Sinta mencium bau hangus, seperti bau ubi yang di masukan ke dalam arang dan dibiarkan menghitam. Kira-kira seperti itulah bau tubuh suami Sinta saat ini.
Sinta yang tadinya bergelayut manja di lengan kekar Aldo, seketika menjauhkan kepalanya. Mengendus bau tak sedap yang keluar dari tubuh sang suami.Braaakkk !!!Sinta tersentak dan memegangi dadanya. Ia pun segera menoleh ke samping, tatkala pintu yang terbuat dari kayu jati putih itu tiba-tiba tertutup sendiri dan menimbulkan suara yang cukup nyaring."Astaghfirullah. Apa itu, Mas?" pekik Sinta. Wanita itu pun beranjak dari duduknya dan segera berjalan menuju pintu yang memang belum sempat ia tutup. Dirinya lantas segera mengunci pintu tersebut."Hanya angin." Aldo bangkit, berjalan gontai menuju kamar.Wanita itu segera menyusul sang suami ke dalam kamar. Saat dirinya tiba di ambang pintu, ia melihat Aldo yang sudah terbaring terlentang. Baju kemeja kotak-kotak yang Aldo kenakan pun sudah terlepas dari tubuhnya.Sinta berjalan mendekat, memunguti pakaian itu. Lagi-lagi wanita itu mencium bau yang sama. Sedikit menjauhkan wajahnya dan melemparkan pakaian ke dalam keranjang yang berada di samping lemari pakaian."Apa kamu membakar sesuatu, Mas? Baju dan tubuhmu bau asap." Sinta menghempaskan bobot tubuhnya di samping Aldo.Lelaki itu tidak menjawab. Hanya suara deru napas yang terdengar sedikit memburu. Seperti orang yang baru saja selesai mengikuti lomba lari maraton.Sinta menyentuh lengan suaminya yang terasa dingin. "Kalau mau tidur sebaiknya mandi terlebih dahulu. Kamu pun juga belum menjawab pertanyaan ku. Kenapa badanmu bau asap?" Sungguh, Sinta sangat penasaran akan hal itu.Sinta hapal betul dengan suaminya. Aldo orang yang selalu menjaga kebersihan, jika dirinya dari luar dan badannya terasa lengket ataupun bau, lelaki itu biasanya akan cepat-cepat membersihkan tubuhnya."Mungkin karena terkena asap kendaraan." Aldo menjawab dengan asal. Lelaki itu masih dengan posisi yang sama.Sinta pun memaksa suaminya itu untuk berdiri. "Ayolah, bersihkan dahulu badanmu." Akhirnya Aldo pun mau mengikuti perintah Sinta.Saat lelaki itu berjalan melewati lemari yang terdapat kacanya, ekor mata Sinta melihat bayangan hitam dan berbulu di dalam kaca tersebut. Sontak wanita itu pun menjerit dan menutup kedua matanya dengan telapak tangan. "Apa itu, Mas!?""Tidak ada apa-apa."Sinta memberanikan diri dengan sedikit mengintip dari celah jari jemarinya. "Coba kamu berdiri di depan cermin itu." Satu tangan Sinta menunjuk ke arah lemari.Aldo segera berbalik dan berdiri tepat di depan lemari. Nampak bayangan lelaki yang berparas tampan itu. "Memangnya kamu melihat apa?" tanya Aldo."Tadi aku melihat sosok yang menyeramkan saat kamu melewati kaca itu." Sinta yakin, tadi itu bukan bayangan suaminya yang melintas."Kamu sepertinya kelelahan sampai berhalusinasi. Aku akan memijatmu." Aldo mengurungkan niatnya untuk mandi. Lelaki itu justru berbalik arah dan kembali menaiki ranjang.Pijatan lembut membuat Sinta rileks. Tangan besar itu mulai menjalar ke setiap lekuk tubuh Sinta. Tak hanya di punggung, tangan besar itu sudah sampai di betis dan bagian tubuh yang lainnya."Baru beberapa hari kamu pergi bekerja. Tangan mu sudah pandai memijat, belajar dari mana, Mas?" Dengan posisi telungkup, Sinta bertanya.Hening, tak ada jawaban yang terlontar dari mulut lelaki itu. Sinta hanya mendengar suara napas suaminya yang memburu. "Kamu kenapa sih, Mas? Seperti di kejar maling saja." Sinta melayangkan lelucon, sebab napas suaminya memang terdengar ngos-ngosan.Tiba-tiba lampu di rumah Sinta padam dan membuat wanita yang memang takut akan kegelapan itu segera mencari tubuh sang suami. "Mas, aku takut," ucap Sinta lirih seraya memeluk suaminya dengan erat."Tidak apa-apa, ada aku di sini."