Share

Part-6: Misteri Sebuah Pesan

     “Ratih, apa kamu lihat juga?” Nita buru-buru bertanya.

     Ratih kembali mengernyitkan kulit jidatnya.

     “Aku pikir hanya aku saja tadi yang lihat, makanya aku tak ingin menceritakannya pada siapa pun.” Jawaban Ratih tak langsung mengiyakan pertanyaan Nita.

     “Berarti, kamu lihat juga kan Rat?” Nita menegaskan lagi pertanyaannya.

     “Itu masalah Nit, soalnya menurut aku hal itu sangat tak masuk logika. Kamu tahu juga kan bahwa kelelawar itu adalah jenis hewan mamalia yang di siang hari hidupnya selalu bergayut, bukannya sejenis unggas seperti burung laut yang bisa terbang melanglang buana. Jadi mana mungkin mereka bisa terbang sampai sejauh ini, mustahil Nit! Lagi pula jenis kelelawar kan hanya keluar di malam hari. Jadi menurut aku....” kalimat Ratih terhenti sampai di sana. Sepertinya dia teringat akan sesuatu. Ratih kemudian menampakkan wajah ketakutannya pada Nita dan Syahera.

     “Astaga, jadi teriakan Wendra tadi? Mungkin saja dia memang benar melihat adanya penampakan sesosok makhluk menyeramkan,” pikir Ratih. Teringat olehnya, bahwa bayangan raksasa hitam yang sempat dia saksikan tadi itu muncul tepat sesaat setelah Wendra berteriak bagai orang kesetanan.       

     Ratih masih saja diam. Wajahnya terlihat kusut oleh Nita.

     “Jadi, kamu lihat dong Rat?” Lagi-lagi Nita mendesak dengan mengulangi pertanyaannya. Dia semakin penasaran. Nita kemudian bangkit dari duduknya.

     “Benarkan Rat?” Sekali lagi Nita mendesak.

     “Tapi, aku nggak terlalu yakin deh apakah yang aku lihat tadi itu adalah memang benar seekor kelelawar Nit, menurut aku sih....” kalimat Ratih kembali tersendat di kerongkongan. Wajahnya kemudian dia tolehkan ke arah geladak kapal bahagian depan, lalu dipandanginya lautan yang ada di belakang kapal.

     “Aku tadi hanya melihat seperti bayangan sesosok kelelawar raksasa hitam, kemudian dia menghilang di sana.” Tunjuk Ratih ke arah lautan yang ada di belakang kapal. Nita ikut menolehkan wajahnya ke sana, begitu juga halnya dengan Syahera.

    “Yang aku lihat tadi juga sesosok kelelawar raksasa Rat, pokoknya lebih besar deh ukurannya dari tubuh orang dewasa, warnanya hitam semua. Kelelawar itu tadi juga menghilang di sana,” ungkap Nita, juga menunjuk ke arah lautan di belakang kapal.

     “Bukan kelelawar itu mungkin Nit. Kan nggak ada kelelawar yang besarnya seukuran badan manusia, warnanya juga bukan hitam semua seperti yang kamu katakan tadi, apalagi dia mampu terbang sejauh ini. Mungkin saja ada sesuatu yang lain.” Syahera ikut bersuara. Dia mulai memikirkan adanya sesosok makhluk lain yang bersemayam di perairan itu seperti apa yang pernah dikatakan oleh Nita tadi. Walaupun awalnya dia tak percaya.

     “Aku rasa itu hanyalah suatu penampakan Ra, soalnya semuanya berwarna hitam, boleh dikatakan menyerupai bayang-bayang hitam. Yah, pokoknya wujudnya itu nggak terlalu nyata deh, antara ada dan tiada, begitulah kira-kira.” Ratih menguatkan lagi anggapan Syahera.

    “Apa mungkin makhluk yang menyerupai kelelawar raksasa itu tadi yang masuk ke dalam ruangan penumpang ya, lalu karena kaget dia keluar lagi di saat terjadinya sambaran halilintar. Dan mungkin jadi makhluk itu jugalah yang menutup pintu ruangan penumpang tadi, hal itu masuk akal kan Nit?” Syahera mencoba menelaah kejadian apa yang dialami oleh Nita tadi di saat dia melihat pintu ruangan tiba-tiba saja tertutup rapat.

     “Benar juga sih kamu Ra, pasti dialah yang bikin ulah semuanya,” balas Nita tak membantah anggapan Syahera.

     “Berarti makhluk itu sengaja menakut-nakutin kita dong Ra. Coba kamu pikirkan deh, dia itu menampakkan diri hanya untuk sesaat, lalu menghilang, kemudian kembali muncul untuk sesat, lalu menghilang lagi, kayak main petak umpet gitu lho. Tak hanya itu, sampai-sampai dia iseng menghempaskan pintu. Dasar, emang kurang kerjaan itu makhluk, apa sih maunya.” Mulut Ratih monyong-monyong menggerutu mengatakannya.

