Share

Part-8: Kaca Sekeras Baja

     Penglihatan Cici dan Vivi yang terperangkap di dalam ruangan penumpang langsung tegang mengetahui Nita yang tadi berjalan menuju ke geladak depan tiba-tiba saja tak lagi terlihat di balik kaca jendela ruangan penumpang. 

     “Astaghfirullah, lihat itu Nita tercebur!” Cici langsung bersorak.

     “Apa, Nita tercebur?” Sapta membelalakkan mata, soalnya dia tadi tak melihatnya.

     “Di mana Ci?” tanya Sapta penasaran, juga penuh kekhawatiran.

     “Di sana Sap, aku tadi sempat melihat Nita berjalan ke depan, lalu dia mendadak lenyap, mungkin saja terjungkal,” tunjuk Cici ke arah kaca jendela ruangan yang ada di sisi sebelah kanan deretan paling belakang.

     “Bah, jadi Nita tercebur ke laut?” Sapta tercengang.

     “Masak Ci, kok aku nggak lihat.” Wendra yang baru saja sadar dari telernya menyela. Dia kemudian mendekat ke arah Cici.

     “Ya Allah, Cici itu benar Wend, aku tadi juga  lihat Nita itu tiba-tiba saja menghilang di sana.” Vivi yang tadi juga melihat mendahului jawaban Cici.

     “Benah nih Vi?” Nining ikut-ikutan menyela. Dia menatap ragu ke arah Vivi.

     “Nggak mungkinlah aku bohong Ning, sudahlah, jangan tanya lagi!” Vivi mengibaskan tangannya.

     Tak ada satu pun yang bertindak. Semuanya diam dalam kekalutan setelah dihadiahi keterkejutan. Vivi cepat bergerak menuju ke pintu ruangan. Cici yang tadi ikut menyaksikan Nita terjungkal juga ikut ke sana. Pintu itu mereka buka, tapi tak bisa.

     “Wah terkunci Ci,” ujar Vivi gundah.

     “Kita buka paksa yok Vi.”

     “Ayok!”

     Pintu geser itu mereka buka paksa dengan cara mendorongnya ke samping secara bersamaan, namun sama sekali tak bergeser. Bahkan bergerak pun tidak.

     “Wah macet Ci, kita terkunci di dalam.” Vivi semakin gundah.

     “Sapta, Wendra, kalian berdua itu kan cowok, jangan diam saja, bertindak dong!” seru Vivi pada Sapta dan Wendra yang dilihatnya hanya bengong melihat ke arah kaca jendela.

     Bergegas Sapta dan Wendra ke sana. Nining ikut-ikutan pula menuju ke arah pintu. Ganta yang bonyok tak ketinggalan, dengan terpincang pincang dia berjalan menuju ke arah pintu keluar ruangan.

     Sapta menyelonong ke depan. Pintu itu dicoba dibukanya dengan paksa, namun tak bisa juga.

     “Lho, kok nggak bisa.” Sapta mulai cemas.

     “Bantu aku Wend!” pinta Sapta untuk membukanya bersama-sama.

     Wendra ikut mendorong pintu itu ke samping. Seluruh tenaga yang ada dia kerahkan, namun semuanya sia-sia.

     “Nggak bisa Sapt, macet.”

     “Gila!” Sapta menepuk jidatnya.    

     “Coba keluar dari jendela Sapt,” usul Cici.

     “Oh iya, benar.” Wajah Sapta langsung mengarah ke kaca jendela.

     Suat keanehan terjadi kemudian. Semua jendela kaca yang ada di sisi depan ruangan penumpang yang tadinya terbuka mendadak tertutup dengan sendirinya. Tertutupnya serempak pula. Kesemuanya bahkan terkunci dengan erat.

     Sebuah pintu yang digunakan sebagai akses jalan masuk menuju ke dalam ruangan kemudi kapal juga terkunci dari dalam. Sapta mengintip ke sana melalui kaca pintu yang ada. Seorang juru mudi kapal yang sedari tadi tak kelihatan batang hidungnya dilihat Sapta terkapar di lantai. Berkemungkinan besar dia pingsan karena terkurung terlalu lama di sana. Kepanikan pun semakin menjadi-jadi setelah mereka mengetahuinya.     

      Sapta mencoba untuk membuka beberapa jendela yang ada di sana. Hanya dengan mengandalkan kekuatan tangan ternyata tidaklah bisa. Dia coba untuk memecahkan kaca  jendela dengan menggunakan pemukul kaca darurat yang terpajang di salah satu sisi ruangan, ternyata juga tak bisa. Tak hanya itu, kunci slot yang menahan pinggiran kaca juga dipukulnya paksa dengan pemecah kaca. Aneh, jangankan terbuka, bergeser saja tidak.  Seluruh jendela yang ada benar-benar terkunci dengan erat. Benar-benar dikerjain oleh makhluk kasat mata mereka.