^^^"Hahahaha, ampun Mas." Di tengah aktivitas mereka, Sinta tertawa karena merasakan geli di sekujur tubuhnya.Hanya terdengar suara deru napas Aldo, Sinta yang berada di bawah kungkungan lelaki itu hanya pasrah menerima semua perlakuan sang suami. Sinta tak dapat melihat bagaimana wajah gagah perkasanya sang suami, dikarenakan tak ada cahaya penerangan. Entah sudah berapa lama mereka beradu, sampai membuat Sinta kembali kewalahan.^^^^^^"Pak, bangun!""Ada apa Bu?" Lelaki paruh baya itu menggeliat dan mengucek matanya dengan pelan."Ada suara aneh dan berisik dari luar."Lelaki itu menajamkan kan pendengaran. "Iya, Bu." Ia pun kemudian beranjak."Aku ikut, Pak!"Sepasang suami istri itu pun keluar. Di tengah gelapnya malam, mereka memperhatikan sekitar."Rumah Sinta kenapa berkedip-kedip seperti itu? Dan asal suaranya pun dari sana, Pak!" Perempuan paruh baya itu menunjuk rumah Sinta yang berada persis di samping rumahnya."Ayo kita datangi, Pak. Kasian Sinta, pasti dia ketakutan tidak ada suaminya di rumah," lanjut wanita itu.Saat mereka tiba di teras rumah Sinta, suara berisik serta geraman kian jelas di telinga. Mereka lantas mengetuk pintu kayu itu dan memanggil sang pemilik rumah beberapa kali.Tok!Tok!Tok!"Sinta! Kamu tidak apa-apa kan di dalam?" Wanita itu terlihat panik takut terjadi apa-apa dengan tetangganya itu."Sinta!""Dobrak saja, Pak!"Ketika lelaki itu memberi ancang-ancang, pintu itupun terbuka hingga menimbulkan suara.Kreeeeekkkk..."Sinta?" Tanpa pikir panjang perempuan itu melangkahkan kaki melewati pintu menghampiri seseorang yang berdiri di dalam."Apa lampu di rumah mu rusak? Apa yang terjadi, kenapa rumah mu berisik sekali?"Seseorang yang ia pikir itu Sinta, berbalik dan terpampang nyata wajah yang menyeramkan dengan mulut menganga yang berlumuran darah, serta matanya melotot tajam berwarna merah menyala."Aaaaaa ..."******Terdengar suara ayam jantan berkokok saling bersahut-sahutan, diiringi suara kicauan burung yang menari-nari di atas udara.Sinta menggeliat pelan, tangannya meraba sekitar. Wanita itu pun membuka mata dan tak mendapati siapapun di sana. "Mas Aldo?"Sinta menguap dengan lebar dan mengucek matanya dengan pelan. Ia segera turun dari ranjang dan memunguti pakaiannya yang terlempar ke sembarang arah. Usai berpakaian, Sinta langsung menata kembali ranjang yang berantakan karena ulah suaminya semalam.Sinta keluar dari kamar dan mencari keberadaan Aldo. Ia sudah mencari di setiap sudut rumah. Namun, ia tak mendapati suaminya itu. Sinta melirik jam dinding yang ternyata baru pukul lima pagi."Apa Mas Aldo sudah berangkat ke kota lagi ya? Tetapi, mengapa ia tak membangunkan ku?" Sinta berjalan menuju pintu dan ternyata besi kecil itu belum bergeser. "Pintunya masih terkunci. Lantas, Mas Aldo lewat mana? Pintu samping pun masih tertutup rapat."