     “Ah, jangan-jangan itu bukan hanya sekedar iseng Rat.” Syahera menyanggah. Keningnya yang tak berkeringat dia seka dengan punggung tangan.

     “Mungkin saja ada sebuah pesan yang ingin dia sampaikan, siapa tahukan? Soalnya dia kan hanya nakut-nakutin, bukan meneror seperti makhluk siluman yang ada di dalam film-film horor, lagi pula nggak semuanya yang lihat. Aku pikir pasti ada sesuatu dibalik ini semua, sepertinya ada sebuah pesan yang ingin dia sampaikan.” Syahera masih mencoba berpikiran logika.

     “Ada sebuah pesan?” sebut Ratih, lalu dia terdiam.

     “Apakah benar itu sebuah pesan? Lalu, kalau iya, pesan apa sebenarnya yang ingin dia sampaikan?” pikir Ratih lagi kemudian.

     Sejenak ketiganya senyap sembari memikirkan. Syahera menengadahkan wajahnya ke atas memandangi awan-awan hitam. Nita kembali merapat ke dinding ruangan menyandarkan badan. Ratih menatap tajam ke arah lautan.

   Di saat ketiganya masih menduga-duga apa sebenarnya maksud dari semua penampakan itu, hembusan angin yang tadi sepoi-sepoi basah mendadak berubah kencang.

     “Waduh, ada badai!” Syahera tiba-tiba bersuara keras. Dia memasang pendengarannya tajam-tajam. Jelas sekali ada suara gemuruh air yang dia dengar. Syahera melihat ke arah lautan, namun tak ada ombak besar yang tampak olehnya. Lalu dia bergegas menuju ke pinggir geladak kapal. Penglihatan Syahera kemudian mengarah ke depan. Dari kejauhan terlihat olehnya badai yang tadi muncul nun jauh di sisi utara perairan sana kini semakin mendekat ke arah mereka. Cahaya kilat terlihat silih berganti menyambar kian kemari juga mulai mengarah ke kapal mereka. Tak pelak lagi, pikiran Syahera seketika berubah tegang.

     “Astaghfirullah.” Syahera mengucap.

     “Ratih, Nita, lihat itu! Badai yang ada di depan sana semakin mendekat ke arah kita.” Suara Syahera melengking tinggi mengatakannya.

     Ratih dan Nita buru-buru menghampiri Syahera. Mereka ikut melihat dari sana.  Air laut ternyata telah bergejolak, begitu garang terlihat. Dari kejauhan gelombang air laut tampak bergulung-gulung menyapu sebahagian besar permukaan laut.

     “Ya Allah.” Ratih yang menyaksikannya langsung terperanjat.

     “Masyaallah, kayak akan ada tsunami!” Nita terbelalak melihat. Tangan Syahera dipegangnya dengan erat.

     “Kiamat kita Ra.” Nita pucat menatap wajah Syahera lekat-lekat.

     Ketakutan, pasti itu kini yang mereka rasakan. Ratih langsung membalikkan badan ingin cepat-cepat hengkang. Syahera dan Nita masih saja tak berkedip memandang, seakan-akan mereka berdua terhipnotis oleh kengerian.

     “Syahera, Nita, kalian tunggu apa lagi. Yang kalian lihat itu badai lho, bukannya pesta kembang api, ayo cepat masuk ke dalam ruangan sekarang!” Ratih memperingatkan.

     Syahera dan Nita akhirnya juga ikut bubar. Ketiganya buru-buru menuju pintu ruangan penumpang dengan berpegangan tangan.

     Dalam beberapa menit lagi badai besar akan menerjang. Dapat dipastikan kapal mewah itu akan hebat tergoncang. Kekalutan pun menghadang pikiran.

     Dalam suasana yang begitu mencekam, Syahera, Ratih dan Nita mendadak digempur oleh keterkejutan lain yang lebih menghebohkan. Bayangkan saja, satu langkah sebelum mereka melewati pintu ruangan penumpang, gelegar suara halilintar lagi-lagi datang menerjang. Sambaran itu tepat sekali melintas di atas kapal yang sedang terguncang. Begitu jelas terlihat cahaya kilat berliku-liku membentang panjang.

     Parahnya lagi, dalam waktu bersamaan, pintu geser yang ada di ruangan penumpang itu secara misterius tiba-tiba menghempas tertutup rapat. Kejadian itu persis sekali sama dengan kejadian seperti apa yang dialami oleh Nita tadi.

     “Braaaaak!” Suara hantaman pintu yang sangat kuat terdengar bersamaan dengan kemunculan suara gelegar halilintar yang hebat. Pintu geser itu bahkan langsung terkunci dari dalam dengan erat.

     Begitu kerasnya hempasan pintu terdengar. Seluruh kaca-kaca jendela yang ada di ruangan itu bahkan ikut terguncang. Hal itu jelas sekali menunjukkan adanya sosok makhluk kasat mata yang murka melepaskan setumpuk dendam.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status