Pintu ruangan penumpang itu tertutup dengan tiba-tiba. Nita yang berada di ambang pintu hampir celaka. Tubuhnya nyaris saya bonyok terjepit di antara dua buah daun pintu yang terbuat dari kombinasi baja dan logam biasa.
Kekagetan Nita luar biasa. Jantungnya yang dua kali ditebas keterkejutan berdetak dengan ganas. Nyaris saja jiwanya terlepas. Nita telak terjungkal. Beruntung, Syahera yang ikut menyusul sigap menyambut tubuh Nita dari arah belakang. Kepala Nita yang hampir saja membentur benda keras berhasil dia selamatkan.
Nita benar-benar ketakutan. Pikirannya berkecamuk menyaksikan adanya suatu penampakan, sesosok makhlu putih menyerupai serigala betina yang kelaparan.
“Setaaaan...! Lihat itu Ra, ada setaaan..!” teriak Nita dengan suara membahana.
Mulut Nita membulat ternganga. Kelopak matanya terangkat sempurna. Dia kira ada setan usil yang berbuat jahil di dalam ruangan penumpang sana.
Syahera yang tak menduga Nita berteriak sebegitu keras ikut-ikutan terperanjat. Syahera akhirnya juga telak terjungkal. Nita terlepas dari pegangannya. Kepala Nita akhirnya membentur benda keras juga.
“Gila! Hampir copot jantungku gara-gara kamu Nit!” Syahera menghardik, lalu dia meraba-raba dadanya yang menyentak-nyentak bagai tertusuk tombak.
“Ada setan di dalam sana Ra, lihat tuh pintu ruangan penumpang tiba-tiba saja tertutup rapat.” Kedua bola mata Nita membulat menatap lekat-lekat pintu ruangan penumpang yang mendadak tertutup rapat.
“Memangnya kamu itu tadi benar-benar ada melihat setan di dalam ruangan penumpang itu Nit?” Shahera ikut mengarahkan pandangannya ke pintu ruangan penumpang.
Suara Nita bagai tersekat di kerongkongan. Dia kemudian meraba-raba dada, lalu menelan air liurnya sebelum berkata.
“Sebenarnya nggak terlalu jelas juga sih apa yang aku lihat tadi Ra. Tapi... kayaknya ada sosok makhluk serba putih yang mengintip aku dari balik kaca pintu ruangan penumpang itu tadi. Wajahnya mirip serigala gitu lho, pokoknya ngeri deh. Makhluk itu tiba-tiba saja menghilang, setelah itu pintu ruangan langsung tertutup rapat. Kamu tadi juga dengar kan adanya suara bantingan pintu yang keras di sana.”
“Aku dengar juga sih Nit, tapi aku pikir itu hanya karena ada angin kencang saja yang menghempaskan pintu itu tadi.” Syahera menampakkan wajah ketidakpercayaannya.
“Ngggak mungkinlah karena angin Ra, soalnya kedua pintu itu bergeser secara bersamaan, pasti ada setannya di dalamnya, setan serigala betina.” Nita mencoba meyakinkan.
“Haaah, setan serigala betina?”
“Benar Ra, aku yakin kapal ini pasti sudah dikuasai oleh makhluk gentayangan, mungkin saja sejenis siluman, atau jangan-jangan ada...”
“Jangan berpikiran yang macam-macam dulu deh Nit.” Syahera langsung menyalip. Tangannya dia kibaskan ke udara seperti tak ingin mendengarkan kelanjutan kalimat apa yang akan dikatakan oleh Nita. “Ntar bisa tambah stres kamu lho.”
“Aku nggak yakin deh kalau di dalam ruangan itu ada makhluk silumannya Nit. Sebaiknya kita intip saja yok biar nggak penasaran,” ajak Syahera. Tak ingin dia hanya menduga-duga.
“Mana tahu itu ulahnya si Valdo teknisi kapal itu, atau juru mudinya yang lagi iseng ngerjain kita,” sambung Syahera lagi.