******Pukul 06.30Sinta menuju rumah tetangganya yang nampak ramai sejak pagi. Saat wanita itu tiba, semua mata tertuju padanya."Sinta?!" Wanita yang tengah terbaring itu menjerit ketakutan tatkala melihat Sinta masuk menjenguk dirinya."Bu Tutik kenapa?" tanya Sinta bingung."Sinta, ayo keluar dulu. Bapak jelaskan," ucap suami Bu Tutik.Mereka berdiri di luar kamar, sedangkan Bu Tutik ditemani ibu-ibu yang lainnya."Semalam, kami mendatangi rumahmu. Dan istriku melihat sesosok mahluk yang menyeramkan menyerupai dirimu," suami Bu Tutik yang bernama Pak Sholeh itu menceritakan semua kejadian semalam."Pak Sholeh jangan bercanda. Semalam aku tertidur dengan pulas dan tak ada suara apapun." Sinta tak percaya begitu saja dengan ucapan tetangganya itu. Sinta pun akhirnya pulang."Yang benar saja! Mereka mungkin hanya ingin menakut-nakuti ku," gerutu Sinta.Mendengar suara ribut membuat Sinta dan kedua anaknya ketakutan. Mereka tetap berada di sana dan menuruti semua perkataan sang Ustadz."Takut, Bu," cicit kedua anak Sinta.Wanita itu memeluk keduanya dengan erat. Hingga suara-suara itu berhenti dan berganti suara Ardi yang menjerit memanggil nama Aldo."Ayo kita keluar," ajak Sinta. Dirinya gegas beranjak dan menarik tangan kedua bocah itu. Perasaannya tak enak dan memilih keluar menghiraukan larangan Pak Ustadz.Braaakk..Saat Sinta keluar, bersamaan dengan itu pintu kamar sebelah pun dibuka oleh sang Ustadz. Sinta membekap mulut menahan tangis saat menyaksikan sang suami tergeletak tak berdaya di pangkuan Ardi.Sinta dan kedua bocah itu berjalan cepat dan turut bersimpuh mengerumuni Aldo."Mas Aldo kenapa, Di?" Sinta tak mampu membendung lagi, cairan bening tumpah melihat kondisi sang suami."Bapak!" Sheila dan Rafa memeluk badan Aldo yang lemah.Mereka mengangkat dan membaringkan Aldo di sebuah tikar. "Cepet cari bantuan, Di. Bawa
"Allahu Akbar." Pak Ustadz tak berhenti, membuat Sheila merasakan sesuatu yang luar biasa sakit."Bu! Sakit!" teriak Sheila, disertai tangis dan raungan histeris. Kedua tangan dan kakinya dipegang kuat agar tak menyakiti tubuhnya sendiri.Pak Ustadz melangkah maju, menempelkan telapak tangannya ke dahi bocah itu. "Ya Allah, tolong hambamu. Keluarkan sesuatu yang bersarang di dalam tubuh anak ini," ucapnya lirih.Mata Sheila bergerak liar, bola matanya hanya nampak warna putih. Mulutnya menganga dengan napas memburu dan tersengal-sengal, seolah menahan sesuatu yang hendak keluar.Doa-doa terus di lantunkan. Ardi, Sinta dan Rafa pun turut berdoa dalam hati. Berharap Sheila segera sembuh dari penyakit aneh ini.Lewat tengah malam, suara batuk Aldo tak berhenti di kamar sebelah. Sedangkan Sheila tergeletak lemas tak berdaya di pangkuan sang ibu. Sesekali wanita itu mengusap buliran bening yang masih merembes di sekitar dahi."Alhamdulillah, gangguan dari mahluk itu sudah keluar. Insha Alla
Waktu silih berganti. Tak terasa sudah satu bulan lamanya. Awalnya tak ada kejadian yang janggal setelah peristiwa itu. Aldo dan keluarganya menjalani hidup tentram tanpa gangguan.Namun, siapa sangka ternyata semua masih berlanjut. Setelah memasuki minggu pertama, keluarga Aldo sakit secara bergantian.Mereka pikir itu hal yang wajar dan sebuah kebetulan, sebab musim berganti serta cuaca tidak menentu.Ardi dan Rafa baru saja sembuh, kini giliran Sheila mengalami gatal yang luar biasa. Sedangkan Aldo batuk parah hingga mengeluarkan cairan kental berwarna hitam pekat dan bau yang begitu menyeruak di indra penciuman.Uhuuk … uhuuuk ….Aldo yang tengah terbaring di ranjang terbatuk lagi. Wajahnya nampak pucat serta bibir mengering. Sinta meraih segelas air dan membantu sang suami untuk minum."Gimana keadaan Sheila, Dek?"Sinta kembali menaruh gelas ke atas nakas, dan kembali menatap sang suami. "Alhamdulillah dia sudah bisa tidur, Mas."Aldo tak berani untuk sekedar mendekati kedua an
