Share

Kenapa kamu pulang, Mas?

"Aku takut," ucap Sheila sangat lirih.

Ardi mencoba mencerna kembali ucapan gadis kecil di hadapannya ini. "Mungkin Sheila mengigau. Sudah jangan dipikirkan. Sekarang istirahat dan tidur ya? Om temani di sini."

Sheila mengangguk dan memejamkan mata. Usapan lembut Ardi berikan agar Sheila cepat terlelap. Ardi memilih tak menanggapi ucapan Sheila, dia pikir semua itu hanya halusinasinya saja.

***

***

Beberapa minggu pun berlalu, Aldo bingung karena tak ada uang sama sekali. Sedangkan kebutuhan rumah tangga harus dipenuhi.

Tidak ada pekerjaan di ladang sebab tengah musim kemarau. Mencari ikan untuk lauk makan pun hanya dapat sedikit karena air sungai mulai surut.

Kalau hanya untuk makan sehari-hari, mereka bisa mengambil sayur mayur di kebun. Hanya saja, untuk membeli beras, kebutuhan sekolah anak, kebutuhan istri, listrik dan kebutuhan lainnya membutuhkan uang.

Aldo masih termenung memikirkan tawaran suaminya Mak Siti beberapa hari yang lalu. Kata suami Mak Siti, kerja kuli bangunan di kota bayarannya lumayan. Lagi pula, di desa sudah tidak ada pekerjaan karena tengah musim kemarau.

Aldo masih bimbang, berat meninggalkan anak-anak dan istrinya. Namun, dia juga tak tega kalau anak-anaknya tidak bisa jajan. Listrik di rumahnya pun sudah menunggak.

Aldo pun sudah berbicara pada Sinta. Istrinya itu mengizinkan kalau dirinya pergi bekerja di kota. Akan tetapi, anak bungsunya merengek tak mau di tinggal.

Ardi. Sang adik itu pun juga turut membantu memberi uang jajan. Aldo tidak mungkin bergantung terus menerus pada Ardi. Sedangkan Ardi juga harus menafkahi abah mereka.

"Pak, kata ibu guru, uang SPP harus segera di lunasi. Kalau tidak, Rafa dan Sheila tidak boleh ikut ujian."

Perkataan Rafa masih terngiang di kepala Aldo. Dirinya harus meminjam kemana lagi? Hutangnya pun sudah menumpuk di mana-mana.

Sore ini Aldo mendatangi rumah abah, meminjam uang pada adiknya.

"Ini, Mas. Aku masih ada sedikit uang dan insyaallah cukup sampai tanggal gajian nanti." Ardi menyodorkan sejumlah uang pada Aldo.

"Makasih ya." Aldo segera menyelipkan uang pecahan ratusan ribu itu ke dalam saku celana. "Kalau aku sudah berangkat ke kota, tolong bantu jagain Rafa dan Sheila ya?" pinta Aldo.

"Mas sudah yakin hendak berangkat? Bukankah Sheila tidak mau ditinggal?" ucap Ardi sedikit ragu.

"Yakin. Lagian, Mas akan pulang sebulan sekali atau mungkin 2 minggu sekali. Hutang Mas sudah menumpuk, tidak mungkin Mas bisa tenang. Lagian anak-anak juga butuh biaya untuk sekolah." Ardi pun menerima apapun keputusan sang kakak.

Setelah dari rumah Ardi, Aldo segera berjalan kaki menuju rumah Mak Siti untuk memberitahukan bahwa dirinya bersedia ikut ke kota untuk bekerja.

"Assalamualaikum," ucap Aldo setelah tiba di depan rumah Mak Siti. Bangunan rumah tembok yang besar, lantai keramik dan pagar besi serta genteng yang mengkilap. akan sederhana jika orang kota yang melihatnya. Akan tetapi, terlihat mewah di mata orang desa.

"Wa'alaikumsalam ... eh Aldo, sini masuk." Mak Siti keluar dan segera membukakan pagar besi yang hanya sebatas pinggang itu.

"Pak Imron ada, Mak?" tanya Aldo sopan. Setelah ia di persilahkan duduk di kursi yang ada di teras.

"Mau bahas kerjaan?" tebak Mak Siti.

Aldo pun mengangguk pelan seraya berkata, "Iya Mak."

"Pak Imron baru saja keluar. Nanti aku sampaikan padanya. Kalau kamu benar-benar mau ke kota, kamu bisa siap-siap karena Pak Imron berangkatnya besok," terang mak Siti.

