaran kini bergoyang-goyang. Tubuh Wendra terlihat menggigil kencang. Celananya basah bau pesing menyengat penciuman. Sedetik kemudian Wendra tumbang dengan tubuh kejang-kejang. Kemudian dirinya terkapar mengangkang bagai tentara kalah perang. Itulah si Wendra yang katanya jagoan tak takut setan.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status