Home / Thriller / STRANDED (TERDAMPAR) / Part-9: Butiran-Butiran Bening

Share

Part-9: Butiran-Butiran Bening

Author: MORA
last update Last Updated: 2022-09-12 21:45:10

     Tak hanya di dalam ruangan, di luar ruangan penumpang kemelut juga tak kalah sengitnya. Langkah Syahera terhenti sebelum dia sempat melewati akses jalan sempit yang ada di pinggiran dinding-dinding ruangan. Di sepanjang akses jalan itu hingga menuju ke arah lantai geladak bahagian depan Nita sama sekali tak lagi terlihat olehnya.

     “Lho, Nitanya kok nggak ada ya? Nggak mungkin deh dia bisa menghilang secepat itu.” Rasa waswas mulai menyelimuti benak Syahera.

     Penglihatan Syahera kemudian tertuju ke arah lautan. “Waduh, jangan-jangan dia....” gumam Syahera membayangkan sesuatu hal yang tadi sempat terpikirkan olehnya.

     “Jangan-jangan Nita sudah kecebur masuk ke dalam laut,” sebut Syahera lagi. Keceplosan ternyata dia bicara. Syahera langsung menyekap mulutnya. “Ya Allah...., jangan deh, jangan Nit, nggak mungkin.” Syahera memicingkan matanya.

     Tak ingin sebenarnya Syahera mengucapkan kalimat itu. Tak ingin juga dia berpikiran hingga sampai jauh ke sana. Namun entah mengapa tiba-tiba saja kalimat itu sudah terlontarkan dengan begitu saja dari mulutnya.

     Syahera kini mencoba untuk mencampakkan keraguannya. Meyakinkan dirinya sendiri bahwa Nita sebenarnya telah berada di geladak kapal bahagian depan sebelum dirinya tadi tiba di sana.

     Dengan harap-harap cemas, sejenak Syahera mencoba bertahan di pojok belakang dinding luar ruangan untuk memastikan. Sebuah besi siku tempat kedudukan antena radio yang tertancap kokoh di atas atap bahagian belakang ruangan penumpang itu dipegangnya dengan erat. Dijadikannya sebagai tumpuan badan  berjaga-jaga jika seandainya ombak besar nanti mendadak datang menghadang.    

     “Hoi Nita, kamu di mana?” Syahera berteriak. Suranya dia arahkan ke geladak depan kapal. Dia juga berjinjit menjulurkan kepalanya ke atas sedikit lebih tinggi dari pada atap ruangan penumpang. Lalu dia berteriak lagi. Syehera memasang pendengarannya tajam-tajam. Hanya senyap yang dia dapat setelah teriakan. Tak ada suara sahutan. Yang terdengar hanyalah suara gemuruh ombak yang semakin bergejolak kencang.

     “Nita!” Kembali Syahera berteriak. Dia lebih mengeraskan suaranya. Bahkan dengan lengkingan yang tinggi pula.

     “Nita! Nita! Nita!” Syahera berteriak lagi hingga berkali-kali. “Nita...!” Dia kembali berteriak. Hingga kerongkongannya yang basah itu jadi mengering oleh teriakan, namun masih saja keheningan yang didapat oleh Syahera.

    Pupuslah sudah kini harapan. Kali ini Syahera harus ikhlas untuk bisa menerima kanyataan bahwa Nita sahabat dekatnya itu benar-benar tak lagi ada di sana.

     “Nita telah lenyap tercebur ke dalam lautan.” Kalimat itu yang tertinggal di dalam benak Syahera kini. Syahera tersandar lemas di dinding luar ruangan penumpang. Dia biarkan bajunya yang kotor semakin kotor menempel di dinding yang kotor.

     Sejenak Syahera hanya bisa bersedekap. Wajahnya dia tengadahkan ke atas. Kedua bola mata gadis ayu berlesung pipit itu berkaca-kaca menatap angkasa. Seolah-olah dirinya membayangkan jiwa Nita sahabatnya yang tengah melayang bebas di sana melambaikan tangannya ke arahnya.

