Share

Part-4: Bagai Aktor Film Horor

     Nita yang berdiri di belakang Syahera bahkan langsung terlompat dikagetkan oleh gelegar halilintar yang hebat. Maksud hati ingin ngumpet di belakang ruangan penumpang agar selamat. Namun dia mendadak terperanjat. Seekor kelelawar raksasa berwarna hitam sekonyong-konyong muncul dari arah belakang geladak. Penglihatan Nita tersengat, dia kembali melompat. Lalu merapat ke dinding yang ada di belakang ruangan penumpang.

      “Syahera, lihat itu, ada kelelawar raksasa!” Nita histeris bersorak. Tangannya menunjuk-nunjuk ke arah kelelawar raksasa yang melejit sebegitu cepat mendekati kecepatan sambaran kilat. Tak hanya melejit sebegitu cepat, namun juga sangat besar terlihat. Mungkin ada puluhan kali besarnya jika dibandingkan dengan ukuran kelelawar biasa yang sering bergayut di ranting-rantingan lebat.

    Pendengaran Syahera dikagetkan oleh teriakan Nita. Syahera langsung menoleh ke arah Nita. Wajah Nita tampak pucat olehnya mendekati pucatnya wajah mayat. Lalu Syahera melihat ke arah yang ditunjuk-tunjuk oleh Nita. Namun kelelawar raksasa itu tak terlihat olehnya.

     “Nita, mana kelelawarnya? Kok nggak ada.” Syahera meninggikan bahunya, juga mengembangkan kedua tangannya tak melihat apa-apa.

     Benar-benar misterius. Secepat kilat kelelawar raksasa itu lenyap. Nita membelalakkan kedua bola matanya tak percaya mengetahui kelelawar yang begitu besar itu mendadak lenyap dengan begitu saja. Sungguh, suatu penampakan yang menegangkan bulu remang tentunya. Ketakutan pun semakin bersemayam dalam benak Nita. Batal jadinya dia ngumpet di belakang ruangan penumpang. Nita buru-buru merangkak kembali mendekati Syahera. Di sana dia duduk bersandar. Nita membisu. Jiwa dan raganya serasa lemas tak lagi berdaya. Nita menekukkan kedua kakinya. Kedua kakinya itu kemudian dia rapatkan, lalu dirangkulnya erat dengan kedua tangan.

      Syahera yang sedari tadi berada di depan Nita masih tetap berdiri mantap di belakang akses jalan sempit yang ada di pinggiran dinding-dinding ruangan penumpang. Berkali-kali dirinya dihajar gelegar suara halilintar ternyata telah membuat Syahera kebal. Wajahnya tak terlihat pucat. Tak ada ketakutan, tak ada juga keterkejutan yang dia rasakan.

*****

     Untuk sesaat suasana di atas kapal mewah yang mempunyai panjang total hampir mencapai dua puluh meter itu berubah senyap. Halilintar sepertinya ngumpet untuk beberapa saat. Namun besar kemungkinan masih ada lagi badai susulan yang jauh lebih dahsyat yang akan menghadang.

     Sapta yang tadi tertahan dikagetkan suara halilintar buru-buru kembali berjalan. Ganta yang bonyok terantuk pembatas lantai geladak masih harus terus dipapahnya agar bisa berjalan menuju ke pintu masuk ruangan penumpang yang terdapat di geladak kapal bahagian belakang. Ratih, Cici, Vivi dan Nining terlihat mulai menyusul di belakang. Mereka berempat berjalan beringsut-ingsut bagai semut. Dengan berpegangan tangan, keempat orang mahasiswi itu menggigil di saat menginjakkan kaki di jalan sempit yang ada di antara dinding ruangan penumpang dan pinggiran lantai geladak kapal.

      Sejenak Sapta berhenti setelah melewati akses jalan yang ada di pinggiran lantai geladak. Dilihatnya Syahera masih berdiri mematung di dinding samping ruangan penumpang.

     “Syahera, kamu kok nggak ikut sama Wendra masuk ke dalam ruangan?” Sapta meninggikan suaranya.

     “Aku takut Sap, soalnya tadi ada kejadian aneh di dalam ruangan penumpang.”

     “Ada kejadian aneh?” Sapta mengulangi kalimat Syahera.  “Memangnya ada apa sih Ra?” tanya Sapta kemudian.

     “Terantuk pagar kok bisa bonyok begitu, memangnya si Ganta itu lagi ngapain tadi Sap?” Pertanyaan Sapta tak dijawab oleh Syahera. Dia lebih memperhatikan wajah Ganta yang bonyok bagai ditonjok kayu balok. Jidat Ganta benar-benar benjol terlihat. Tak hanya jidat, kedua bola mata Ganta ikut-ikutan bengkak hingga membuatnya susah melihat.