Syahera langsung berdiri. Pergelangan tangan Nita dipegangnya erat seperti memaksa.
“Mau intip di mana Ra?” Nita menarik kembali tangannya dari pegangan Syahera menandakan keengganannya.
“Yaaah, mengintip dari kaca jendela lah Nit, memangnya di mana lagi.”
“Haaaah, mengintip dari kaca jendela Ra?“
“Iya Nit, memangnya kamu takut?”
“Dari kaca jendela Ra?” Nita tak menjawab ajakan Syahera, hanya mengulangi. Jelas sekali menunjukkan bahwa dirinya tak mungkin ingin mengintip di sana.
“Kalau takut bilang saja takut Nit.”
“Nggak juga sih.”
“Kalau gitu ayolah!”
Nita merapatkan kedua kakinya. Sepertinya dia begitu gundah menerima ajakan Syahera. Jujur saja, sebahagian dari isi hati kecil Nita dijerat oleh ketakutan yang berlebihan jika dirinya harus dipaksa mengintip ke sana.
Belum juga Nita memberi jawaban. Syahera kembali mendesak Nita dengan ajakan. “Ayo lah Nit, kamu itu sebenarnya mau ikut apa nggak sih?”
“Tapi, menurut aku lebih baik kita ajak saja Sapta, Ganta, atau Wendra ya Ra, mereka itu kan cowok semua, nanti kalau memang ada hantu atau makhluk siluman di sana mereka pasti deh berani melawannya.” Nita berkilah, masih enggan dia untuk mengangkat pantatnya.
“Ah nggak usah lah Nit. Ngapain juga kamu harus takut. Percayalah apa kataku, itu pasti karena ada angin kencang tadi,” tepis Syahera.
Sejenak Nita diam. Dia menatap wajah Syahera dalam-dalam, lalu menganggukkan kepalanya. “Oke deh, tapi Ra, kamu yang duluan jalan di depan ya.”
Syahera tidak mengiakan kalimat Nita. Dia bahkan sudah duluan berjalan menuju ke arah kaca jendela ruangan penumpang yang berderet panjang. Nita yang melihatnya terpaksa juga beranjak. Namun baru saja Nita bangkit dari duduknya mengangkat pantat, sambaran halilintar membentuk garis putih berliku-liku kembali datang menyambar permukaan lautan.
“Braaaaaaaaak...! Duuuuuuuum...!” Sangat luar biasa dahsyatnya suara menggelegar yang kembali tersuguh di sana.
Sontak Nita terlonjak. Pantatnya yang baru saja terangkat kembali terhempas di atas lantai geladak. Kedua bola mata Nita terbelalak. Jantungnya mencak-mencak memompa berdetak-detak. Darah merah dalam tubuh Nita mengalir deras menyentak-nyentak. Sederas pipa air minum yang bocor di jalanan berlobang yang retak-retak.
Syahera tak kalah pucatnya. Keberanian dalam dirinya yang tadi sempat muncul kini menghilang sudah. Ketakutan pun mulai bersarang dalam pikiran. Tak lagi Syahera berpikiran panjang, segera disambarnya tangan Nita yang terduduk lemas di lantai geladak.
“Kita ke depan sekarang yo Nit, gabung dengan yang lainnya,” ajak Syahera. Tanpa basa-basi tangan Nita di helanya paksa. Kedua mahasiswi itu langsung berhamburan lari kocar-kacir menuju geladak kapal bahagian depan ingin bergabung dengan teman-teman mereka yang lainnya.
Namun sayang, badai sepertinya enggan hengkang. Bahkan terlihat semakin gila menghadang. Alam yang damai semakin berubah kejam. Warna angkasa di sisi utara perairan sana semakin lama juga semakin terlihat menghitam. Permukaan air laut yang tenang perlahan mulai bergejolak, sebagai pertanda ombak besar dan gelombang air pasang akan segera datang.