     Nita adalah sahabat terbaik Syahera. Mereka berdua sudah saling kenal sudah hampir sepuluh tahun lamanya. Dimulai semenjak awal memasuki masa-masa SMP di kampung halaman mereka dulu. Hingga keduanya sama-sama memilih fakultas ilmu kelautan di universitas yang sama. Juga merantau di kota yang sama. Tak hanya itu, kamar kos Nita juga persis bersebelahan letaknya dengan kamarnya Syahera.

     Sepuluh tahun, boleh dikatakan adalah suatu kurun waktu yang begitu lama untuk bisa memahami arti sebuah persahabatan di antara mereka berdua. Hal itu jugalah yang telah membuat kedua bola mata Syahera seketika berkaca-kaca. Juga menyebabkan warna putih yang ada di kedua bola matanya itu tiba-tiba saja berubah merah warnanya. Kedua bola mata Syahera yang memerah itu sudah cukup untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar merasa kehilangan seseorang yang setia bersahabat dengan dirinya hingga hampir sepuluh tahun lamanya. Setetes cairan bening kemudian tiba-tiba saja jebol dari kedua sudut bola mata Syahera yang indah. Sebegitu cepatnya.

     Sepasang bola mata Syahera yang basah kini mengarah ke permukaan lautan. Dicobanya untuk sekedar bisa mengurai kesedihan. Hingga sampai ke ujung sana dipandanginya tanpa kedipan.  Syahera kemudian mengarahkan pandangannya ke depan. Kedua bola mata mahasiswi ilmu kelautan itu tak sengaja terpelet pada besi pengaman lantai geladak kapal yang berada tak seberapa jauh di depannya. Cukup lama kedua bola mata gadis berlesung pipit itu tertancap ke sana. Penglihatannya kemudian semakin dia mempertajam. Sepertinya dia melihat ada seseorang yang sedang menggenggam besi bulat pembatas lantai kapal itu dari bawah. Boleh dikatakan, ada seseorang yang tengah bergayut di sana. Dalam benak Syahera langsung terbayang wajah Nita sahabatnya.

     “Astaghfirullah.” Kedua bola mata Syahera terbelalak melihat.

     Tak disangka, sebuah pemandangan yang menyesakkan dada telah tersuguh di sana. Napas Syahera mendesah panjang menyaksikan. Nita ternyata sedang bergayut di luar dinding kapal. Padahal sedari tadi Syahera sama sekali tak melihatnya. Di saat terpeleset tadi, Nita ternyata berhasil meraih besi bulat pembatas lantai kapal sebelum dirinya tercebur masuk ke dalam lautan.

     Dalam penglihatan Syahera, hanya kepalan tangan Nita saja yang tampak, berjarak sekitar empat atau lima meter jauhnya dari posisi di mana Syahera berada. Kedua tangan Nita terlihat masih menggenggam penuh besi bulat berdiameter dua setengah inci pembatas lantai geladak. Badan Nita yang bergelantungan menempel dengan ketat di dinding lambung kapal bahagian bawah berbentuk huruf ‘V’ yang melekuk ke dalam, hingga tak terlalu jelas terlihat dari atas oleh Syahera.

     “Masyaallah, Nita!” Syahera menelan air liurnya, mengatupkan kelopak matanya, juga mengusap-usap dadanya, seolah-olah dirinya tak tega melihatnya.  

     “Nita!”pekik Syahera. Nita tak menyahut. Syahera mencoba melongokkan kepalanya ke arah dinding bawah lambung kapal untuk mendapatkan penglihatan. Kepala dan punggung belakang Nita kini tampak olehnya, namun tak terlalu jelas.

     Dengan berpegangan erat pada besi siku yang ada di atas atap ruangan penumpang, Syahera memberanikan diri membungkukkan badan. Dia kini bisa melihat hingga sampai ke bahagian bawah lambung kapal. Kaki kanan Nita terlihat melebar. Kaki itu tengah bertumpu pada lekukan yang ada dinding luar lambung kapal. Hal itu tentunya bisa untuk mengurangi beban berat badan. Kaki kiri Nita masih bergerak mencari-cari tumpuan yang lain. Namun sepertinya tak ada lagi lekukan lain yang bisa dia jadikan sebagai tempat pijakan. Bagai aksi seorang pemanjat tebing terkatung-katung tanpa pengaman, begitulah kondisi Nita terlihat kini, bergelantungan bebas di dinding luar lambung kapal yang terjal.

