SUAMIKU DI RANJANG SANG NYONYA

SUAMIKU DI RANJANG SANG NYONYA

Oleh:  ananda zhia  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
8
1 Peringkat
87Bab
18.5KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Mutia, seorang asisten rumah tangga di rumah Larasati harus menerima kenyataan pahit karena Damar, suaminya selingkuh dengan majikan nya sendiri. Mutia pun diam-diam memvideokan Damar dan Larasati saat berasyik Masyuk dan mengirim nya kepada Pak Andi, suami Larasati. Apa yang terjadi selanjutnya?

Lihat lebih banyak
SUAMIKU DI RANJANG SANG NYONYA Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
default avatar
Ihsan Arrefah
Jelek banget kek kontol
2023-08-11 15:47:40
0
87 Bab
bab 1. Ketahuan
"Mas, kamu kok keramas sih subuh-subuh gini? Semalam kita kan nggak ngapa-ngapain?" tanyaku heran saat melihat mas Damar, suamiku keluar dari kamar mandi yang ada di dalam kamar tidur kami."Loh, kok kamu sudah bangun Mut? Aku cuma gerah. Kamu emang gak merasakan suasana panas ya?" tanyanya mendekat padaku sambil mengusap-usap rambutnya yang basah sambil bersiul-siul.Aku mengernyitkan dahi. "Enggak. Semalam seingatku hujan deras. Lagipula jendela kamar kubuka lebar," jawabku bingung. "Ehm, eh, nggak tahu ya. Aku keramas cuma karena gerah kok. Itu saja," kata mas Damar membungkuk sambil menjawil daguku.Posisiku yang duduk di ranjang membuatku bisa memeluk pinggangnya erat. Wangi sabun dan shampoo menguar dari tubuhnya memanjakan hidungku. Mas Damar memang tampan. Kulitnya sawo matang, berbadan tegap dan berhidung mungil dengan rambut hitam ikal tebal. Membuatku semakin merasa jatuh cinta dari hari ke hari. Kendati dia belum bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari kami, bahkan membuatk
Baca selengkapnya
bab 2. Saling Panas-panasan
Klik.Video itu sudah terkirim. Aku segera turun dari kursi lalu dengan gerakan perlahan, aku mengembalikan kursi itu. Aku menghela nafas dan menguat-nguatkan hati masuk ke dalam kamar dan melihat ponselku. "Masih centang satu. Kenapa hp tuan Andi tidak aktif?" gumamku bingung.Mendadak suara dan bayangan mas Damar dan nyonya Larasati terputar lagi di memori, membuat air mata menetes kembali. Gegas kuusap kasar air mataku, lalu aku mulai menyemangati diri sendiri. "Awas saja kalian. Sekarang kalian memang bisa puas-puasin diri. Tapi tunggu saja saat Tuan Andi sudah pulang ke rumah ini," gumamku penuh dendam. Aku membuka Facebook dan mulai mengubah pengaturannya menjadi privasi. Lalu mengirim video mas Damar ke akun facebookku. "Oke. Untuk sementara aku akan menyimpan video ini di akun facebook untuk berjaga-jaga kalau mas Damar menemukan dan menghapus video ini. Perasaanku menjadi harap-harap cemas saat melihat pesan whatsapp yang hanya centang satu. Ini jelas sudah terkirim, ta
Baca selengkapnya
bab 3. Rencana Balas Dendam
Bunyi bel pintu terdengar dan Larasati memandang Mutia. Perempuan berkimono handuk itu mengarahkan dagunya ke arah depan. Mutia mengangguk dan bergegas meletakan sendok sayur lalu meninggalkan ruang makan menuju ke arah ruang tamu. Dia tercengang saat melihat tuan Andi berdiri di depan pintu rumah. "Tuan sudah pulang?" tanya Mutia tidak percaya dengan sosok tinggi besar yang berdiri di hadapannya. Lelaki berusia lima puluh tahun itu masih tampak gagah. Bahkan meskipun uban menutupi kepalanya, penampakan lelaki itu masih terlihat tegap dan kuat di umurnya yang sudah memasuki 52 tahun. Kemeja, dasi, dan jas mahal membuat penampilan nya semakin berharga. Dilonggarkan nya dasi warna marun dari leher nya lalu menatap Mutia dengan ramah seperti biasanya. Tanpa ucapan apapun, tuan Andi masuk ke dalam rumahnya melewati Mutia. Sebuah koper berwarna hitam beroda diseret lelaki itu.Mutia mengerjap-ngerjapkan mata dan berjingkat mengikuti lelaki tua itu. Tidak ada perubahan sikap dari lelaki
Baca selengkapnya
bab 4. Detektif?