Baru saja serentetan gelegar halilintar yang garang menghilang dari pendengaran, mereka kini kembali dikejutkan oleh sambaran cahaya halilintar yang muncul di seberang lautan. Sambaran yang muncul kali ini terlihat bertumpuk-tumpuk dan terpusat pada satu titik. Sangat aneh. Struktur dan bentuk sambarannya juga tampak begitu aneh. Terlihat bagai percikan cahaya peluru-peluru panas yang muncrat dari moncong senjata otomatis laras panjang jika ditembakkan di kala waktu malam. Dan mungkin jadi baru pertama kalinya fenomena alam yang aneh seperti itu yang pernah muncul di dunia nyata. Tak hanya itu, sambaran yang terlihat juga cukup banyak jumlahnya, hingga membentuk garis putih berliku-liku yang tak henti-hentinya mencakar permukaan lautan.
*****
Air laut pecah berhamburan. Suara hempasan gelombang memecahkan kesunyian. “Braaaaaaak!” Kapal dengan bobot mati 59 ton itu terjungkal. Kemudian terseret puluhan meter seiring dengan berlariannya gulungan ombak yang berkejar-kejaran. Satu menit berlalu, ombak besar yang tadi menyapu badan kapal terlewatkan. Kapal yang terjerembab itu kembali muncul di permukaan lautan. Syahera berhasil selamat dari maut. Ratih dan Nita yang sudah terlebih dahulu berada di dalam kamar mesin juga masih hidup. Ketiganya tergelak dalam keadaan hilang ingatan. Sekujur tubuh memar setelah hempasan. Mengherankan, sesaat kemudian alam kembali tenang. Sebegitu cepatnya badai berlalu, seolah-olah tak pernah ada kejadian apa-apa. Ombak setinggi gunung yang tadi menghempaskan kapal itu kini terlihat semakin menjauh, lalu menghilang dari pandangan. Awan-awan hitam menakutkan yang tadi bergumpal-gumpal di angkasa kini juga menghilang, bersembunyi entah di mana. Cahaya kilat dan gelegar halilintar yan
Badai menampakkan puncak keganasannya. Awan-awan hitam di atas samudra semakin menebal bergumpal-gumpal. Kuat medan listrik statis di dalam awan meningkat tajam. Molekul-molekul uap air semakin memberat dan membesar, lalu tumpah ruah berhamburan. Langit hitam seolah-olah bocor. Hujan lebat pun berjatuhan membanjiri lautan. Yang lebih menakutkan, energi listrik yang tersimpan di dalam gumpalan awan badai cumulonimbus yang menyelimuti permukaan lautan itu kini mencapai puncak kekuatannya. Dentuman suara halilintar bertubi-tubi terdengar. Lalu diikuti dengan puluhan cahaya kilat dan sambaran halilintar. Terjangan kilat-kilat panas terlihat menyerupai kuku-kuku setan menyambar ke sana kemari bertubi-tubi tanpa ampun. Ratih dan Nita yang tergelatak pingsan di lantai geladak sontak terjaga mendengar suara gelegar halilintar yang memekakkan. “Astaga, badai!” Mulut Ratih ternganga melihat angkasa. Langit hitam dilihatnya memerah bagai bara. “Wah, kiamat!” Nita terbelalak m
Ketakutan, itulah yang dirasakan oleh Vivi kini. Namun rasa penasarannya juga semakin menjadi-jadi. “Apakah sebenarnya yang terjadi di dalam ruangan kemudi? Mengapa ada suara auman dan desahan yang muncul dari sana?” Pintu ruangan kemudi yang kempot itu perlahan dibukanya juga. Lima anak tangga menuju kursi kemudi yang ada di dalam ruangan itu kemudian dinaikinya tanpa suara. Baru saja menginjakkan kaki di anak tangga yang kedua, Vivi menghentikan langkahnya. Wendra ternyata berada di sana, di pojok kiri ruangan kemudi. Wajahnya menghadap ke depan memandangi lautan. “Lho, itu kan Wendra.” Mulut Vivi ternganga. Tubuh Wendra tampak gosong bagai tersambar halilintar. Tak diduga, raga Wendra yang sedari tadi berada dalam sergapan makhluk siluman itu ternyata kini telah berubah wujud menjadi sosok makhluk yang mengerikan. Namun, apa sebenarnya yang telah terjadi, Vivi masih belum sepenuhnya paham. “Wah, ada apa ini, tubuh Wendra kok berubah jadi hitam begitu? Ja