*****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • STRANDED (TERDAMPAR)   Part-24: Awal Sebuah Misteri

    Air laut pecah berhamburan. Suara hempasan gelombang memecahkan kesunyian. “Braaaaaaak!” Kapal dengan bobot mati 59 ton itu terjungkal. Kemudian terseret puluhan meter seiring dengan berlariannya gulungan ombak yang berkejar-kejaran. Satu menit berlalu, ombak besar yang tadi menyapu badan kapal terlewatkan. Kapal yang terjerembab itu kembali muncul di permukaan lautan. Syahera berhasil selamat dari maut. Ratih dan Nita yang sudah terlebih dahulu berada di dalam kamar mesin juga masih hidup. Ketiganya tergelak dalam keadaan hilang ingatan. Sekujur tubuh memar setelah hempasan. Mengherankan, sesaat kemudian alam kembali tenang. Sebegitu cepatnya badai berlalu, seolah-olah tak pernah ada kejadian apa-apa. Ombak setinggi gunung yang tadi menghempaskan kapal itu kini terlihat semakin menjauh, lalu menghilang dari pandangan. Awan-awan hitam menakutkan yang tadi bergumpal-gumpal di angkasa kini juga menghilang, bersembunyi entah di mana. Cahaya kilat dan gelegar halilintar yan

  • STRANDED (TERDAMPAR)   Part-23: Gulungan Ombak

    Badai menampakkan puncak keganasannya. Awan-awan hitam di atas samudra semakin menebal bergumpal-gumpal. Kuat medan listrik statis di dalam awan meningkat tajam. Molekul-molekul uap air semakin memberat dan membesar, lalu tumpah ruah berhamburan. Langit hitam seolah-olah bocor. Hujan lebat pun berjatuhan membanjiri lautan. Yang lebih menakutkan, energi listrik yang tersimpan di dalam gumpalan awan badai cumulonimbus yang menyelimuti permukaan lautan itu kini mencapai puncak kekuatannya. Dentuman suara halilintar bertubi-tubi terdengar. Lalu diikuti dengan puluhan cahaya kilat dan sambaran halilintar. Terjangan kilat-kilat panas terlihat menyerupai kuku-kuku setan menyambar ke sana kemari bertubi-tubi tanpa ampun. Ratih dan Nita yang tergelatak pingsan di lantai geladak sontak terjaga mendengar suara gelegar halilintar yang memekakkan. “Astaga, badai!” Mulut Ratih ternganga melihat angkasa. Langit hitam dilihatnya memerah bagai bara. “Wah, kiamat!” Nita terbelalak m

  • STRANDED (TERDAMPAR)   Part-22: Dalam Sekapan

    Ketakutan, itulah yang dirasakan oleh Vivi kini. Namun rasa penasarannya juga semakin menjadi-jadi. “Apakah sebenarnya yang terjadi di dalam ruangan kemudi? Mengapa ada suara auman dan desahan yang muncul dari sana?” Pintu ruangan kemudi yang kempot itu perlahan dibukanya juga. Lima anak tangga menuju kursi kemudi yang ada di dalam ruangan itu kemudian dinaikinya tanpa suara. Baru saja menginjakkan kaki di anak tangga yang kedua, Vivi menghentikan langkahnya. Wendra ternyata berada di sana, di pojok kiri ruangan kemudi. Wajahnya menghadap ke depan memandangi lautan. “Lho, itu kan Wendra.” Mulut Vivi ternganga. Tubuh Wendra tampak gosong bagai tersambar halilintar. Tak diduga, raga Wendra yang sedari tadi berada dalam sergapan makhluk siluman itu ternyata kini telah berubah wujud menjadi sosok makhluk yang mengerikan. Namun, apa sebenarnya yang telah terjadi, Vivi masih belum sepenuhnya paham. “Wah, ada apa ini, tubuh Wendra kok berubah jadi hitam begitu? Ja

