"Mbak Mut? Siapa yang telepon? Kok wajah kamu jadi berubah muram seperti itu?" tanya Aksara saat melihat ekspresi wajah Mutia yang sukar dilukiskan. Mutia menatap ke wajah Aksara dan layar ponselnya bergantian. "Suami saya menelepon," sahut Mutia lirih. "Ya sudah, Mbak Mut terima saja panggilan telepon nya.""Tapi sepertinya saya tahu kenapa dia menelepon saya," sahut Mutia seraya menghela nafas. "Emang kenapa suami mbak Mutia telepon?" "Mungkin dia kesal karena saya belum membuat sarapan untuknya dan saya menyembunyikan rokoknya," sahut Mutia tertawa. Aksara tercengang. "Mbak Mutia ini ada-ada saja."Mutia tersenyum. "Sekali-kali laki-laki yang berkhianat dan tidak menghargainya wanita nya perlu diberi pelajaran lah, Pak. Agar mereka tahu dan sadar diri. Belum bisa menafkahi istri dengan layak bahkan istri sudah membantu cari uang kok sok-sokan selingkuh. Kan lebih baik dikarungin terus diberikan ke pegadaian?" tanya Mutia tertawa. Aksara hanya menggeleng-gelengkan kepalanya
"Mama, tidak apa-apa?" tanya Novela saat Mawar terhuyung setelah menutup telepon dari Alex. Mawar memegang pangkal hidungnya. Kepalanya berdenyut nyeri dan pandangan matanya mendadak kabur. Aksara dengan sigap menyangga tubuh Mawar dan memapahnya nya ke ranjang. "Nov, buatin mama teh hangat dan gorengkan nugget ayam. Nggak usah bangunin mbok Sumi, kelamaan. Aku mau ngambil tensimeter dulu dan CGM* dulu.""Oke." Novela membalikkan tubuhnya dan melangkah keluar dari kamar sang Mama. Sementara itu Aksara menatap sang mama yang masih memegangi kening. "Mama, tunggu di sini dulu. Aksa periksa kondisi mama, baru kita berangkat. Mama tenang ya. Tidak perlu terburu-buru. Aksa dan Nova selalu ada untuk mama."Mawar terdiam dan Aksapun melesat keluar dari kamarnya untuk menuju ruang tengah. Aksara memang menyimpan tensimeter, termometer, dan beberapa alat kesehatan serta obat pertama dasar yang dibutuhkan saat sakit di kotak P3K ruang tengah. Diambilnya tensimeter dan CGM lalu segera menuj
"Apa?!" Wajah Andi terkejut dan sontak menatap ke arah Larasati di sampingnya. Larasati mendelik dan menatap ke arah Mawar yang berdiri tegak di hadapannya. "Nggak Mas, aku hanya punya kamu. Aku hanya tidur dengan kamu, sungguh! Si tua ini berusaha mengadu domba kita. Sebaiknya kamu ceraikan saja dia, Mas. Dan kita bisa menikah!" seru Larasati menatap tajam ke arah Andi. "Bagus lah. Tidak masalah siapapun yang mengajukan cerai ke pengadilan agama. Toh, kita tetap akan berpisah. Jangan lupa kita bicarakan lagi hal ini lebih lanjut, Mas. Aku cuma butuh foto dan video kalian untuk ke pengadilan agama.""Mawar, tunggu! Kalau kamu menggugat cerai aku, aku akan menuntut mu ke pihak berwajib karena penghinaan dan pelanggaran privasi, Mawar!"Mawar tertawa. "Lalu apa mau kamu, Mas? Apa kamu mau aku tetap ada di sisi kamu sementara Larasati juga menjadi istrimu?" "Aku sudah menikahi Larasati dengan sah walaupun siri. Terimalah dia sebagai adik madumu!""Wah, kamu serakah ya? Sudah mempunya
"Maaf Pa. Keluarga kita sudah tidak utuh lagi saat papa selingkuh dan menikah lagi dengan perempuan lain. Papa anggap apa kami ini?" tanya Novela menahan rasa sesak di dada melihat laki-laki yang paling dia percaya bisa mengkhianati ibunya. "Aksa, bagaimana dengan kamu?! Kamu mau kan kita tetap bersama?""Tidak Pa. Saya yang laki-laki saja mual dengan tindakan papa. Jadi papa lebih baik pergi dari sini sebelum saya melakukan hal-hal anarkis pada Papa karena papa telah menyakiti mama."Andi tercengang. Dia memang sudah kehilangan seluruh keluarga nya. Lelaki itu terdiam. Suasana hening seketika. "Jadi kamu tetap pada keputusan kamu untuk berpisah, Mawar? Baiklah. Tapi aku minta jaminan!""Jaminan? Jaminan apa? Kenapa justru pelaku yang meminta jaminan? Dasar kamu ini, Mas," sahut Mawar dengan menghela nafas panjang. "Aku hanya ingin memastikan kamu tidak menyebarkan berita buruk tentang ku, tentang video, foto, atau surat pernikahan keduaku.Kamu boleh menggugatku dan mengirimkan bu
