Kaget, benar-benar luar biasa kaget. Cici, Vivi, Nining, Wendra, Ganta dan Sapta yang sudah terlebih dahulu berada di dalam ruangan penumpang terperangah hebat. Wajah mereka berenam sontak berubah pucat. Mulut ternganga bego melihat. Mata yang menyaksikan terbelalak bulat. Tak seorang pun dari mereka yang mampu berucap.
Syahera, Ratih dan Nita yang berada tepat di ambang pintu tak kalahnya tersengatnya. Nyaris saja mereka celaka. Ketiganya serempak terjerit.
“Buseeeeet...!” Ratih berteriak kaget. Dia langsung terpeleset.
“Allahuakbar...!” Syahera latah bersorak. Dia sontak terlonjak.
“Ciat...!” Nita meloncat. Persis menirukan gaya seorang pesilat.
Kali ini untuk yang ke dua kalinya Nita diteror oleh kejadian misterius yang sama. Dengan mata kepalanya sendiri, Nita kembali menyaksikan bagaimana pintu ruangan penumpang itu tiba-tiba saja kembali terhempas, lalu tertutup rapat. Dirinya kini semakin trauma berat. Wajah pucat, mulut terkatup erat.
Sejenak Nita mencoba mengatur irama napasnya yang kelewat batas. Menenangkan detak jantungnya yang mencak-mencak tersengat. Mendinginkan benaknya yang menggelegar hebat. Juga mengendurkan urat-urat syarafnya yang tegang terperanjat.
Namun ... teror ternyata masih saja berlanjut menggerogoti benak Nita. Belum lagi sempat jantung Nita yang mencak-mencak itu adem, dirinya kini kembali diteror oleh penampakan yang menyeramkan. Sesosok wajah perempuan dilihat oleh Nita tengah mengintip dirinya dari balik kaca pintu ruangan penumpang. Gilanya lagi, wajah perempuan itu bukanlah mirip Cici, Vivi atau Nining yang terperangkap di dalam ruangan. Namun, melainkan mirip dengan wajah Nita sendiri. Bayangkan saja, betapa hebohnya Nita.
“Astaga!” Kedua bola mata Nita terpelotot bulat.
Tak pelak lagi, Nita telak tercengang. Urat syarafnya semakin keras menegang. Jantungnya yang mencak-mencak semakin menyentak garang. Detaknya juga semakin kencang.
Tak ingin Nita percaya begitu saja dengan penglihatannya. Bola matanya yang terpelotot dia tabok dengan sebegitu kerasnya, berharap penampakan itu sirna. Tapi ternyata penampakan itu masih saja ada.
“Haaah! Gila, kok masih ada?” Mulut Nita ternganga. Kedua bola matanya kembali terpelotot dengan sempurna.
Ketakutan dalam benak Nita pun semakin membara. Kedua bola matanya yang terpelotot itu dia gosok-gosok dengan kedua tangan hingga berkali-kali banyaknya. Namun tetap saja sama, penampakan sosok perempuan mirip dengan wajahnya itu masih saja mengintip dirinya dari sana.
Kedua bola mata Nita yang terpelotot itu kemudian dia picingkan erat karena saking tak percayanya dia. Lalu dibukanya dengan cepat seketika. Aneh, seketika matanya itu dia buka, jantung Nita yang mencak-mencak semakin menyentak-nyentak. Wajah sosok seorang yang mengintip dirinya tadi ternyata kini telah berubah, bukannya lagi menyerupai Nita, namun berubah menjadi sesosok makhluk berwarna putih. Boleh dikatakan mirip dengan sosok seekor serigala betina seperti apa yang pernah dilihat oleh Nita di saat pertama kali pintu itu terhempas tadi.
Semakin menyeramkan. Makhluk itu menatap bola mata Nita dengan tajam. Mulutnya bulat menganga. Gigi-giginya berwarna kuning dia peragakan. Ternyata ada taringnya.
Jantung Nita seakan-akan mendadak berhenti memompa menyaksikannya. Darah merah seolah-olah membeku dalam pembuluh nadinya.
Tak pelak lagi, Nita geger menyaksikan. Dia menjerit-jerit histeris bagai orang kesetanan. “Setaaaaaan....! Nita, Syahera lihat di sana ada setan!” jerit Nita menunjuk-nunjuk ke arah pintu ruangan penumpang. Nita langsung membalikkan badan setelah teriakan. Dia kemudian berhamburan lari tunggang-langgang.
Jeritan Nita yang histeris itu mengagetkan Ratih dan Syahera yang masih trauma dalam keterkejutan.