  • STRANDED (TERDAMPAR)   Part-21: Auman Harimau Lapar

    Badai sepertinya akan kembali datang. Valdo dan Syahera masih belum juga terlihat muncul di permukaan lautan. Harap-harap cemas dirasakan, yang paling cemas adalah Nita. Sepertinya dia masih tak rela jika Syahera yang telah menyelamatkan nyawanya itu pergi untuk selama-lamanya. “Kok belum muncul juga si Valdo itu ya Rat, aku takutnya kalau ombak besar kembali datang.” Nita menapakkan kegusarannya. “Iya nih, sudah lebih dua menit. Tapi... kenapa perasaan aku jadi semakin nggak enak ya Nit, menurut aku sepertinya ada sesuatu yang aneh deh.” “Si Valdo itu maksud kamu Rat? Memang sudah begitu sifatnya, dia itu orangnya pendiam, bahkan hampir tak pernah bicara.” “Kalau itu aku sudah tahu sih, tapi yang terlintas dalam pikiran aku adalah bahwa si Valdo itu mungkin saja adalah penjelmaan dari sosok makhluk kelelawar yang menghilang di atas kamar mesin tadi itu Nit.” “Jangan nakut-nakutin kayak gitu deh Rat.” “Yah... tapi itu hanya anggapan aku saja sih.

  • STRANDED (TERDAMPAR)   Part-20: Menerjang Lautan

    Penglihatan Nita tertancap ke arah pintu kamar mesin. Di sanalah tadi sosok makhluk kelelawar raksasa itu menghilang. Terpikir oleh Nita, mungkin saja ada sesuatu yang lain di sana. “Jangan-jangan makhluk itu bukannya menghilang, melainkan masuk ke dalam kamar mesin, hal itu boleh jadi,” pikir Nita. Nita mencoba menelaah. Terpikir olehnya kemudian Valdo, si teknisi kapal. Nita masih ingat, sejak pertama kali kapal itu jangkar, Valdo si teknisi kapal itu masuk ke dalam ruangan mesin untuk melakukan perbaikan. Dan sejak saat itu Valdo tak lagi terlihat olehnya. “Mungkin saja Valdo si teknisi kapal itu terkunci di sana. Si Valdo itu kan biasa bekerja di laut, pasti dia jago renang. Tentu saja dia bisa menyelamatkan Syahera yang tenggelam,” gumam Nita lagi. Begitu berharapnya Nita agar Syahera bisa diselamatkan. Harapan itu memang masih ada. Nita sendiri paham, sebagai seorang mahasiswi ilmu kelautan, Syahera mempunyai kelebihan dalam hal pernapasan. Catatan kemamp

  • STRANDED (TERDAMPAR)   Part-19: Sayap Yang Mengepak-ngepak

    Mendung kesedihan melanda Nita. Hati kecilnya tak bisa menerima kenyataan bahwa Syahera yang telah menyelamatkan dirinya dari kematian itu telah pergi untuk selama-lamanya. “Kamu jangan pergi Ra, jangan tinggalkan aku sahabatmu!” sebut Nita. Kedua bola matanya memerah menahan air mata. “Syahera, Syahera! Kamu di mana!” Nita kembali berteriak memanggil-manggil nama sahabatnya. “Syahera mungkin sudah nggak ada lagi Nit,” sela Ratih menampakkan wajah kesedihannya. Ratih kemudian menengadahkan wajahnya ke atas. Sesaat dia memejamkan mata, kemudian dia kembali melihat ke arah Nita. “Dia telah pergi meninggalkan kita Nit, kita harus rela menerimanya,” sebut Ratih lagi. “Nggak mungkin Rat, nggak mungkin dia telah pergi, tolong jangan katakan kalimat itu lagi Rat, jangan lagi,” balas Nita. Sepertinya dia benar-benar tak rela mendengar kalimat yang terucap dari mulut Ratih tadi. “Nggak mungkin!” ulang Nita lagi. Untuk sejenak Nita diam menena

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status