Badai sepertinya akan kembali datang. Valdo dan Syahera masih belum juga terlihat muncul di permukaan lautan. Harap-harap cemas dirasakan, yang paling cemas adalah Nita. Sepertinya dia masih tak rela jika Syahera yang telah menyelamatkan nyawanya itu pergi untuk selama-lamanya. “Kok belum muncul juga si Valdo itu ya Rat, aku takutnya kalau ombak besar kembali datang.” Nita menapakkan kegusarannya. “Iya nih, sudah lebih dua menit. Tapi... kenapa perasaan aku jadi semakin nggak enak ya Nit, menurut aku sepertinya ada sesuatu yang aneh deh.” “Si Valdo itu maksud kamu Rat? Memang sudah begitu sifatnya, dia itu orangnya pendiam, bahkan hampir tak pernah bicara.” “Kalau itu aku sudah tahu sih, tapi yang terlintas dalam pikiran aku adalah bahwa si Valdo itu mungkin saja adalah penjelmaan dari sosok makhluk kelelawar yang menghilang di atas kamar mesin tadi itu Nit.” “Jangan nakut-nakutin kayak gitu deh Rat.” “Yah... tapi itu hanya anggapan aku saja sih.
Penglihatan Nita tertancap ke arah pintu kamar mesin. Di sanalah tadi sosok makhluk kelelawar raksasa itu menghilang. Terpikir oleh Nita, mungkin saja ada sesuatu yang lain di sana. “Jangan-jangan makhluk itu bukannya menghilang, melainkan masuk ke dalam kamar mesin, hal itu boleh jadi,” pikir Nita. Nita mencoba menelaah. Terpikir olehnya kemudian Valdo, si teknisi kapal. Nita masih ingat, sejak pertama kali kapal itu jangkar, Valdo si teknisi kapal itu masuk ke dalam ruangan mesin untuk melakukan perbaikan. Dan sejak saat itu Valdo tak lagi terlihat olehnya. “Mungkin saja Valdo si teknisi kapal itu terkunci di sana. Si Valdo itu kan biasa bekerja di laut, pasti dia jago renang. Tentu saja dia bisa menyelamatkan Syahera yang tenggelam,” gumam Nita lagi. Begitu berharapnya Nita agar Syahera bisa diselamatkan. Harapan itu memang masih ada. Nita sendiri paham, sebagai seorang mahasiswi ilmu kelautan, Syahera mempunyai kelebihan dalam hal pernapasan. Catatan kemamp
Mendung kesedihan melanda Nita. Hati kecilnya tak bisa menerima kenyataan bahwa Syahera yang telah menyelamatkan dirinya dari kematian itu telah pergi untuk selama-lamanya. “Kamu jangan pergi Ra, jangan tinggalkan aku sahabatmu!” sebut Nita. Kedua bola matanya memerah menahan air mata. “Syahera, Syahera! Kamu di mana!” Nita kembali berteriak memanggil-manggil nama sahabatnya. “Syahera mungkin sudah nggak ada lagi Nit,” sela Ratih menampakkan wajah kesedihannya. Ratih kemudian menengadahkan wajahnya ke atas. Sesaat dia memejamkan mata, kemudian dia kembali melihat ke arah Nita. “Dia telah pergi meninggalkan kita Nit, kita harus rela menerimanya,” sebut Ratih lagi. “Nggak mungkin Rat, nggak mungkin dia telah pergi, tolong jangan katakan kalimat itu lagi Rat, jangan lagi,” balas Nita. Sepertinya dia benar-benar tak rela mendengar kalimat yang terucap dari mulut Ratih tadi. “Nggak mungkin!” ulang Nita lagi. Untuk sejenak Nita diam menena