Pak Imron adalah pemborong proyek bangunan. Dia juga akan pulang 2 minggu sekali. Bahkan bisa sampai 1-2 bulan sekali. Kata Pak Imron, Aldo bisa berangkat bersama dirinya dengan mobil pribadinya.

"Iya Mak Siti. Aldo pamit pulang kalau begitu. Assalamualaikum..."

"Iya, Do. Walaikumsalam."

Aldo bergegas pulang untuk menyampaikan ini pada Sinta dan kedua anaknya. Berharap Sheila mau menerima apabila dirinya bekerja di kota.

***

"Assalamu'alaikum ..."

"Wa'alaikumsalam," jawab kedua anaknya serempak.

Aldo segera menghempaskan bobot tubuhnya di dekat Rafa dan Sheila. Aroma ubi rebus menguar di udara saat Sinta berjalan dari arah dapur.

Seharian ini mereka tak memakan nasi karena beras sudah habis, hanya ada singkong rebus dengan sambal sebagai pengganjal perut. Mereka berempat pun duduk dan menyantap singkong rebus itu bersama-sama.

Aldo mengeluarkan uang hasil pinjamnya tadi dan memberikan semuanya pada Sinta. "Untuk beli beras dan uang SPP anak-anak, Dek."

Sinta menerima uluran dari sang suami. "Uang dari mana Mas? Pinjam Ardi?" tebak Sinta dan mendapat jawaban anggukan kepala dari Aldo.

Aldo mengumpulkan niatnya dan bercerita pada anak-anak nya. Dan benar saja, respon si bungsu menangis tak mau ditinggal.

Setelah lama di bujuk rayu, akhirnya Sheila memperbolehkan bapaknya pergi bekerja. Namun, dengan syarat dirinya boleh menginap di rumah kakeknya. Tentu saja Aldo menyetujui.

***

Keesokan hari pun tiba...

Sebelum berangkat, Aldo mencium kening Sinta dan juga kedua anaknya secara bergantian. Menghapus air mata Sheila yang membasahi pipi. "kalian jangan nakal ya?" ucap Aldo.

Aldo pun masuk ke dalam mobil milik pak Imron dan kendaraan roda empat itu segera melaju.

***

Beberapa hari setelah kepergian Aldo ke kota, membuat Sheila murung. "Bapak cari uang, Sheila jangan sedih dong. Ayo minta Om Ardi untuk menelepon bapak," ucap Rafa menenangkan adiknya.

Tiada hari yang terlewat tanpa video call dengan bapaknya. Karena Aldo tak memiliki ponsel kamera, Ardi menelepon lewat ponsel milik Pak Imron. Walaupun berbicara hanya beberapa menit, sudah bisa menghilangkan sedikit rasa rindu.

"Kapan pulang, Pak?" pertanyaan itu tak pernah lupa Sheila sematkan.

"Ya ampun, Dek. Bapak kan baru 5 hari bekerja," sahut Rafa. Ardi pun ikut terkekeh pelan.

"Sabar ya, Nak. Kalau Pak Imron pulang, Bapak juga ikut pulang," jawab Aldo dengan lembut.

"Iya. Tapi kapan, Pak?" tanya Sheila lagi dengan tak sabaran.

"Mungkin 2 minggu lagi."

***

Berbeda dengan anak-anaknya, Sinta justru semakin gencar menuntaskan hasratnya di malam hari. Duduk di dekat jendela dan akan terbaring tidur di atas ranjang hanya mengenakan selimut sebagai penutup tubuhnya.

Sore itu, Sheila dan Rafa meminta izin untuk menginap di rumah Om Ardi, karena besok hari minggu.

"Di sana jangan nakal." Sinta mewanti-wanti, dan kedua bocah itu pun melenggang pergi ke rumah Om Ardi.

Malam pun tiba...

Saat Sinta hendak membaringkan tubuhnya, ia mendengar suara ketukan pintu. "Siapa malam-malam begini bertamu?" gumamnya pelan. Ia pun segera beranjak keluar.

Saat pintu terbuka, betapa terkejutnya dia. Suaminya berdiri di hadapannya. "Kok kamu pulang sih, Mas? Katanya 2 minggu lagi?"

Aldo berlalu masuk. "Mas akan pulang setiap hari. Ada mobil pick up yang kebetulan lewat area sini," jawab Aldo lirih.

Sinta pun berjalan mendekat. "Bagus kalau begitu Mas. Aku jadi tak perlu menahan rindu lama-lama," ucap Sinta dengan nada manja. Ia pun menyenderkan kepala di bahu sang suami.

"Tubuh mu dingin sekali, Mas? Bau apa ini?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status