Aldo berjalan cepat, menghampiri ranjang yang berada di sisi kiri. Anak perempuannya masih memejamkan mata. Namun, gerakan liar tangan dan kakinya tak berhenti membuat ranjang itu bergeser sedikit demi sedikit. Tubuh Aldo menahan sisi ranjang dan tangannya memegang tubuh putrinya agar tak terjatuh. "Sheila, bangun," ucap Aldo pelan. Satu tangannya menepuk pelan pipi yang terasa dingin itu. Padahal suhu ruangan di sini sangat panas dan pengap.Kreeettt ... Kreeett ... Kreeettt ...Ranjang masih bergoyang, menimbulkan suara decitan dari kaki ranjang besi yang bergesekan dengan lantai. Nyaring, membuat Ardi yang terbaring di kursi terusik dari tidurnya."Ada apa, Mas?" Ardi bersuara serak, mengucek mata yang terasa masih mengantuk. Lalu berjalan menghampiri Aldo."Sheila kenapa?" tanyanya lagi. Tanpa di suruh tangannya ikut memegangi kaki Sheila."Gak tau, Di. Mas sudah mencoba membangunkan, tetapi Sheila tak kunjung membuka matanya." Aldo panik. Air mukanya berubah cemas takut terjadi
Aldo mengendong tubuh Sinta yang lemas tak berdaya. Sungguh, keadaan wanita itu saat ini sangat kacau. Aroma busuk menyengat membuat Aldo sesekali menahan napas saat bau itu menusuk indera penciumannya."Pelan-pelan Mas Aldo," ucap Pak Ustadz mengingatkan. Lelaki yang memakai baju putih, celana berwarna hitam dan kopyah yang bertengger di kepalanya itu berjalan di depan Aldo sembari menyingkap ranting-ranting kering yang menghalangi jalan."Iya Pak Ustadz," jawab Aldo pelan. Napasnya terasa sesak menahan berat badan Sinta.Aldo berhenti sejenak dan membenarkan posisi sang istri lalu kembali melanjutkan perjalanan mengikuti Pak Ustadz.Aldo memperhatikan jalan setapak dan di depan sana sudah nampak cahaya yang terang. Terus menyusuri jalan hingga mereka berhasil keluar dari dalam hutan."Masih kuat Mas Aldo?" Pak Ustadz menghentikan langkah kakinya. Ia pun mengajak Aldo untuk istirahat sejenak. Aldo menurut dan menidurkan Sinta di sebuah gubuk di tengah ladang.Aldo ngos-ngosan, tubuh
Kabut asap, bau hangus, bangkai, belatung serta darah menjadi hal biasa di dunia alam ghaib inj. Gelap, pengap, anyir menjadi satu.Seorang Wanita dengan perut yang besar, rambutnya berantakan serta gigi-giginya yang mulai menghitam. Di dampingi sesosok mahluk hitam, besar berbulu yang menyeramkan. Matanya pun merah menyala dengan gigi tajam serta kuku yang runcing. Kakinya berserabut bak akar pohon beringin yang menjuntai ke tanah.Pemandangan yang sangat menakutkan. Namun, di mata wanita itu, semuanya indah. Ia merasa tubuhnya yang kini memiliki perut buncit, bertambah cantik dan menawan. Begitupun dengan lelaki yang berada di sampingnya. Di mata Sinta, Virgon amatlah tampan serta singgasana yang luar biasa megah."Kamu mau makan lagi, sayang?" Virgon bertanya lembut. Tangannya masih setia bertengger di bahu Sinta. Senantiasa memeluk wanita itu setiap saat. Tak sedikit pun melepasnya."Aku sudah kenyang, Mas."Sinta selalu di suguhi makanan-makanan menjijikan dan kepuasan setiap saa