Beberapa saat sebelum nya,"Mbak Mutia, tunggu!"Mutia yang sedang berjalan menuju pintu keluar kafe dengan membawa kotak makanan sterofoam menoleh saat mendengar panggilan dari Aksara. "Ada apa, Pak?" tanya Mutia heran melihat Aksara berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri Mutia. "Ada yang ingin saya bicarakan, Mbak Mut. Mendadak sekali ide saya datang. Apa mbak Mutia nggak keberatan jika harus duduk lagi dengan saya?"Mutia berpikir sejenak. "Nggak apa-apa, Pak. Kalau bapak ada ide yang lebih baik untuk keluarga bapak dan saya bisa bantu, saya akan berusaha membantunya," jawab Mutia seraya berjalan ke arah tempat duduknya kembali. Aksara pun duduk kembali di depan Mutia."Bukan hanya rencana untuk keluarga saya. Tapi juga saya pikir terbaik untuk mbak Mutia. Jadi kita bisa meraih win-win solution."Mutia mengerut kan keningnya. "Win-win apa tadi, Pak?""Oh, win-win solution. Semacam simbiosis mutualisme. Masih ingat kan dengan pelajaran biologi. Hubungan saling menguntungkan,
Beberapa saat sebelumnya,Mutia telah selesai membuatkan teh untuk Damar. Tak lupa diambilnya dua tablet obat tidur dari dalam botol pemberian Aksara lalu dilarutkan nya ke dalam gelas berisi teh untuk suaminya itu. Dengan segera Mutia membawa teh itu ke dalam kamar dan melihat Damar sedang termenung menatap ponsel nya yang layarnya gelap. "Mas, aku bikinin teh. Aku minta maaf tentang kejadian tadi pagi," ucap Mutia sambil meletakkan cangkir berisi teh di atas nakas. Mata Damar yang semula redup menjadi berbinar melihat Mutia datang dengan membawakan teh untuk nya. "Kamu beneran mau minta maaf padaku?" tanya Damar. Mutia mengangguk. "Maaf karena aku terlalu curiga padamu sehingga aku membabi buta menuduhmu selingkuh, Mas. Kamu harus tahu kalau aku itu tipe perempuan pencemburu," sahut Mutia menyunggingkan senyum. Damar menatap istrinya tanpa berkedip. "Apa kamu masih datang bulan?" tanya Damar. Mutia menggelengkan kepalanya. "Sudah selesai," sahut Mutia berbohong. Dia memang
Mutia sedang menatap ikan koi milik Tante Rosi di taman tengah saat mendadak ada suara laki-laki yang mengagetkan nya. "Gimana mbak Mutia? Betah nggak disini?" Mutia menoleh dan melihat Aksara datang dengan membawa dua bungkus sterofoam di tangannya. "Pak Aksa! Wah, bagaimana kisah penggerebekannya semalam?" tanya Mutia penasaran. "Wah seru banget. Sini mbak aku tunjukkan foto dan video nya sekalian sarapan bubur ayam. Mbak Mutia belum sarapan kan?" Mutia menggelengkan kepalanya. "Belum," jawab Mutia malu. Dia memang sedang menghemat uang tabungan. "Nah, ayo makan sama aku, Mbak."Mutia mengangguk dan Aksara berjalan lebih dahulu menuju ruang makan. Lelaki itu mengambil sendok dan memberikan nya satu pada Mutia. "Terimakasih, Pak Aksa. Ngomong-ngomong Tante Rosi kemana ya Mas? Kok nggak kelihatan?" tanya Mutia. "Yah, kalau hampir jam 8 ini sih, Tante Rosi biasanya sudah pergi ke butiknya. Oh ya kamu sudah kenalan sama penghuni kos?""Sudah. Sama bi Inah juga. Alhamdulillah ban
Andi melajukan mobilnya kerumahnya dengan kecepatan sedang. Namun begitu terkejut nya lelaki itu saat melihat ada tulisan berwarna hitam di atas papan kayu yang tergantung di pagar. "RUMAH INI DIJUAL. BAGI YANG BERMINAT, SILAKAN HUBUNGI 081XXX."Andi terbengong-bengong melihat rumahnya yang sudah berlabel. Dengan mata melotot, dia mengucek matanya. Memastikan dia sedang tidak salah lihat. "Ya Tuhan, benar-benar si Mawar ini tidak bisa ditebak! Awas saja dia ya," gerutu Andi kesal. Dia segera meraih ponselnya dan menelepon istrinya. Nada sambung terdengar, tapi istri nya tidak menerima panggilan telepon darinya. "Ck, sialan. Dimana sih si Mawar ini!" Dicobanya sekali lagi untuk menghubungi ponsel sang istri. Tapi tetap saja istrinya tidak mau menerima panggilan darinya. "Duh, coba aku hubungi Aksara dan Novela dulu. Dimana mereka sekarang."Tanpa putus asa, Andi menekan kembali nomor telepon kedua anaknya. Hasilnya sama saja, Aksara tidak mau menerima panggilan telepon darinya.