Mutia berjalan perlahan ke arah ruang tengah, dia lalu mengeluarkan ponselnya. "Tunggu, kalau aku melaporkan pak Andi dan Bu Laras ke Bu Mawar, jangan-jangan nanti malah ada keributan. Bisa-bisa aku enggak kerja di sini lagi. Padahal aku kan masih butuh duit. Duh. Tapi kalau aku diem'in aja tentang perselingkuhan Bu Laras dan mas Damar, ck, enak aja. Nggak sudi dong. Apa aku melipir saja pada Bu Mawar. Siapa tahu bisa kerja di tempat Bu Mawar kalau aku memberikan informasi tentang istri kedua suaminya.Nggak salah dong ya kalau aku berusaha membalas kecurangan yang telah mereka lakukan padaku? Emangnya hanya orang kaya yang bisa sakit hati? Aku juga punya hati lah! Enak aja menyakiti Mutia!"Mutia pun lalu mengambil ponsel. "Aku harus tahu alamat rumah atau paling tidak akun media sosial Bu Mawar alias istri pertama pak Andi."Mutia lalu mencari akun Facebook dengan nama Mawar. "Ck, kenapa banyak banget nama mawar di sini?"Mutia lalu menggulir layar ponsel nya dengan perlahan. "M
Baca selengkapnya
bab 5. Nasib Terong
'Siapa lelaki ini? Kenapa dia kenal dengan pak Andi? Apa dia detektif yang disewa Bu Mawar seperti di tivi-tivi?' batin Mutia sebelum akhirnya dia menjawab, "memangnya siapa bapak itu, Mas? Apa bapak yang ada di foto itu adalah orang hilang?" tanya Mutia dengan wajah polos. Tampak pemuda itu agak terkejut mendengar jawaban dari Mutia. "Jadi mbak nggak pernah melihat papa saya di sini?" tanya lelaki itu lagi memastikan. Mutia mendelik mendengarkan ucapan lelaki muda itu. 'Astaga, pak Andi punya anak laki-laki seganteng ini? Berarti laki-laki ini anaknya Bu Mawar? Tapi bagaimana laki-laki ini tahu alamat rumah ini? Wah, sepertinya hal ini akan lebih menarik,' batin Mutia. "Nggak pernah, Mas. Saya tidak pernah melihat bapak ini di sini. Tapi saya bisa memberikan informasi kalau seandainya ada bapak-bapak yang mirip dengan papanya mas di sini."Pemuda itu tampak berpikir keras. Dahinya berkerut-kerut. "Apa mbaknya bisa dipercaya?" "Wah, sepertinya urusan tentang papanya Mas, serius
Baca selengkapnya
bab 6. Telepon dari Aksara
Mutia menyingkir dari ruang tengah. Dan berjalan melewati pintu kaca menuju ke taman tengah yang ada kolam renang nya. Suasana malam yang sepi dengan diterangi lampu taman dan sinar bulan membuat hati Mutia sedikit menjadi sentimentil. Dia masih ingat saat dia berbahagia dengan Damar sebelum memergoki suaminya selingkuh. Ponsel Mutia masih berdering saat dia melangkah menjauh dari pintu ruang tengah. Mutia memilih duduk di pinggir kolam yang berhadapan dengan pintu masuk ruang tengah. Jadi kalau Damar muncul dari ruang tengah, Mutia bisa langsung mengetahui nya. "Halo." Akhirnya Mutia menerima panggilan dari Aksara. "Hhhh, mbak Mutia. Ada yang ingin saya tanyakan. Hhh."Mutia mengerut kan dahinya keheranan saat mendengar suara Aksara yang terengah-engah dari seberang telepon. Pikiran Mutia langsung mengelana jauh dan perempuan itu hanya bisa tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Maaf pak Aksa, kalau sedang bersama istrinya, jangan telepon saya sekarang. Besok saja sepe
Baca selengkapnya
bab 7. Pertemuan dengan Aksara
Mutia meremas alat pengaman pria itu dengan gemas di tangan kanannya. "Hm, lebih baik aku coba tanya saja untuk apa dia menyimpan benda ini. Aku cuma penasaran apa kira-kira jawaban dari mas Damar," gumam Mutia sambil keluar dari kamarnya. Mutia mendekati Damar yang masih rajin menyapu taman tengah, mengumpulkan daun pohon mangga yang berguguran dan memotong daun-daun tanaman Kamboja favorit Larasati. Mutia menggeleng-gelengkan kepalanya saat mengamati beberapa tanaman bunga Kamboja yang ditanam secara bonsai di dalam pot. 'Kok bisa sih Bu Laras menanam bunga kuburan ini di taman tengah. Pantas saja kelakuannya seperti demit. Bunga kesukaan nya saja banyak tumbuh di kuburan,' batin Mutia. Mutia mendekat ke arah suaminya itu. Tangannya yang memegang alat pengaman pria itu bersembunyi di balik punggung nya. "Mas Damar."Mutia tersenyum manis membuat Damar mengehentikan kegiatan nya menyapu. Lelaki itu membersihkan keningnya yang berkeringat. "Ada apa, Mut?" tanya Damar seraya mene