     “Ah nggak tahu lah.” Sapta juga tak mengacuhkan pertanyaan Syahera.

     “Tadi aku tanya memangnya ada kejadian aneh apa Ra? Lalu Wendranya sekarang ada di mana?” Sapta mengulangi lagi pertanyaannya.

     “Oh anu Sap, itu, ada yang aneh. Soalnya di saat Nita mau masuk ke dalam tadi, pintu ruangan penumpang tiba-tiba saja tertutup rapat. Padahal tak ada siapa-siapa di sana. Kami berdua ketakutan, makanya biar saja Wendra yang ke sana terlebih dahulu untuk membukanya.”  

     “Lho, siapa yang menutup Ra? Apa kamu lihat orangnya.”

     “Ya nggak adalah, aku kan bilang tadi tak ada siapa-siapa di sana, pintu itu tiba-tiba saja tertutup, malahan suara hempasannya sangat kuat terdengar. Kata Nita tadi dia ada melihat hantu di sana.”   

     “Melihat hantu?” Sapta menyipitkan kedua bola matanya. Untuk sesaat dia hanya terdiam setelah mendengar ucapan Syahera.

     “Lalu, Nitanya ada di mana Ra?”

     “Tuh, lagi ngumpet di belakang, sepertinya dia ketakutan.” Syahera menunjuk-nunjuk dengan jempolnya ke arah belakang.

     “Barusan kata Nita tadi dia juga melihat ada seekor kelelawar raksasa yang muncul dari arah geladak belakang.”

     “Haaah, apa Ra? Kelelawar raksasa?” Kembali Sapta menyipitkan mata tak percaya dengan apa yang diucapkan Syahera.

     “Mana mungkinlah Ra.”

     “Lah, Nitanya saja lihat kok, dia tadi bahkan sempat menjerit-jerit histeris. Tuh lihat wajahnya sampai pucat begitu, nggak mungkinlah dia mengada-ada Sap.”

     “Ya sudah, nggak usah dibahas.” Suara Sapta terdengar lemas. Keraguan pun mulai bersarang dalam pikirannya.

      “Sebentar lagi mungkin akan ada badai Ra, aku mau ke dalam dulu membawa Ganta, nanti kalau semuanya sudah sampai di sini langsung saja suruh mereka masuk ke dalam ruangan, soalnya kita harus segera pindah lokasi penelitian sekarang juga.”

     Syahera hanya menganggukkan kepala. Sapta juga tak lagi bicara, dia kembali berjalan memapah Ganta menuju ke pintu ruangan penumpang.

     Tak diduga, sebuah kekagetan ternyata telah menunggu Sapta tak jauh dari pintu ruangan penumpang. Langkah Sapta tercekal di sana. Penglihatannya bagai dirongrong oleh sebuah penampakan. Begitu misterius. Sesosok makhluk bertubuh gosong menyerupai sosok siluman serigala dilihatnya terkapar tepat di depan pintu ruangan penumpang.

     “Buset deh, kok tiba-tiba saja ada makhluk siluman yang nongkrong di sini? Wah, kuntilanak barang kali. Edan! Gila! Gendeng!” Pikiran Sapta seketika tegang. Jantungnya mendadak berdetak kencang.

     Tak kalah halnya dengan Wendra, Sapta ternyata juga kejang-kejang ditebas penampakan yang menyeramkan. Dengkulnya tiba-tiba saja bergoyang. Tangan Sapta lemas bagai kesemutan. Tak lagi dia berdaya, nyaris saja tumbang.

     “Kun... kun... kun... kunti!” sebut Sapta terbata-bata. Ingin rasanya dia berteriak menyebutkan kata “kuntilanak,” namun dia tak lagi mampu. Mulutnya bagai terbelenggu.

     Kegemparan Sapta kini mencapai puncaknya. Tak disangka, bagai ingin menerkam mangsa, sosok makhluk bertubuh gosong itu tiba tiba saja meloncat ke arah Sarta. Sapta yang tak menduga hal itu akan terjadi sontak terperanjat. Wajah memucat, jantung tersengat. Sapta terjungkal ke belakang dengan telak. Ganta yang yang bonyok-bonyok dalam papahannya juga terpental dengan telak. Bagai aksi seorang aktor dalam film horor sungguhan, Sapta langsung berguling-guling menghindari terkaman sosok makhluk menyerupai serigala siluman.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status