Syahera yang melihat Nita tercengang.
“Nita ada Apa!” teriak Syahera lantang. Nita tak mempedulikan. Dalam ketakutannya yang teramat sangat, Nita melarikan diri dengan begitu saja menuju ke arah geladak kapal bahagian depan.
“Nita jangan ke sana, bahaya!” Ratih yang yang juga melihat Nita lari berhamburan langsung memperingatkan. Namun Nita telah keburu menghilang di balik dinding ruangan penumpang.
“Ya Allah.” Syahera menjerit. Dia buru-buru bangkit menyusul Nita. Dalam pikirannya, Nita sudah pasti berada dalam bahaya.
Ratih yang melihat Syahera berlarian akhirnya ikut kelabakan mengejar mereka dari belakang. Namun langkah Ratih mendadak dihadang oleh sesuatu yang mengerikan. Dalam sekejap mata, sesosok penampakan makhluk serba putih menyerupai seekor serigala betina tiba-tiba saja muncul tepat di hadapan Ratih. Penampakan itu persis sekali sama seperti apa yang dilihat oleh Nita di balik kaca pintu ruangan penumpang tadi. Anehnya, Syahera sama sekali tak melihat penampakan itu. Dia terus saja memburu Nita yang nekat ngumpet di geladak depan.
Benar-benar gempar. Jantung Ratih bagai terkoyak-koyak. Kedua bola matanya bulat terbelalak.
“Setan! Setan! Setan!” Ratih juga ikut-ikutan berteriak.
Makhluk itu marah mendengar teriakan. Kuku-kukunya yang panjang dia ayunkan seakan-akan ingin menerkam. Latah Ratih terloncat.
Malang, loncatan Ratih terlalu tinggi. Dia langsung terpeleset. Ratih telak terduduk di atas lantai geladak yang tak empuk. Rasa sakit yang ditanggungnya bukan alang kepalang, sangat luar biasa terasa. Tak karuan lagi, Ratih kembali terloncat tak sanggup menahan sakit di pantatnya yang begitu menyengat.
Lagi-lagi dia apes. Kaki kanan Ratih tertekuk saat dirinya mendarat. Ratih kembali terloncat karena tersengat kaget. Namun lagi-lagi apes, kaki kanan yang tadi tertekuk kini malahan tertekuk lagi. Langsung terpelecok. Tak sanggup lagi mahasiswi itu meloncat. Ratih tumbang dengan posisi menelentang. Lalu keplak-keplak, kedua tangan Ratih mengepak-ngepak di atas lantai geladak. Makhluk itu kemudian mendadak lenyap tak lagi tampak. Syahera bahkan sama sekali tak menyadarinya. Benar-benar aneh bukan?
*****
Penampakan makhluk menyerupai sosok serigala betina yang muncul di balik pintu ruangan itu telah membuat Nita benar-benar gila. Geladak kapal yang luas yang ada di sisi depan kapal itu ingin dijadikan Nita sebagai tempat persemediannya.
Bahaya benar-benar menghadang Nita. Tubuhnya menggigil di saat dirinya melewati jalan sempit yang ada di pinggiran dinding-dinding ruangan penumpang. Hanya lantai geladak kapal selebar setengah meter yang dibatasi oleh dinding ruangan dan pinggir lantai di sisi kiri dan kanan geladak itulah kini yang dilewati oleh Nita. Tak ada pagar pengaman antara pinggir kapal dengan lautan. Hanya besi bulat pembatas lantai geladak setinggi tiga puluh senti sebagai penahannya.
Nita terus saja nekat ingin ke sana walaupun rasa gamang mulai menyergap pikirannya. Baru beberapa langkah berjalan, penglihatan Nita langsung berkunang-kunang. Dengan sebegitu cepatnya dia kehilangan keseimbangan. Nita akhirnya tumbang. Tubuhnya terjungkal, lalu menghilang dari pandangan.