Baca selengkapnya
bab 8. Sebuah Ide
*Jangan membuat perempuan yang kamu cintai menangis, karena akan sangat menyakitkan bila ada lelaki lain yang membantu mengusap air matanya. **Aksara menatap Mutia tak percaya. "Lalu apa jawaban dari dua pertanyaan lainnya semalam?"Mutia menghela nafas. "Satu, kenapa saya tidak jujur saat pak Aksa bertanya kemarin pagi kan?"Aksara mengangguk. "Saya memang tidak menjawab dengan jujur kemarin karena di sekitar rumah Bu Larasati banyak sekali asisten rumah tangga julid. Yang saya takutkan adalah diantara mereka ada mata-mata atau mulut yang tukang ngadu kalau saya jawab dengan jawaban yang jujur. Karena itu saya berbohong, dengan harapan pak Aksa cepat pergi dari kompleks perumahan itu untuk menghindari adanya kemungkinan mata-mata."Aksara tersenyum mendengar jawaban Mutia. "Kamu kayaknya terlalu banyak baca buku atau nonton film mafia deh, Mbak."Senyum Mutia terkembang. "Betul! Saya memang suka sekali nonton film dan tivi, termasuk novel karya Bu Mawar atau Aksara Novela," sahut
Baca selengkapnya
bab 9. Musyawarah Para Korban
"Halo, Pak Alex. Saya terima tawaran dari bapak."Mutia dan kedua anak Mawar hanya bisa menatap Mawar yang sedang menelepon. Mereka tidak bisa ikut mendengarkan pembicaraan selengkapnya karena Mawar tidak mengaktifkan loud speaker nya. "Untuk instruksi lebih detailnya, lebih baik bapak ke rumah saya saja."Jeda sejenak. Mawar terlihat sedang serius mendengarkan suara dari seberang telepon."Iya. Kira-kira seperti itu. Baiklah. Saya tunggu segera."Mawar pun mengakhiri panggilan teleponnya. "Siapa itu, Ma?" tanya Aksara penuh rasa ingin tahu."Pak Alex."Mata kedua anaknya membeliak. "Pak Alex teman sekolah mama yang jadi detektif swasta itu?" tanya Novela. Mawar mengangguk. Sementara Mutia masih berusaha mencerna pembicaraan keluarga di hadapannya. "Wah, mbak Mutia penasaran rupanya. Baiklah. Saya akan menjelaskan secara garis besar. Jadi setelah saya mulai mencium perselingkuhan suami, saya dan anak-anak mulai melakukan penyelidikan diam-diam tanpa ingin melibatkan orang luar ter
Baca selengkapnya
bab 10. Awal Pembalasan
"Mbak Mut? Siapa yang telepon? Kok wajah kamu jadi berubah muram seperti itu?" tanya Aksara saat melihat ekspresi wajah Mutia yang sukar dilukiskan. Mutia menatap ke wajah Aksara dan layar ponselnya bergantian. "Suami saya menelepon," sahut Mutia lirih. "Ya sudah, Mbak Mut terima saja panggilan telepon nya.""Tapi sepertinya saya tahu kenapa dia menelepon saya," sahut Mutia seraya menghela nafas. "Emang kenapa suami mbak Mutia telepon?" "Mungkin dia kesal karena saya belum membuat sarapan untuknya dan saya menyembunyikan rokoknya," sahut Mutia tertawa. Aksara tercengang. "Mbak Mutia ini ada-ada saja."Mutia tersenyum. "Sekali-kali laki-laki yang berkhianat dan tidak menghargainya wanita nya perlu diberi pelajaran lah, Pak. Agar mereka tahu dan sadar diri. Belum bisa menafkahi istri dengan layak bahkan istri sudah membantu cari uang kok sok-sokan selingkuh. Kan lebih baik dikarungin terus diberikan ke pegadaian?" tanya Mutia tertawa. Aksara hanya menggeleng-gelengkan kepalanya
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status