     Wendra juga berusaha untuk membuka jendela dengan paksa. Bahkan salah satu dari kaca jendela yang ada dicoba dipecahkannya dengan menggunakan kursi lipat yang rangkanya terbuat dari baja bulat. Mengherankan, kaca yang seharusnya pecah itu ternyata begitu keras. Bahkan keras yang terasa mengalahkan kerasnya baja. Tenaga Wendra seolah-olah tak berarti apa-apa. Hal itu jelas sekali menunjukkan adanya suatu kekuatan misterius yang menahannya.

     “Bah....! nggak bisa pecah, mampuslah kita.” Wendra menepuk jidatnya tak percaya.

     Nining yang juga ikut menyaksikan kaca itu tak bisa pecah cemas seketika. “Tak masuk akal, mana mungkin?” Mulut Nining ternganga. Lalu dia meremas-remas rambutnya.

     Cici dan Vivi juga melihatnya. Keduanya saling terpana. Ketakutan dan kecemasan  semuanya berkecamuk dalam pikiran.

     “Ya Allah, kita akan terkurung Vi, bisa mati kita di sini semuanya kehabisan udara.” ujar Cici. Rasa cemas tak bisa dia sembunyikan dari wajahnya. 

     Kemelut di dalam ruangan penumpang kini semakin menjadi-jadi. Wendra, Ganta, Cici, Vivi, Nining dan Sapta terperangkap dalam kepanikan. Bayangkan saja, tak ada ventilasi udara, tak ada sirkulasi udara, pendingin udara juga tak menyala, udara segar di dalam ruangan pun tak tersedia. Gas karbon dioksida juga akan semakin banyak merajalela. Jika terkurung terlalu lama, nyawa Wendra, Ganta, Cici, Vivi, Nining dan Sapta juga akan berada dalam bahaya.

*****

     Belum lagi kepanikan reda, kepanikan lain kini datang pula. Wajah Wendra yang gagal memecahkan kaca jendela tiba-tiba saja berubah pucat. Sepertinya mahasiswa fakultas ilmu kelautan itu memang lagi apes di obok-obok oleh sejenis makhluk siluman laut yang iseng berbuat bejat.

    Sebuah penampakan menyerobot masuk melalui kedua bola mata Wendra. Seorang perempuan paruh baya terlihat oleh Wendra mengintip dirinya dari balik kaca jendela. Anehnya, perempuan itu hanya melihat ke arah Wendra, sedangkan yang lain tidak.

     “Gila, ada yang ngintip aku, kayak setan kurang kerjaan saja elu!” umpat Wendra.

     Pendengaran perempuan itu terusik. Sepertinya dia bisa mendengar apa yang tersirat di dalam pikiran Wendra. Perempuan itu berang. Dia menatap Wendra bagai tatapan setan. Tak mau kalah, Wendra yang katanya tak takut setan menyerangnya dengan pelototan mata. Adu pelototan mata terjadi terjadi di antara mereka berdua. Wendra kalah, matanya dia pejamkan tak sanggup melihat lama.

     Di saat Wendra kembali membuka kedua matanya, kedua bola mata perempuan itu terlihat putih semua. Perempuan itu kemudian menampakkan wajah aslinya, ternyata menyerupai sosok makhluk serigala betina. Persis sama seperti apa yang dilihat oleh Wendra di atas geladak kapal tadi. Perempuan tua itu tersenyum mesra mengetahui Wendra kalah. Wendra mendadak ciut, jantungnya kalang kabut. Untuk yang kedua kalinya Wendra kembali berteriak bagai kesetanan.

     Seluruh ruangan itu bergema. Ganta, Cici, Vivi, Nining dan Sapta yang berada dalam kepanikan kaget serempak.

    “Gila kamu itu Wend! Nggak di luar, nggak di dalam teriak-teriak setan melulu kerjaannya, memangnya kamu itu benar-benar sudah gila apa!” umpat Cici setelah dihadiahi kekagetan.

     “Iya nih, benar-benar keterlaluan elu Wend!” Nining yang juga kaget langsung menyambung umpatan Cici.

*****

      Dalam ketidakberdayaannya, suatu kejadian misterius menyergap raga Wendra. Dirinya yang pertama kali tadi menyaksikan adanya penampakan misterius di atas kapal itu kini seutuhnya berada dalam sergapan makhluk kasat mata.

     Kedua bola mata Wendra yang hitam perlahan memutih warnanya. Penglihatan Wendra kemudian diselubungi fatamorgana. Gelap gulita dunia kini dia rasakan. Wendra terduduk lemas di salah satu kursi penumpang. Dirinya terbaring dalam kebekuan badan dan ingatan. Kesadaran Wendra perlahan terbang melayang hingga menembus tujuh lapis awan. Tak sanggup lagi Wendra kini membuka matanya. Tak mampu dia bicara. Tak juga dia bisa merasakan apa-apa.

      Hingga saat itu, tak seorang pun dari mereka yang terjebak di dalam ruangan itu menyadai apa sebenarnya yang telah terjadi pada diri Wendra. Secara perlahan-lahan, raga Wendra ternyata berubah wujud menjadi sosok makhluk siluman yang mengerikan. Cepat atau lambat, Wendra akan menjadi ancaman bagi siapa saja yang terjebak di dalam ruangan itu.

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status