*****
Penglihatan Cici dan Vivi yang terperangkap di dalam ruangan penumpang langsung tegang mengetahui Nita yang tadi berjalan menuju ke geladak depan tiba-tiba saja tak lagi terlihat di balik kaca jendela ruangan penumpang. “Astaghfirullah, lihat itu Nita tercebur!” Cici langsung bersorak. “Apa, Nita tercebur?” Sapta membelalakkan mata, soalnya dia tadi tak melihatnya. “Di mana Ci?” tanya Sapta penasaran, juga penuh kekhawatiran. “Di sana Sap, aku tadi sempat melihat Nita berjalan ke depan, lalu dia mendadak lenyap, mungkin saja terjungkal,” tunjuk Cici ke arah kaca jendela ruangan yang ada di sisi sebelah kanan deretan paling belakang. “Bah, jadi Nita tercebur ke laut?” Sapta tercengang. “Masak Ci, kok aku nggak lihat.” Wendra yang baru saja sadar dari telernya menyela. Dia kemudian mendekat ke arah Cici. “Ya Allah, Cici itu benar Wend, aku tadi juga lihat Nita itu tiba-tiba saja menghilang di sana.” Vivi yang tadi juga melihat mendahului jawaban
Tak hanya di dalam ruangan, di luar ruangan penumpang kemelut juga tak kalah sengitnya. Langkah Syahera terhenti sebelum dia sempat melewati akses jalan sempit yang ada di pinggiran dinding-dinding ruangan. Di sepanjang akses jalan itu hingga menuju ke arah lantai geladak bahagian depan Nita sama sekali tak lagi terlihat olehnya. “Lho, Nitanya kok nggak ada ya? Nggak mungkin deh dia bisa menghilang secepat itu.” Rasa waswas mulai menyelimuti benak Syahera. Penglihatan Syahera kemudian tertuju ke arah lautan. “Waduh, jangan-jangan dia....” gumam Syahera membayangkan sesuatu hal yang tadi sempat terpikirkan olehnya. “Jangan-jangan Nita sudah kecebur masuk ke dalam laut,” sebut Syahera lagi. Keceplosan ternyata dia bicara. Syahera langsung menyekap mulutnya. “Ya Allah...., jangan deh, jangan Nit, nggak mungkin.” Syahera memicingkan matanya. Tak ingin sebenarnya Syahera mengucapkan kalimat itu. Tak ingin juga dia berpikiran hingga sampai jauh ke sana. Namun entah
“Nit! Nita! Nita! Ini Syahera.” Syahera berteriak lagi. Suaranya melengking tinggi. “Aku di sini Nit, di sebelah kiri kamu,” sebut Syahera, masih dengan berteriak. Sepertinya kali ini Nita mendengar teriakan. Dia mengangkat kepalanya, lalu menolehkan wajahnya ke arah Syahera. Tangan kanan Syahera yang bebas kemudian dia julurkan sejauh mungkin yang dia bisa ke arah Nita. “Nita, coba raih.!” pinta Syahera. Namun... tangan itu terlalu jauh. Bahkan sangat sangat jauh sekali untuk bisa diraih Nita. Sekitar empat atau lima meter jaraknya, mustahil Nita bisa menyambarnya. Kecuali hanya jika Nita berhasil menemukan pijakan kaki yang lain agar dirinya bisa bergeser mendekat ke arah Syahera. Nita menggelengkan pelan kepalanya, menandakan ketidakmampuan dirinya. Wajahnya kemudian dia tundukkan dengan perlahan. Sesaat Nita meratapi diri, menelan mentah-mentah kengerian di saat dirinya terpaksa harus kembali menyaksikan permukaan air laut yang semakin bergejolak ken
Di saat rasa remuk masih menggerogoti seluruh anggota badan, di saat carut marut juga masih sengit-sengitnya membajak pikiran, dalam kelelahan badan seperti demikian, pendengaran Syahera kembali disuguhi oleh rintihan permohonan yang menyayat perasaan. “Mohon tolong aku Ra,” pinta Nita dengan erangannya. Suaranya begitu lemah, hanya sedikit lebih keras terdengar dibandingkan dengan suara seseorang yang berbisik. Hanya samar-samar juga Syahera bisa mendengarnya. Namun dia tahu, sudah pasti yang dia dengar itu adalah suara Nita. Dalam kepayahan jiwa dan badan, Syahera mencoba untuk bisa duduk dari posisi menelentang. Begitu sakit yang dia rasakan. Setiap melakukan pergerakan, gadis berparas ayu itu terlihat menyeringai kesakitan. Tengkuk kaku dililit kenyerian. Punggung yang terpelecok tak bisa dia luruskan. “Ya Allah, sakitnya,” rintih mahasiswi fakultas ilmu kelautan itu mengelus-elus punggungnya. Hanya sesaat Syahera mampu bertahan. Kemudian dirinya kembali rebah
Kini... tak ingin lagi rasanya Nita meminta. Tak ingin juga dia melihat wajah Syahera sahabatnya. Nita menyadari bahwa waktunya kini benar-benar telah tiba. Genggaman tangannya tak mampu lagi menahan seluruh beban berat badan. Kepedihan hati pun menyelusup senyap dalam pikiran. Teringat kembali oleh Nita akan setumpuk dosa yang telah terlanjur diperbuatnya selama masa hidupnya di dunia. Bagai bisa ular sanca yang menyusup pelan dalam pembuluh darah, begitulah kepedihan yang dirasakan kini oleh Nita. Cairan beracun seolah-olah merayap senyap menuju ke sebongkah jantung merah yang tak lagi berdaya. Dengan cepat racun itu menyergapnya. Lalu mengunyah-ngunyah nya hingga menimbulkan rasa pedih yang tiada tara. Terlalu menyakitkan ternyata. Tak ingin lagi rasanya Nita untuk kembali mengingat dosa-dosanya itu. Tak ingin juga dia menderita terlalu lama menjelang detik-detik kematiannya. “Biarlah aku akhiri saja kini semuanya,” pikir Nita. Dirinya merasa terpaksa harus
Apapun yang terjadi pada diri Syahera, mengapa tiba-tiba saja tubuhnya yang tadi remuk bisa kembali bertenaga, tak dipungkiri lagi, dibalik itu semua ... sepertinya memang ada suatu kekuatan kasat mata yang telah menyelusup masuk ke dalam raga Syahera. Walaupun Syahera sendiri tidak menyadarinya. Lihat saja, sudah hampir lima menit lamanya Syahera bergelantungan, namun belum ada kepayahan yang dia rasakan, hal itu tentu saja mengherankan. Bahkan juga, badan Nita yang puluhan kilo beratnya sama sekali tak sedikit pun bergeser dari genggaman tangan Syahera Lima menit lamanya bergelantungan, kesadaran Nita yang tadi sempat terbang ke awang-awang kini kembali datang. “Hah... malaikat?” Nita terperanjat seketika dirinya terjaga. Dia merasakan tangannya bagai ada yang menyergap. Wajah Nita pucat. Jantungnya kalang kabut. Yang ada dalam pikiran Nita, pasti itulah yang namanya sergapan sosok makhluk bernama malaikat. Tak ingin Nita penasaran, dia
“Syahera, aku semakin terbenam.” Nita berteriak. Sedikit demi sedikit dia merasakan dirinya kembali melorot ke bawah. Tak ada lagi jalan lain, Syahera memang harus tetap mencoba untuk mengangkat tubuh Nita ke atas agar dia bisa meraih besi bulat yang memagari lantai kapal. “Nita, kita coba sekali lagi.” “Ya Ra, soalnya aku juga takut kalau nanti ombak datang lagi, bisa bertambah remuk badan aku jadinya.” “Ok, siap-siap Nit, nanti cepat pegang besinya ya.” “Pasti dong Ra.” Kekuatan misterius yang tadi menyusup masuk ke dalam raga Syahera masih ada di sana. Namun sosok makhluk dari dimensi yang lain ternyata juga masih enggan melepaskan cekalan tangannya di kedua kaki Nita yang sudah terbenam. Begitu tangan Nita di angkat ke atas oleh Syahera, seketika itu juga Nita merasakan tubuhnya bagai meregang dengan keras. “Aduh sakit, mampuslah aku!” jerit Nita tiba-tiba merasakan kesakitan yang tak terkira. “Sudah, hentikan saja Ra!” pinta Nita
Angin kencang kembali menerpa lautan. Rasa dingin juga mulai dirasakan. Nita yang berada tak jauh dari Ratih melipat kedua tangan. Nita kemudian melihat ke arah Ratih. Ratih sudah tersandar di dinding belakang ruangan penumpang. Wajahnya dia tundukkan. Jidatnya dia letakkan di lututnya yang dia tekukkan. Untuk yang Kesenian kalinya, Nita kembali melirik ke arah Syahera yang tergeletak tepat di sampingnya. Syahera yang secara menakjubkan berhasil menyelamatkan Nita tadi kini masih terlihat pingsan. Nita sendiri sampai saat itu tak habis pikir bagai mana caranya dengan tiba-tiba saja Syahera bisa menyelamatkan dirinya yang sudah binasa. Nita masih ingat, tubuhnya tadi sudah lenyap kelelap. Napasnya mengap-mengap, lalu dunia dirasakannya gelap. Namun secara misterius, dalam sekejap mata kemudian tubuh Nita dan Syahera dengan begitu saja sudah berada di geladak kapal bahagian belakang. Keduanya tergeletak di lantai dalam keadaan pingsan.***** Hembusan angin kencang ke